Perbandingan Kinerja Ekspor Komoditas Tuna, Cakalang, dan Tongkol Segar dan Olahan Indonesia di Pasar Jepang
Date
2024-01-11Author
Kristiani, Mikha
Suharno, Suharno
Harmini, Harmini
Metadata
Show full item recordAbstract
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil TCT terbesar di dunia. Indonesia memproduksi perikanan tangkap TCT sebesar 17% dari total tangkapan seluruh dunia. Tangkapan yang besar ini diberdayakan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri dan luar negeri. Pemenuhan konsumsi luar negeri berkorelasi sebesar 85,93% menyumbang PDB Perikanan tahun 2021. Salah satu pasar tujuan Indonesia adalah Jepang. Jepang merupakan salah satu negara dengan kebutuhan impor produk perikanan terbesar dengan produk utamanya adalah tuna, cakalang, dan tongkol (TCT), udang, dan salmon.
Ekspor TCT Indonesia ke Jepang dilakukan dalam 3 bentuk produk, yaitu segar, beku, dan olahan. Komoditas Tuna, Cakalang, dan Tongkol (TCT) segar Indonesia yang diekspor ke Jepang semakin menurun hingga tahun 2022. Hal ini sejalan dengan permintaan impor Jepang terhadap produk ini juga terus menurun. Namun, permintaan impor TCT olahan Jepang semakin meningkat, namun ekspor TCT olahan Indonesia meningkat dengan tidak signifikan. Impor TCT segar dan peningkatan ekspor TCT olahan dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspornya dengan produk yang bernilai tambah tinggi sesuai dengan program hilirisasi industri Indonesia. Ekspor produk tuna, cakalang, dan tongkol (TCT) ke Jepang menggunakan beberapa kode Harmonized System (HS). Kode HS TCT olahan hanya satu, yaitu 160414. Nilai ekspor untuk kode HS TCT segar dan olahan Indonesia di pasar Jepang menunjukkan bahwa diantara 3 produk TCT segar yang diekspor, yang secara konsisten diekspor dan dalam jumlah yang besar adalah produk 030232 (tuna sirip kuning).
Pemenuhan kebutuhan konsumsi TCT ke Jepang tidak hanya dilakukan oleh Indonesia. Akibatnya, terjadi persaingan dari negara lain yang juga secara bersama-sama memenuhi konsumsi TCT di Jepang. Indonesia merupakan negara penghasil TCT terbesar di dunia, namun persaingan tetap ada karena Indonesia tidak hanya mengekspor TCT ke negara Jepang. Persaingan produk sejenis akan mempengaruhi Harga. Hal ini ditunjukkan bahwa harga tuna sirip kuning Indonesia yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara pesaingnya. Namun, untuk TCT olahan harganya relatif lebih tinggi dibandingkan negara pesaing lainnya. komoditas TCT dan berbagai produk turunannya merupakan produk yang bersaing dalam harga. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menganalisis perbandingan keunggulan komparatif tuna, cakalang, dan tongkol (TCT) segar dan olahan Indonesia relatif dibandingkan dengan negara lain di pasar Jepang, serta menganalisis pengaruh persaingan harga tuna, cakalang, dan tongkol segar dan olahan Indonesia dan negara pesaing lainnya terhadap pangsa pasarnya di pasar Jepang.
Penelitian ini menggunakan analisis daya saing dengan indeks Revealed Comparative Advantage (RCA), Revealed Symmetry Comparative Advantage (RSCA), dan Export Product Dynamic (EPD), serta model Almost Ideal Demand System (AIDS). Data yang digunakan adalah data perdagangan tahun 2001-2022. Variabel harga yang digunakan menggunakan harga riil (USD). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai RCA TCT segar Indonesia berkisar 3,85 – 11,31 dan Nilai RCA TCT olahan Indonesia berkisar 5,42-8,49. Nilai RCA ini menunjukkan Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk kedua produk ini. Hal ini sejalan dengan Nilai RSCA Indonesia yang bernilai diantara 0-1. Jika dibandingkan dengan negara lain, Nilai RCA TCT segar Indonesia lebih tinggi daripada Australia, Filipina, dan Taiwan. Sedangkan, nilai RCA TCT olahan Indonesia lebih tinggi dari RRT dan Vietnam, namun dibawah Thailand dan Filipina. Hal ini berarti Indonesia memang memiliki spesialisasi produk TCT segar dan TCT olahan karena hasil dari sumber daya alamnya yang tinggi. Selain itu, kebijakan yang Indonesia terapkan untuk komoditas ini sudah sesuai dan mendukung pemanfaatannya. Kebijakan perdagangan telah mendorong alokasi sumber daya ke sektor-sektor yang memiliki keunggulan komparatif.
