Studi Tingkat Kemasakan dan Metode Fermentasi dalam Hubungannya dengan Viabilitas Benih dan Kandungan Minyak Buah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Abstract
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari tingkat kemasakan benih
kelapa sawit dalam rangka menentukan waktu masak fisiologi benih, untuk
menentukan waktu panen benih dan untuk menentukan waktu panen produksi
minyak. Disamping itu dipelajari juga pengaruh tingkat kemasakan dan metode
fermentasi terhadap kemudahan proses pemisahan buah dari tangkai buah
(detaching) kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yang dilaksanakan di PT. Dami
Mas Sejahtera, PT. SMART Tbk. Pekan Baru, Riau.
Penelitian ini terbagi atas tiga percobaan yaitu pengamatan perkembangan
buab, perubaban diameter dan warna buah dan percobaan untuk mempelajari
pengaruh tingkat kemasakan terhadap viabilitas benih dalam rangka menentukan
waktu panen benih dan pengaruh tingkat kemasakan dan metode fermentasi
terhadap kemudahan perontokan. _Rancangan yang digunakan adalah rancangan
acak petak terpisah (Split plot design) dalam rancangan acak kelompok dua faktor.
Selain itu dipelajari juga pengaruh tingkat kemasakan terhadap kandungan minyak
buah kelapa sawit untuk mengetahui waktu panen untuk produksi minyak dengan
menggunakan rancangan acak kelompok satu faktor. Masing-masing percobaan
menggunakan 3 ulangan. Komponen buah diamati dari 0 sampai 5 BSP,
sedangkan perubahan warna dan diameter buah diamati pada 140, 145, 150, 155
dan 160 HSP. Tingkat kemasakan terdiri atas buah pada umur 140, 145, 150, 155
dan 160 HSP, sedangkan metode fermentasi terdiri atas pemeraman selama 3 hari,
disemprot air setiap hari selama 2 hari dan disemprot ethrel satu kali kemudian
dibiarkan satu hari.
Buah dipanen sesuai umur yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan
pencincangan buah (chopping), fermentasi, pemisahan buah dari tangkai buah
(spikelet). Pembersihan daging buah dengan mesin depericaper, sortasi dan
pembersihan benih, seed treatment dengan fungisida dan larutan sodium
hipoklorit, periode konservasi dalam cold storage, pematahan dormansi dalam hot
room dan ·pengecambahan dalam germination room. Pada saat fermentasi benih
diberi perlakuan fermentasi yang berbeda. Percobaan berikutnya dimulai dengan
memilih tiga buah normal dari 10 spikelet yang telah dipilih sebelumnya (30 buah
per unit percobaan), kemudian daging buah (exokarp dan mesokarp) dipisahkan
dari benih (scrapping), dikeringkan dalam oven selama semalam pada suhu 90°C.
Mesokarp yang sudah kering dihaluskan dan dikeringkan kembali dalam oven
selama semalam pada suhu 60°C. Sebanyak 2,5 g mesokarp dimasukkan kedalam
kantong untuk ekstraksi selama 24 jam. Mesokarp yang sudah diekstraksi
dimasukkan oven selama 3 jam pada suhu l 00°C. Kadar min yak ditentukan
berdasarkan rumus.
Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk 100 HSP seperti
terlihat dari munculnya wama kekuningan pada dan mesokarp. Endokarp mulai
mengeras pada bulan kedua. Bulan ketiga sudah keras dan berwama coklat muda,
berubah menjadi coklat tua pada bulan kelima. Endosperm yang cair berangsurangsur
memadat mulai bulan ketiga hingga kelima disertai dengan pembentukan
testa (kulit benih). Diameter buah terns bertambah dengan bertambahnya tingkat
kemasakan, dengan laju yang pesat dari 140-155 HSP dan mulai melambat pada
155-160 HSP. Perubahan warna buah mulai terjadi dari reddish black (140 HSP),
very dusky red (150 HSP) dan dusky red (155-160 I-ISP). Wama buah semakin
merah dengan bertambahnya tingkat kemasakan yang menunjukkan kandungan
minyak semakin tinggi. Metode fermentasi yang mempercepat proses detaching
adalah fermentasi dengan ethrel. Fermentasi dengan ethrel mempermudah proses
detaching pada buah berumur 140-150 HSP. Tingkat kemasakan tidak
mempengaruhi daya berkecarnbah (DB), kecepatan turnbuh (KCT) dan kadar air
tetapi mempengaruhi potensi tumbuh maksimum (PTM). Potensi tumbuh
maksimum mulai konstan pada umur 145 HSP. Walaupun tingkat kemasakan
tidak berpengaruh terhadap DB dan Ker tetapi nilai delta (selisih nilai viabilitas
potensial dan vigor) meningkat dari umur 140 I-ISP ke 145 HSP, kemudian relatif
konstan dari umur 145-160 HSP. Kadar air meningkat dari I 40-145 HSP
kemudian menurun sampai 160 HSP yang menunjukkan benih memasuki fase
pemasakan. Dengan demikian berdasarkan nilai PTM, delta dan kadar air
diasumsikan bahwa masak fisiologis terjadi pada sekitar umur 145-150 HSP yang
dapat digunakan sebagai umur panen untuk benih. Pada umur 155 HSP diduga
benih telah lewat masak fisiologis karena banyak terjadi kehilangan benih akibat
buah sudah mulai rontok dari tandannya.
Tingkat kemasakan mempengaruhi kandungan minyak buah kelapa sawit.
Pembentukan minyak semakin tinggi dengan bertambahnya umur buah, mulai
konstan pada umur 155 HSP. Oleh karena itu panen untuk produksi minyak dapat
dilakukan mulai umur 155 HSP.