ldentifikasi Potensi Laban Pertanian Perkotaan Di Kota Tangerang
Abstract
Ruang terbuka hijau merupakan suatu struktur Ianskap yang penting bagi
suatu kota. Ruang terbuka hijau memiliki berbagai fungsi yang sangat penting
bagi kehidupan masyarakat disekitamya, diantaranya adalah fungsi ekologi,
ekonomi dan sosial. Urbanisasi yang terjadi di kota-kota besar Indonesia
mengakibatkan ruang terbuka hijau perkotaan mengalami penurunan. Krisis
moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1998 memiliki dampak yang sangat
nyata bagi pembangunan Kota Tangerang. Kota Tangerang yang terdapat
aglomerasi 1000 industri dan bisnis real estate, mengalami hambatan
pembangunan. Pengangguran bertambah karena banyaknya pegawai yang terkena
PHK, selain itu pula potensi lahan tidumya pun tinggi. Pertanian kota sebagai
salah satu bentukan ruang terbuka hijau kota dapat dijadikan salah satu upaya
untuk memanfaatkan lahan-lahan tidur yang ada. Pertanian kota memiliki fungsi
secara ekologis dan sosial, selain itu pula pertanian kota dapat meningkatkan nilai
ekonomi dengan produksi yang dihasilkannya.
Studi ini bertujuan mengidentifikasi kondisi existing pertanian perkotaan
di wilayah Kota Tangerang sebagai salah satu bentukan ruang terbuka hijau kota
dengan potensinya yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan.
Selain itu pula dilakukan spasialisasi wilayah pertanian perkotaan di Kota
Tangerang dengan menggunakan teknik GIS (Geographycal Information System).
Studi ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai penyebaran
kegiatan pertanian di wilayah Kota Tangerang dan menjadi masukan bagi
pemerintah daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), investor, instansiinstansi
terkait dan masyarakat umum dalam pengembangan kegiatan pertanian
dan upaya revitalisasi ruang terbuka hijau di kota.
Identifikasi pertanian perkotaan ini dilakukan di Kota Tangerang dengan
kegiatan studi yang berupa pengurnpulan dan pengolahan data yang dilakukan
dalam kurva waktu tujuh bulan. Pengumpulan dan pengolahan data di lapang
dilakukan pada bulan Febuari 2004 dan berakhir pada bulan September 2004.
Luas wilayah penelitian ± 18.563,68 Ha. Secara administratif, Kota Tangerang
terdiri dari 6 kecamatan. Metode studi dilakukan dengan menggunakan tiga
metode, yaitu metode survey untuk pengumpulan data, baik data primer maupun
data sekunder, yang kemudian dianalisis dengan metode deskriptif, dan metode
GIS ( Geographycal Information System) untuk spasialisasi potensi pertanian
perkotaan.
Kota Tangerang merupakan salah satu kota di Jabotabek, dengan perincian
kawasan menurut RTRW Kota Tangerang Tahun 2003 yang sudah terbangun
sebesar 69,55 % dan kawasan belum terbangm1 30,45 %. Berdasarkan data
penggunaan lahan pada tahun 1997, luas lahan terbangun sekitar 73,59 km2
( 41,5%) sebagian besar untuk kegiatan permukiman dan industri. Luas lahan tidak
terbangun sekitar 103,70 km2 (58,5%) sebagian untuk lahan pertanian dan lahan
tidur.
Kegiatan dan Iahan pertanian yang terdapat di Kota Tangerang terdiri dari
pertanian lahan basah yang meliputi sawah dan pertanian Iahan kering yang
meliputi ladang, kebun dan pekarangan. Kecamatan yang memiliki pertanian
lahan basah terluas adalah kecamatan Cipondoh, karena kecamatan ini memiliki
kawasan lindung yaitu Situ Cipondoh, dimana area di sekitar kawasan ini
rnerupakan area yang ditujukan untuk preservasi dan konservasi. Area ini
sebagian besar berupa pertanian lahan basah yang berada di sekeliling Situ
Cipondoh. Pada Kecamatan Batuceper dan Benda, terdapat pertanian lahan basah
yang cukup luas, karena area tersebut memang diperuntukkan sebagai area buffer
(pengaman) Bandara Soekarno-Hatta, dimana pertanian lahan basah tersebut
terletak mengelilingi bandara. Kecamatan yang memiliki pertanian lahan kering
terluas adalah Kecamatan Tangerang. Pertanian lahan kering ini tersebar di pusat
pemerintahan, yaitu di sekeliling kompleks pemerintahan. Hal tersebut cukup unik
dan dapat dijadikan ciri khas Kota Tangerang. Pertanian ini dikelola oleh
masyarakat yang berasal dari daerah sekitar Pantura (Indramayu, Cirebon dan
sekitamya), dan mereka mengolah lahan tersebut dengan menyewanya kepada
pemerintah.
Berdasarkan basil klasifikasi yang telah dibuat dengan rnenggunakan
software Erdas Imagine 8.5 dan Arc View 3.2, terdapat 7 klasifikasi penggunaan
lahan, yaitu lahan kosong, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, badan
air, lahan terbangun, rawa, dan jalan. Berdasarkan hasil olahan citra dan peta
administrasi dapat dilihat bahwa pertanian lahan basah (sawah) memiliki luas
hampir sama dengan luas lahan terbangun yaitu 5.985.97 Ha yang sebagian besar
tersebar di Kecamatan Cipondoh, Batuceper, dan Benda. Pertanian lahan kering
memiliki luas 1.808,9 Ha dan dilihat dari peta klasifikasi Kotamadya Tangerang
pertanian lahan kering ini sebagian besar terpusat pada Kecamatan Cipondoh.
Sedangkan lahan kosong memiliki luasan 1.338,05 Ha, dimana sebagian besar
merupakan lapangan rumput dan lahan kosong terdapat di Bandara SoekamoHatta.
Luasan total Kota Tangerang yang didapat berda:sarkan peta citra yang
telah diolah adalah 18.563,68 Ha.
Berdasarkan pola penggunaan lahan dan pemanfaatan lahan di wilayah
Kota Tangerang, telah terlihat bahwa ruang terbuka hijau seringkali tidak
diperhatikan dalam suatu perencanaan kota. Pengembangan Kota Tangerang
hanya ditekankan pada pengembangan fisik (industri, pemukiman, perdagangan,
dan lain-lain). Pertanian perkotaan yang memiliki fungsi secara ekonomi dan
sosial, diharapkan pertanian kota dapat menjadi salah satu jalan keluar dalarn
rangka memperbaiki keadaan ekonomi di Kota Tangerang. Secara ekologi,
pertanian kota dapat memperbaiki kualitas lingkungan dan memiliki peran penting
dalam keberlanjutan suatu kota. Selanjutnya para perencana Kota Tangerang
dapat mempertimbangkan keberadaan kegiatan dan lahan pertanian bagi
perkembangan dan pembangunan kota, sehingga pertanian dapat menjadi struktur
lanskap yang berperan penting dalarn suatu kota.