Analisis pola integrasi perdagangan komoditas kakao Indonesia dengan negara ASEAN+3 (periode 2001 - 2010)
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis
dayasaing bilateral komoditas kakao Indonesia dengan negara ASEAN+3 dengan
menggunakan analisis Revealed Comparative Advantage Bilateral (RCAB).
Kedua, untuk mengidentifikasi dan menganalisis integrasi perdagangan bilateral
komoditas kakao Indonesia dengan negara ASEAN+3 dengan menggunakan
analisis Intra Industry Trade (IIT). Ketiga, menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi perdagangan ekspor komoditas kakao Indonesia dengan negara
ASEAN+3 secara bilateral dengan menggunakan analisis gravity model.
Dayasaing kakao bilateral Indonesia dengan negara ASEAN+3 masih
sangat rendah, bahkan kakao HS 180500 (powder, unsweetened) Indonesia tidak
memiliki dayasaing bilateral dengan Malaysia dan Singapura. Sebagian besar
perdagangan kakao bilateral Indonesia dengan negara ASEAN+3 berlangsung
secara dua arah dengan derajat integrasi lemah. Faktor-faktor yang memengaruhi
perdagangan ekspor kakao HS 180100 (beans, whole or broken, raw or roasted)
bilateral Indonesia dengan ASEAN+3 diantaranya produk domestik bruto (PDB)
riil negara ASEAN+3, populasi negara ASEAN+3, harga riil kakao internasional,
dummy bea keluar kakao HS 180100 yang bernilai positif serta jarak ekonomi
Indonesia dengan negara ASEAN+3 yang bernilai negatif. Untuk aliran ekspor
kakao HS 180400 (butter, fat, oil) Indonesia, faktor-faktor yang memengaruhinya
adalah PDB riil negara ASEAN+3, populasi negara ASEAN+3, dan dummy krisis
ekonomi yang bernilai positif, serta jarak ekonomi Indonesia dengan negara
ASEAN+3 dan harga riil kakao internasional yang bernilai negatif. Faktor-faktor
yang memengaruhi aliran ekspor kakao HS 180500 (powder, unsweetened)
Indonesia adalah PDB riil negara ASEAN+3, populasi negara ASEAN+3, dan
nilai tukar riil negara ASEAN+3 terhadap Indonesia yang bernilai negatif, serta
jarak ekonomi Indonesia dengan negara ASEAN+3 dan harga riil kakao
internasional yang bernilai positif.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah dayasaing bilateral kakao Indonesia
ke sebagian besar negara ASEAN+3 masih sangat rendah, bahkan kakao HS
180500 Indonesia tidak memiliki dayasaing di negara Malaysia dan Singapura.
Sebagian besar perdagangan kakao bilateral Indonesia dengan negara ASEAN+3
berlangsung secara dua arah dengan derajat integrasi lemah. Secara umum, faktorfaktor
yang berpengaruh secara signifikan terhadap aliran perdagangan ekspor
kakao Indonesia dengan negara ASEAN+3 adalah PDB riil negara ASEAN+3,
populasi negara ASEAN+3, jarak ekonomi Indonesia dengan negara ASEAN+3,
dan harga riil kakao internasional. Nilai tukar negara ASEAN+3 terhadap
Indonesia hanya memengaruhi aliran ekspor kakao HS 180500. Dummy bea keluar kakao HS 180100 memengaruhi aliran ekspor kakao HS 180100. Dummy
krisis ekonomi hanya memengaruhi aliran ekspor kakao HS 180400.
Implikasi kebijakan selanjutnya dapat diperoleh berdasarkan hasil analisis.
Dalam rangka meningkatkan aliran ekspor produk kakao antara (lemak/kakao HS
180400 dan bubuk kakao/kakao HS 180500), diperlukan adanya regulasi khusus
dalam peningkatan mutu biji kakao tidak terfermentasi menjadi terfermentasi
sehingga dihasilkan produk berkualitas dan banyak diminati oleh masyarakat
maupun kalangan industri di negara ASEAN+3. Penetapan bea keluar dan bea
masuk (kebijakan fiskal) perlu disesuaikan apabila terjadi overload ekspor biji
kakao ataupun menurunnya kegiatan ekspor produk antara. Adanya sinkronisasi
dan konektivitas antara kebijakan moneter (melalui nilai tukar dan harga kakao
internasional) dengan perdagangan perlu disesuaikan dengan kondisi perkakaoan
nasional dari hulu hingga hilir. Secara domestik, perlu adanya penyadaran melalui
bimbingan secara kontinu kepada para petani untuk mengubah mindset dalam
mengelola biji kakao dari tidak terfermentasi menjadi terfermentasi agar
terciptanya nilai tambah produk kakao Indonesia.