Studi keefektifan beberapa formula herbisida ametrin pada kondisi pra tumbuh dan pasca tumbuh di perkebunan kelapa sawit belum menghasilkan
Abstract
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui keefektivan formulasi herbisida ametrin yang diaplikasikan pada kondisi pra tumbuh dan pasca tumbuh untuk mengendalikan gulma di piringan kelapa sawit belum menghasilkan. Hasil analisis vegetasi menunjukkan komposisi gulma dominan, yaitu: Cyperus kyllingia, Ageratum conyzoides, Ottochloa nodosa, Axonopus compressus, dan Paspalum conjugatum.
Perlakuan terdiri dari dua faktor menggunakan rancangan petak terbagi dalam rancangan acak kelompok. Perlakuan terdiri atas 10 kombinasi dan 4 ulangan. Faktor pertama adalah waktu aplikasi sebagai petak utama dengan taraf : W₁ = pra tumbuh dan W₂-pasca tumbuh. Sedangkan faktor kedua adalah jenis pengendalian dengan taraf: Hotanpa herbisida, H, Gesapax 500 F, H₂ Adimetrex 500 F, H, Gesapax 80 WP, dan H, Adimetrex 80 WP. Aplikasi dilakukan pada hari yang sama. Parameter yang diamati adalah persentase penutupan dan bobot kering gulma pada 4, 8, dan 12 MSA, serta keracunan tanaman pada 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 MSA.
Hasil dari pengaruh waktu aplikasi setelah aplikasi herbisida ametrin terhadap persentase penutupan dan bobot kering gulma memperlihatkan bahwa pengaplikasian pada kondisi pra tumbuh cenderung lebih baik dibandingkan dengan pasca tumbuh, pada 4, 8, dan 12 MSA, kecuali untuk bobot kering 4. conyzoides dan P. conjugatum. Pada A. conyzoides, baik aplikasi pra tumbuh maupun pasca tumbuh menghasilkan pengendalian yang sama. Sedangkan pada P. conjugatum, pada 4 MSA hasil yang didapat dari aplikasi saat pra tumbuh maupun pasca tumbuh sama efektifnya.
Hasil dari jenis pengendalian terhadap respon persentase penutupan gulma, terlihat bahwa formulasi herbisida ametrin yang diaplikasikan mempunyai keefektivan yang sama pada 12 MSA, sedangkan pada 4 dan 8 MSA formulasi F lebih efektif dalam menekan persentase penutupan gulma daripada formulasi WP. Hasil dari jenis pengendalian terhadap respon bobot kering Gulma Total, C. kyllingia, O. nodosa, dan P. conjugatum dari awal sampai akhir penelitian memperlihatkan bahwa formulasi F dan WP yang diaplikasikan mempunyai keefektivan yang sama. Jenis pengendalian formulasi WP terhadap respon bobot kering A.conyzoides pada 12 MSA memberikan penekanan yang lebih baik dibandingkan dengan formulasi F. Pada 8 MSA jenis pengendalian formulasi F terhadap respon bobot kering A. compressus memberikan hasil yang lebih baik daripada formulasi WP
Terjadi interaksi antara waktu aplikasi dengan jenis pengendalian dari awal sampai dengan akhir penelitian terhadap persentase penutupan gulma dan bobot kering gulma total, C. kyllingia, dan O. nodosa. Untuk bobot kering A. compressus interaksi kedua faktor terjadi pada 4 dan 8 MSA, sedangkan untuk bobot kering P. conjugatum interaksi kedua faktor terjadi pada 8 dan 12 MSA.
Pengaplikasian formulasi Flowables herbisida ametrin pada kondisi pasca tumbuh menghasilkan pengendalian yang lebih baik dibandingkan dengan formulasi Wettable Powder terhadap respon persentase penutupan gulma (pada 8 MSA) dan bobot kering Gulma Total (pada 8 dan 12 MSA), C. kyllingia (pada 4 dan 8 MSA), dan A. compressus (pada 4 dan 8 MSA). Sedangkan pengaplikasian formulasi Flowables herbisida ametrin pada kondisi pasca tumbuh menghasilkan pengendalian yang sama dengan formulasi Wettable Powder terhadap respon bobot kering O..
nodosa (pada 4, 8, dan 12 MSA) dan P.conjugatum (pada 8 dan 12 MSA)...