Show simple item record

dc.contributor.advisorSutejo, Agus
dc.contributor.advisorMulyono, Edy
dc.contributor.authorSetyaningrum, Catur Enny
dc.date.accessioned2023-11-15T07:17:07Z
dc.date.available2023-11-15T07:17:07Z
dc.date.issued2004
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/132326
dc.description.abstractTanaman jambu mente (Anacardium occidentale Linn.) pada mulanya ditanam untuk tujuan penghijauan dan konservasi lahan yang kritis sehingga hasil utama tanaman ini, yaitu kacang mente kurang mendapatkan perhatian. Sejak tahun 1980 tujuan tersebut mulai bergeser kepada tujuan komersial karena gelondong dan kacangnya mulai banyak diminati dan harganya cukup menarik. Kacang mente sebagai bahan baku industri makanan mempunyai posisi superior dibandingkan dengan komoditas lainnya yang sejenis, seperti kacang tanah, almond, hazelnut dan walnut. Kondisi yang demikian memberikan peluang yang cukup besar untuk meningkatkan pangsa pasar di dalam negeri maupun pasaran diluar negeri. Pada tahun 2002 areal jambu mente di Indonesia telah mencapai 553.293 ha. Produksi gelondong mente kering pada tahun 2002 sebesar 6.500 ton yang tersebar terutama di seluruh Indonesia yakni Sumatera (0,1 %), Jawa (19,7%), Nusa Tenggara (36,5 %), Kalimantan (0,2 %), Sulawesi (39,9 %) (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2002). Propinsi yang menghasilkan gelondong mente kering terbanyak adalah Sulawesi Selatan (30,5 %), Sulawesi Tenggara (20,1 %), Nusa Tenggara Timur (14,5 %), Jawa Timur (10,6), Jawa Tengah (7,7 %) (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2002). Harga 1 kg kacang mente berkisar Rp 35.000,- sampai Rp 45.000,-, sedangkan apabila menjual gelondong mente ke koperasi hanya memperoleh Rp 5.000,- sampai Rp 6.000,-/kg. Anjuran pemerintah untuk mengutamakan ekspor dalam bentuk kacang belum dapat direalisasikan karena rendemen kacangnya kurang menguntungkan (5-6 kg gelondong menjadi 1 kg kacang mente yang mengandung kulit ari) dengan persentase kacang mente utuh 40 % yang dihasilkan oleh pengrajin rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan alat kacip tradisional (Mulyono, 1999 dan Said, 2000). Tingkat keutuhan kacang mente tersebut dapat ditingkatkan 85-90 % dengan adanya pengolahan gelondong mente menggunakan alat pengkacip model MM-99 (Mulyono, 2000). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji performansi secara teknis dengan teknologi dan peralatan untuk pengolahan kacang mente pasca pengkacipan. Pasca pengkacipan yang dimaksud adalah pasca pengupasan gelondong mente yang dimulai dari proses pengeringan, pengupasan kulit ari, grading dan pengemasan produk. Metode penelitian dalam pengujian mesin pengolahan mente dilaksanakan dengan melakukan penelitian pendahuluan dan pengolahan pasca pengkacipan gelondong mente. Gelondong mente untuk pengujian diperoleh dari Wonogiri dan Nusa Tenggara. Peralatan yang digunakan diantaranya mesin pengering...id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural Universityid
dc.subject.ddcTeknologi Pertanianid
dc.subject.ddcTeknik Mesinid
dc.titleUji performansi mesin pengolahan kacang mente pasca pengkacipanid
dc.typeUndergraduate Thesisid
dc.subject.keywordKacang menteid
dc.subject.keywordMesin Pengolahanid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record