Posisi pasar TCT Indonesia, baik TCT segar maupun olahan berada pada matriks Retreat yang menunjukkan pertumbuhan yang stagnan. Hal ini bisa menjadi diinginkan atau tidak diinginkan jika memang pergerakkannya menjauh dari produk yang stagnan dan menuju pertumbuhan produk dinamis. Kondisi komoditas yang stagnan ini dapat memberikan ukuran daya tanggap atau kemampuan beradaptasi struktur ekspor dari waktu ke waktu. Angka yang meningkat akan menunjukkan langkah strategis ke arah yang benar.
Perbandingan TCT segar dan olahan dalam nilai RCA dan RSCA menunjukkan bahwa walaupun RCA TCT segar lebih besar daripada TCT olahan, namun perbedaannya relatif tidak terlalu besar. Selain itu, Nilai dari TCT segar dan olahan masih dalam kategori yang positif dan memiliki keunggulan komparatif. Sehingga, dapat disimpulkan program ini sudah terlaksana sebagian walaupun belum sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, keberhasilan pelaksanaan program hilirisasi perlu didukung dari penguatan sektor hulu, dalam hal ini perikanan tangkap TCT segar. Sektor hulu maupun hilir TCT juga harus memiliki fokus yang sama, sehingga pelaksanaannya konsisten.
Analisis model AIDS pada tuna sirip kuning segar menunjukkan bahwa setiap persamaan setiap negara siginifikan pada taraf 1%. Harga tuna sirip kuning segar Indonesia signifikan pada setiap persamaan. Peningkatan 1% terhadap harga tuna sirip kuning Indonesia menyebabkan penurunan impor pada negara Taiwan dan Australia, serta peningkatan pada negara Filipina. Peningkatan 1% pada tuna sirip kuning segar dari negara pesaing lainnya menyebabkan penurunan pangsa impor Indonesia. Estimasi elastisitas menunjukkan bahwa tuna sirip kuning segar Indonesia merupakan barang normal. Bagi Indonesia, tuna sirip kuning segar dari negara pesaing lainnya merupakan barang substitusi bagi Indonesia.
Analisis model AIDS pada TCT olahan menunjukkan bahwa setiap persamaan setiap negara siginifikan pada taraf 1%. Harga TCT olahan Indonesia signifikan pada persamaan Thailand dan Vietnam. Peningkatan 1% terhadap harga TCT olahan Indonesia menyebabkan penurunan impor pada negara Thailand dan Vietnam, serta peningkatan pada negara Filipina dan RRT. Peningkatan 1% pada TCT olahan dari negara pesaing lainnya menyebabkan penurunan pangsa impor Indonesia. Estimasi elastisitas menunjukkan bahwa TCT olahan Indonesia merupakan barang normal. Bagi Indonesia, TCT olahan dari negara pesaing lainnya merupakan barang substitusi bagi Indonesia. Indonesia is one of the world's largest producers of TCT. It accounts for 17% of the world's total TCT catch, which is used to meet both domestic and foreign demand. In 2021, 85.93% of the Fisheries GDP was attributed to fulfilling foreign demand. Japan is one of Indonesia's key export markets for fishery products, particularly tuna, skipjack, and salmon, as well as shrimp.
Indonesia exports three forms of TCT products to Japan: fresh, frozen, and processed. The export of fresh tuna, skipjack, and cob from Indonesia to Japan is expected to decline until 2022 due to Japan's decreasing import demand for these products. However, there is an increasing demand for processed TCT in Japan, although Indonesia's exports of processed TCT have only increased insignificantly. Indonesia has the potential to boost its exports with high value-added products by importing fresh TCT and increasing exports of processed TCT, in line with its industrial downstream program. TCT exports to Japan are classified under several Harmonized System (HS) codes. Processed TCT, on the other hand, is classified under a single HS code, 160414. Export values for Indonesia's fresh and processed TCT HS codes in the Japanese market show that product 030232 (yellowfin tuna) is consistently exported in large quantities among the three fresh TCT products.
