Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh IBA dan Rootone-F terhadap Keberhasilan Cangkok Gaharu (Aquilaria crassna Pierre ex H. Lecomte)
View/ Open
Date
2005Author
Bayti, Nurul Sakinah
Djamhuri, Edje
Rahayu, Gayuh
Metadata
Show full item recordAbstract
lstilah "gaharu" berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu "garu" yang berarti berat,
merupakan sinonim dari kata aga/lochon, akaloth atau akalim dalam bahasa Yahudi (Burkill,
1935; Hou, 1960). Dalam perdagangan internasional gaharu dikenal juga dengan istilah
eaglewood, aleowood atau aganvood. Namun secara umum, gaharu dapat diartikan sebagai
kayu yang mengandung resin (damar) wangi dengan aroma yang agak kuat, ditandai oleh
warnanya yang hitam atau kehitam-hitaman berseling coklat (Annon, 1995).
Gubal gaharu adalah salah satu hasil hutan ikutan yang merupakan komoditi ekspor.
Gubal pada batang pohon gaham (Aquilaria spp.) terlihat sebagai gumpalan padat, berwama
coklat hitam dan harum ketika dibakar. Pohon gaharu yang berpotensi menghasilkan gubal
yang berkualitas tinggi antara lain: A. crassna, A. malaccensis dan A. microcarpa (Hou,
1960). Gubal digunakan sebagai dupa, bahan industri parfum (Heyne, 1987) dan bahan obatobatan
(Annon, 1995). Disamping itu gubal gaharu juga digunakan sebagai bahan kosmetik
(Baden et al. 2000), penolak gigitan serangga (Heuvelling van Beek dan Phillips 1994 dalam
Barden et el. 2000).
Kelangkaan pohon gaharu di hutan alam disebabkan oleh adanya eksploitasi gaharu
secara besar-besaran sebagai upaya untuk memenuhi pennintaan pasar. Akibatnya, pohon
gaharu dinyatakan sebagai komoditi yang perdagangan internasionalnya diatur dalam daftar
Appendix 11 Convention of International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora (CITES) sejak tahun 1995 (Suhartono 1999; Barden et al. 2000).
Salah satu upaya mengatasi kelangkaan pohon gaharu adalah dengan penyediaan
bibit yang dapat dilakukan melalui perbanyakan vegetatif. Perbanyakan vegetatif dengan
teknik cangkok pada jenis gaharu diarahkan untuk mengambil genotipa unggul pohon gaharu
(Aquilaria spp.) yang mampu menghasilkan gubal yang berkualitas. Selain itu pengambilan
genotipa unggul dengan teknik cangkok juga diarahkan dalam pembangunan bank klonal
(clonal bank) untuk mengkonservasi genetik unggul dari alam. Keberhasilan pencangkokan
sangat ditentukan oleh kecepatan pertumbuhan akar. Salah satu upaya untuk mempercepat
pertumbuhan akar adalah dengan pemberian zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh IBA dan
Rootone-F terhadap keberhasilan cangkok gaharu (A. crassna). Penelitian ini dilaksanakan di
Kebun Gaharu Jabon, Parung, Bogor selama 18 minggu, mulai 18 Januari sampai 23 Mei
2004.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak Iengkap (RAL) 4 x 5 x 3 dengan ZPT
IBA terdiri dari 4 perlakuan yaitu AO= 0 ppm, Al= 250 ppm, A2 = 500 ppm, dan A3 = 750
ppm dan 5 ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari 3 cangkokan dan ZPT Rootone-F
terdiri dari 4 perlakuan yaitu BO = 0 mg/cangkokan, Bl = 100 mg/cangkokan, 200
mg/cangkokan, B3 = 300 mg/cangkokan dan 5 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 3
cangkokan. Tahapan kegiatan penelitian ini dimulai dari penyiapan zat pengatur tumbuh dan
tahapan mencangkok. Adapun tahapan mencangkok meliputi: pemilihan pohon induk yang
akan dicangkok, penyayatan kulit cabang, pembersihan kambium, pemberian ZPT, persiapan
media cangkokan, pemeliharaan cangkokan, dan pengamatan cangkokan.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon induk gaharu (A.crassna)
berumur 5 tahun, media cangkok berupa campuran tanah dan pupuk kandang l: 1,
pembalut media cangkok berupa plastik bening, ZPT IBA dan Rootone-F, pupuk NPK
15: 15:15, tali rafia, serta media semai berupa topsoil dan pupuk kandang 3: 1. Sedangkan alatalat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, gunting pangkas, gergaji, kamera, dan
polybag semai.
