Analisis Penerapan Sistem Standarisasi dan Sertifikasi Pertanian Sayuran Segar Organik Di PT Sucofindo (Persero) Jakarta
Abstract
Gaya hidup sehat dengan slogan "Back to Nature" telah menjadi trend
baru masyarakat dunia. Masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan
bahan -bahan kimia non alami, seperti pupuk dan pestisida kimia sintesis serta
hormon tumbuh dalam produksi pertanian temyata menimbulkan efek negatif
terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Gaya hidup demikian telah
mengalami pelembagaan secara intemasional yang diwujudkan melalui regulasi
perdagangan global yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus
mempunyai atribut aman dikonsumsi (food safety attributes), mempunyai
kandungan nutrisi yang tinggi (nutrional attributes) dan ramah lingkungan.
Pertanian organik dianggap sebagai sebuah sistem pertanian masa depan.
Total kawasan organik di Asia sekitar 880.000 hektar atau kurang lebih 0,07%
dari kawasan pertanian. Jumlah petani organik lebih dari 61.000 petani. Indonesia
masih tergolong sebagai negara terbelakang dalam pengembangan produk pangan
organik, Indonesia berada di peringkat ke-37 dunia. Sementara peluang pasar
produk pertanian organik cukup besar. Data sementara yang dipublikasikan oleh
IFOAM (2004) disebutkan luas lahan yang ditangani secara organik di Indonesia
sekitar 40.000 ha (0,09% dari total lahan pertanian). Sampai sekarang, belum ada
data resmi luas lahan organik di Indonesia dari pemerintah.
Biasanya, pada tahap awal, petani organik banyak mengalami kegagalan
dan kerugian, karena petani masih pada tingkat "dengar-dengar" mengenai pangan
organik dan pertanian organik. Mereka masih belum paham bagaimana wujud
sebetulnya pertanian dan pangan organik itu. Kendala utama pengembangan
pertanian organik dan penguatan mutu hidup bagi petani kecil diantaranya: mutu
produk yang belum baik, degradasi lingkungan terutama akibat pemakaian input
kimia berlebihan, keterbatasan dan minimnya prasarana pengelolaan pasca panen,
ketergantungan pada pupuk kimia masih tinggi dan dukungan kebijakan
pemerintah yang masih minim. Selain itu, petani kecil menghadapi masalah
sempitnya penguasaan lahan.
Sistem pertanian organik pada komoditi sayuran dapat dijadikan sebuah
sistem budidaya alternatif yang dapat menjawab keinginan-keinginan yang
berkembang di masyarakat, sekaligus peluang bagi peningkatan pendapatan
petani. Dalam pengembangannya, pertanian organik membutuhkan beberapa
sarana pendukung, seperti adanya standar, sistem sertifikasi, pelabelan dan
sebagainya. Untuk meminimalisasi penipuan kepada konsumen, perusahaan
bekerjasama dengan pemerintah menerapkan sistem standarisasi dan sertifikasi
pertanian organik.
Penelitian ini bertujuan (1) mengkaji sistem standarisasi dan sertifikasi
pertanian organik yang diterapkan PT Sucofindo; (2) menganalisis prioritas
permasalahan dan merekomendasikan alternatif perbaikan atas dasar
permasalahan yang terj adi dalam penerapan sistem standarisasi dan sertifikasi
pertanian organik.
Analisis penerapan sistem standarisasi dan sertifikasi pertanian sayuran
segar organik ini dilakukan melalui pandangan perusahaan dan pandangan petani
terhadap konsep dan penerapan sistem standarisasi dan sertifikasi pertanian
sayuran segar organik. Analisis yang digunakan adalah metode Analisis Hirarki
Proses (AHP). Tahapan kegiatannya meliputi (1) penggalian informasi, (2)
penyusunan struktur hirarki, (3) pengisian matriks banding berpasangan, (4)
pengol ah an, dan (5) analisis.
Penerapan sistem standarisasi dan sertifikasi pertanian sayuran segar
organik di PT Sucofindo (persero) mempakan penyempurnaan dalam sertifikasi
sistem manajemen mutu dan sistem manajemen lingkungan. Sertifikasi sistem
manajemen mutu secara berkesinambungan dikembangkan menjadi serangkaian
standar yang memberikan panduan dan kriteria untuk sertifikasi pertanian sayuran
segar organik. Standar pertanian, organik yang digunakan PT Sucofindo dalam
penerapan sistem sertifikasi pertanian sayuran segar organik adalah Standar
Nasiona l Indonesia (SNI) 01-6729-2002, standar pertanian organik ini hasil
adopsi dengan modifikasi dari standar Federation of Organic Agriculture
Movements (IFOAM), CODEX dan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Dalam penerapannya sistem standar dan sertifikasi pertanian organik di
pengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mendorong penerapan standarisasi dan
se1tifikasi pertanian organik. Pertama, tingginya permintaan pertanian organik di
negara-negara maju, pertumbuhan permintaan pertanian organik dunia mencapai
15 - 20 % per tahun, namun pangsa pasar yang mampu dipenuhi hanya berkisar
antara 0,5 - 2 % dari keseluruhan produk pertanian. Kedua, terciptanya
kepercayaan konsumen terhadap jaminan atau integritas produk organik. Ketiga,
adanya harga premium di tingkat konsumen.
Permasalahan yang dihadapi perusahaan dan petani organik terbagi
menjadi lima, yaitu masalah biaya, SDM, sarana, manajemen dan konsumen.
Masalah biaya merupakan terpenting dengan bobot sebesar 0,371(PT Sucofindo)
dan 0,349 (PT Amani), diikuti masalah konsumen dengan bobot sebesar 0,287
(PT Sucofindo), dan PT Amani (0,247), serta masalah SDM sebesar 0,181 (PT
Sucofindo) dan PT Amani sebesar 0,175. Masalah manajemen PT Sucofindo
(0,114) dan PT Amani (0,134), kemudian masalah sarana PT Sucofindo (0,068)
dan PT Amani (0,074). Secara keseluruhan, hal ini disebabkan oleh tingginya
biaya produksi dan biaya sertifikasi, serta sumberdaya manusia yang tidak
memadai.
Tujuh puluh persen penyebab kondisi tersebut tergolong jenis masalah
yang dapat dikendalikan. Hal ini menunjukkan belum optimalnya kegiatan sistern
standar dan sertifikasi di perusahaan. Untuk menanggulangi permasalahan
penerapan sistem standarisasi dan sertifikasi pertanian sayuran segar organik
didapatkan bahwa dengan menyediakan pinjaman modal dan insentif untuk petani
organik seperti kemudahan memperoleh kredit dan pembentukan pelayanan
sertifikasi dengan biaya yang rendah merupakan tindakan perbaikan yang paling
baik. Untuk itu dibutuhkan kerjasama yang baik antar petani, pemerintah dan
lembaga sertifikasi harus semakin serasi, harmonis dan baik. Sehingga penerapan
pertanian organik akan semakin baik dan tercapainya tujuan pemerintah dalam
mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik di dunia.