Indonesia is not the only country that meets the consumption needs of tuna, skipjack, and little tuna (TCT) in Japan. Therefore, there is competition from other countries that also fulfill TCT consumption in Japan. Indonesia is currently the largest producer of TCT in the world. However, competition exists as Indonesia exports TCT to various countries, not just Japan. The price of TCT is affected by competition from similar products. products, as demonstrated by the relatively lower price of Indonesian yellowfin tuna compared to its competitors. Additionally, Indonesia's processed TCT is relatively more expensive than that of other competing countries. TCT commodities and their various derivative products are priced competitively. This study aims to analyze the comparative advantage of Indonesian fresh and processed tuna, skipjack and cob (TCT) in the Japanese market, as well as the effect of price competition between Indonesian TCT and other competing countries on their market share.
This study employs competitiveness analysis using the Revealed Comparative Advantage (RCA), Revealed Symmetry Comparative Advantage (RSCA), and Export Product Dynamic (EPD) indices, as well as the Almost Ideal Demand System (AIDS) model. The trade data used covers the real price (USD) is used as the price variable. The results indicate that Indonesian fresh TCT has an RCA value ranging from 3.85 to 11.31, while Indonesian processed TCT has an RCA value ranging from 5.42 to 8.49. These RCA values suggest that Indonesia has a comparative advantage in producing these two TCT products. This text is already well-written and adheres to the desired characteristics. I replaced RSCA value with RCA value to avoid using an abbreviation before defining it. This text is already well-written and adheres to the desired characteristics. I also added 'in' before 'China and Vietnam' to improve the sentence's flow. However, I made a few minor changes to improve its clarity and precision. Finally, I changed 'specialize' to 'have a comparative advantage in' to make the sentence more precise. Furthermore, Indonesia's policies regarding this commodity are suitable and conducive to its use. Trade policies have incentivized the allocation of resources to sectors where there is a comparative advantage.
The market position of Indonesian TCT, both fresh and processed, is in the Retreat matrix, indicating stagnant growth. This could be desirable or undesirable, depending on whether the movement is away from stagnant products and towards dynamic product growth. These stagnant commodity conditions can provide a measure of the responsiveness or adaptability of the export structure over time. An increasing number would indicate a strategic move in the right direction.
When comparing fresh and processed TCT in terms of RCA and RSCA values, it is evident that the difference between the RCA of fresh TCT and processed TCT is relatively small. Both fresh and processed TCT have a positive category value and a comparative advantage. Therefore, it can be concluded that the downstream program has been partially implemented, although not as expected. Therefore, to ensure successful implementation of the downstream program, it is necessary to strengthen the upstream sector, specifically the fresh TCT capture fisheries. Both the upstream and downstream sectors of TCT should have a consistent focus to ensure consistent implementation.
The analysis of the AIDS model on fresh yellowfin tuna indicates that each country's equation is significant at the 1% level. Additionally, the price of Indonesian fresh yellowfin tuna is significant in each equation. A 1% increase in the price of Indonesian yellowfin tuna results in a decrease in imports in Taiwan and Australia, but an increase in the Philippines. Additionally, a 1% increase in fresh yellowfin tuna from other competing countries leads to a decrease in Indonesia's import share. The elasticity estimates indicate that Indonesian fresh yellowfin tuna is a normal good. Furthermore, fresh yellowfin tuna from other competitor countries is a substitute good for Indonesia.
The analysis of the AIDS model on processed TCT indicates that each country's equation is significant at the 1% level. The price of Indonesian processed TCT is significant in the equations of Thailand and Vietnam. A 1% increase in the price of Indonesian processed TCT results in a decrease in imports in Thailand and Vietnam, and an increase in the Philippines and China. A 1% increase in processed TCT from other competing countries leads to a decrease in Indonesia's import share. The elasticity estimates indicate that processed TCT from Indonesia is a normal good, while processed TCT from other competitor countries is a substitute good for Indonesia.
Collections
- MT - Economic and Management [2971]