Parameter-parameter yang diukur dalam penelitian gaharu (A. crassna) dengan
teknik cangkok meliputi persentase hidup cangkokan di pohon, persentase berakar,
persentase berkalus, jumlah akar primer (JAP) dan panjang akar primer (PAP). Pengamatan
dan pemeliharaan terhadap cangkokan dilakukan setiap minggu.
Pada akhir penelitian tanpa atau dengan pemberian ZPT IBA menghasilkan
cangkokan hidup tinggi (100 %). Cangkokan dengan pemberian ZPT Rootone-F
menghasilkan cangkokan hidup berkisar 93.4 %-100 %. Pemberian ZPT IBA a.tau Rootone-F
tidak bepengaruh nyata terhadap persentase hidup cangkokan gaharu. Persentase hidup
cangkokan yang tinggi dengan pemberian ZPT IBA a.tau Rootone-F pada setiap ulangan
disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung (suhu dan kelembaban optimal). Sela.in
itu pemeliharaan cangkokan (penyiraman terhadap cangkokan setiap sekali seminggu)
mampu mempertahankan kelembaban media cangkokan.
Persentase berkalus cangkokan dengan pemberian ZPT [BA bervariasi antara 73.4
%-100 %. Sedangkan persentase berkalus cangkokan dengan pemberian ZPT Rootone-F
bervariasi antara 76.8 %-100 %. Pemberian ZPT IBA atau Rootone-F tidak berpengaruh
nyata terhadap persentase berkalus cangkokan. Tanpa a.tau dengan pemberian ZPT rBA atau
Rootone-F menghasilkan persentase berkalus yang tinggi. Dalam penelitian ini ca.bang yang
dicangkok adalah ca.bang berwarna coklat. Pemilihan ca.bang cangkokan yang baik
berpengaruh terhadap proses pembentukan kalus. Pada cabang yang berwarna coklat muda
akan lebih cepat terbentuk kalus.
Cangkokan dengan pemberian ZPT IBA, persentase berakar cangkokan 0 %-26. 7 %.
Sedangkan pada cangkokan dengan pemberian ZPT Rootone-F, persentase berakar
cangkokan 0 %-33.3 %. Cangkokan yang dibuat dengan atau tan.pa ZPT IBA atau Rootone-F
menunjukkan kemampuan berakar yang rendah. Dalam penelitian ini cabang yang dicangkok
sebagian besar berasal dari ca.bang plagiotrop. Faktor yang menyebabkan pemberian ZPT
IBA atau Rootone-F pada beberapa ulangan menghasilkan persentase berakar yang rendah
karena kesulitan memilih cabang ortotrop pada pohon gaharu yang akan dicangkok. Bahan
cangkokan menentukan kualitas perakaran. Cangkokan yang berasal dari batang ortotrop
akan berakar lebih cepat dan lebih banyak daripada cangkokan yang berasal dari batang
plagiotrop, karena pada batang ortotrop ban.yak memiliki sel-sel meristem yang mengandung
auksin endogen lebih ban.yak gun.a menstimulir pembentukan akar (Hartmann dan Kester,
1968). Batang ortotrop dengan jumlah daun yang memadai memiliki kandungan karbohidrat
yang lebih besar daripada plagiotrop. Karbohidrat dibutuhkan sebagai sumber energi dan
kerangka karbon untuk pembelahan sel guna mendukung pembentukan akar.
Jika dikaitkan dengan persentase cangkokan berkalus, pada cangkokan dengan
pemberian beberapa konsentrasi IBA (250 ppm, 500 ppm dan 750 ppm) dan dosis Rootone-F
(J 00 mg, 200 mg dan 300 mg) diperoleh persentase berakar yang rendah. Persentase berakar
cangkokan yang rendah, diduga karena pembentukan akar yang lamban akibat rendahnya
konsentrasi ZPT yang diberikan. Sehingga untuk mempercepat pembentukan akar cangkokan
gaharu ini dilakukan dengan cara menaikkan konsentrasi ZPT.
Pada cangkokan dengan pemberian ZPT IBA, rata-rata J AP 0-3 .25 dan rata-rata PAP
0-3.78 cm. Sementara rata-rata JAP yang terbentuk dengan pemberian ZPT Rootone-F 0-
5.25 cm dan rata-rata PAP 0-3.95 cm.
Collections
- UT - Forest Management [2956]