Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Taman Nasional Bukit Dua Belas Provinsi Jambi (Studi Kasus di Desa Binaan LSM W ARSI)
Abstract
Upaya mempertahankan keberadaan potensi Kawasan Taman Nasional
memerlukan konsep pengelolaan dengan rnengeluarkan segala kegiatan
masyarakat dari Kawasan Tarnan Nasional, terutama yang berkaitan dengan
pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan. Konsep mengeluarkan masyarakat
tersebut tianyak dipilih pengelola kawasan konservasi karena dinilai memberikan
darnpak yang lebih kecil terhadap kerusakan ekosistem hutan. Namun konsep
tersebut juga memiliki kelernahan, yaitu tertutupnya akses masyarakat sekitar
terhadap kawasan (sumberdaya hutan) yang selama ini menjadi salah satu sumber
penghasilan masyarakat. Gangguan terhadap kawasan konservasi akan berk:urang
bila kesejahteraan masyarakat sekitar sudah dapat dipenuhi dari basil usaha di luar
pemanfaatan hasil hutan secara langsung.
Upaya pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh LSM dalam bentuk
pendampingan langsung pada masyarakat dengan strategi membangun
keberdayaan masyarakat pad.a aspek ekonomi dan kemasyarakatan agar
ketergantungan masyarakat terhadap surnberdaya hutan dapat dikurangi.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kondisi masyarakat sekitar
hutan sebelum dan sesudah adanya kegiatan LSM di lapangan dan menelaah
strategi pemberdayaan yang diimplementasikan LSM dan pengaruhnya terhadap
masyarakat dari segi sosial dan ekonomi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli
2004 di Desa Jernih dan Desa Barn Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun,
Provinsi Jambi.
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah perrnasalahan yang ada
pada Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD), tingkat okupasi di TNBD, jenis
usahatani di desa, partisipasi dalam kegiatan LSM, pendapatan masyarakat,
respon masyarakat terhadap LSM dan strategi pemberdayaan oleh LSM dalam
mencapai target dari program yang dirancang. Metode penelitian yang dilakukan
adalah observasi lapangan, wawancara dengan responden yang diambil secara
sengaja sebanyak 37 responden Desa Jernih dan 25 responden Desa Barn serta
wawancara dengan pihak LSM dan petugas TNBD.
Permasalahan utama yang ada di bagian Selatan TNBD antara lain tekanan
pembukaan lahan untuk pedadangan/kebun karet sangat tinggi ke dalam kawasan
TNBD oleh masyarakat asli Melayu, belum berfungsinya kelembagaan desa
sebagai mana mestinya dan krisis kepercayaan penduduk desa kepada parnong
desa yang dinilai korupsi dan tidak berpihak pada masyarakat desa, pemekaran
wilayah Air Hitam menjadi kecamatan barn dan batas yang ada di Selatan TNBD
merupakan batas Cagar Biosfer di mana hampir keseluruhan batas tersebut berada
di dalam dan sekitar kebun karet masyarakat desa.
Strategi pemberdayaan masyarakat desa penyangga TNBD dilakukan dengan
empat tahapan utama yaitu sosialisasi TNBD, penetapan tata batas TNBD secara
partisipatif, penguatan institusi lokal pada desa interaksi dan fasilitasi proyek
pemerintah ke desa penyangga TNBD.
Jumlah penduduk Desa Jernih yang melakukan okupasi ke TNBD berkmang
dari awal yang berjurnlah 138 KK menjadi 5 KK Luasan lahan untuk kegiatan
ok upasi berkurang dari 303,6 ha menjadi 11 ha. Kegiatan usaha tani berupa
pertanian sawah yang selama ini ditinggalkan kembali dilakukan berkat
dampmgan LSM Warsi. Respon masyarakat terhadap kegiatan Warsi positif yang
dilihat dari respon pengetahuan, respon sikap dan respon perilaku tetapi rnasih
memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap bantuan baik sarana
produksi padi, penyuluhan dan pengawasan.
Jumlal1 penduduk Desa Baru yang melakukan okupasi ke TNBD berkurang
dari awal yang berjumlah 35 KK menjadi tidak ada. (0 KK). Luasan lahan untuk
k egiatan okupasi berkurang dari 147 ha menjadi O ha. Kegiatan usaha tani berupa
kebun karet semakin berkembang dengan program pemanfaatan lahan terlantar
untuk penanaman karet unggul dan menarnbah penghasilan masyarakat peserta
program. Respon masyarakat terhadap kegiatan Warsi positif yang dilihat dari
respon pengetahuan, respon sikap dan respon perilaku tetapi masih memiliki
tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap bantuan yang diberikan Warsi.
Taliapan adopsi masyarakat Desa Baru berada pada tahapan Evaluation Stage di
mana responden sudah mengaplikasikan ide baru (wanatani) dalam kehidupannya
tetapi masih mengantisipasi situasi yang akan data ng dan rnemutuskan untuk
dicoba atau tidak ide baru (proyek wanatani).
Pendampingan masyarakat oleh fasilitator desa di desa-desa bagian Selatan
TNBD tidak dilakukan secara intensif karena minimnya jurnlah fasilitator (hanya
satu orang) dan terbatasnya kapasitas fasilitator desa mengenai manajemen dan
teknis budidaya. Desa-desa bagian Selatan sudah bukan merupakan prioritas
utama dalam kegiatan Warsi sehingga pendampingan masyarakat di bagian
Selatan terbengkalai dan tidak dilakukan secara kontinyu. Tingkat partisipasi
masyarakat pada kegiatan LSM pada Desa Jernih dan Desa Baru rendah karena
masyarakat mengerjakan kegiatan karena ada bantuan yang difasilitasi oleh Warsi.
Jika tidak ada bantuan masyarakat enggan mengerjakan kegiatan.
Collections
- UT - Forest Management [2974]