Analisis dampak guncangan makroekonomi terhadap stabilitas perbankan dalam sistem perbankan ganda di Indonesia
Abstract
Keberadaan stabilitas sistem perbankan dalam suatu negara mutlak diperlukan. Stabilitas sistem perbankan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdiri dari faktor internal bank seperti manajemen bank, baik dari pihak pemilik maupun pengelola bank dan faktor eksternal bank. Faktor eksternal terdiri dari faktor non-ekonomi dan faktor ekonomi. Faktor non-ekonomi yang dapat mempengaruhi kinerja industri perbankan berupa bencana alam dan campur tangan politik yang dapat mempengaruhi kebijakan otoritas berwenang, sedangkan faktor ekonomi berupa perubahan kondisi makro dan mikroekonomi global dan atau domestik.
Stabilitas makroekonomi dan stabilitas perbankan merupakan dua aspek yang saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Perkembangan indikator makroekonomi merupakan faktor-faktor risiko yang dihadapi perbankan. Jika perkembangan indikator makroekonomi tersebut bersifat stabil, maka semakin kecil pula risiko yang dihadapi perbankan sehingga stabilitas perbankan pun tetap terjaga. Stabilitas perbankan secara umum tercermin dari fungsi intermediasi perbankan yang berjalan baik dan kondisi perbankan yang sehat yang diukur berdasarkan rasio non-performing loans (NPLs) atau istilah yang digunakan pada bank syariah adalah non-performing financings (NPFs). NPL atau NPF mengukur stabilitas suatu bank dari sisi kualitas aset produktif yang dimiliki bank.
Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh guncangan makroekonomi terhadap stabilitas kedua sistem perbankan, yaitu perbankan konvensional dan perbankan syariah di Indonesia sebagai negara yang menerapkan sistem perbankan ganda. Secara teori, dalam dual banking system, baik perbankan konvensional maupun perbankan syariah memiliki dua pondasi filosofi yang berbeda. Namun, di negara yang menganut sistem perbankan ganda, baik perbankan konvensional maupun perbankan syariah menghadapi risiko yang sama karena masih terdapat dalam satu lingkungan makroekonomi yang sama.
Analisis dilakukan dengan menggunakan metode Vector Autoregressive (VAR) atau Vector Error Correction Model (VECM). Variabel dependen yang digunakan dalam model ini adalah variabel indikator kesehatan dan kestabilan perbankan, yaitu rasio non-performing loans (NPLs) gross bank umum konvensional dan non-performing financings (NPFs) gross bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS), sedangkan variabel independennya adalah jumlah uang beredar (M2), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), nilai tukar mata uang riil Rupiah terhadap USD (EXRATE), Consumer Price Index (CPI), Industrial Production Index (IPI), jumlah kredit yang diberikan bank
konvensional (LOAN) dan jumlah pembiayaan yang diberikan bank syariah (FINC). Periode amatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah antara bulan Januari 2002 sampai dengan September 2009.
Hasil analisis IRF menunjukkan bahwa NPL bank konvensional merespon guncangan variabel SBI, EXRATE, CPI dan IPI sesuai dengan hipotesis yang diharapkan, sedangkan guncangan M2 direspon berbeda. Guncangan EXRATE dan CPI juga direspon oleh NPF syariah sesuai dengan hipotesis yang diharapkan, sementara guncangan M2, SBI dan IPI direspon sebaliknya. Hasil analisis IRF juga menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel NPF bank syariah tidak lebih stabil dibandingkan dengan variabel NPL bank konvensional dalam merespon guncangan variabel makroekonomi yang terjadi. Hal tersebut terlihat dari tingkat fluktuasi dan lambatnya periode kestabilan respon variabel NPF bank syariah terhadap guncangan tersebut dibandingkan NPL bank konvensional.
Berdasarkan hasil analisis FEVD dapat dilihat bahwa NPF bank syariah lebih sensitif dalam merespon guncangan makroekonomi jika dibandingkan dengan NPL bank konvensional terutama variabel CPI yang berpengaruh secara dominan terhadap variabel NPF bank syariah. Hasil simulasi FEVD juga menunjukkan bahwa secara umum guncangan pada variabel NPL bank konvensional lebih banyak disebabkan oleh guncangan variabel NPL itu sendiri. Hal tersebut didukung dengan hasil uji beda U Mann-Whitney yang menunjukkan bahwa dampak guncangan makroekonomi terhadap NPL konvensional dan NPF syariah, baik secara keseluruhan maupun secara individu, signifikan berbeda secara statistik.
Saran yang dapat diberikan penulis adalah otoritas berwenang terutama otoritas moneter, hendaknya memperhatikan pengaruh kebijakan moneter, khususnya yang tercermin pada volatilitas inflasi, suku bunga dan nilai tukar terhadap perubahan nilai pos-pos neraca dan laba rugi perbankan, terutama perbankan syariah. Kelemahan dari penelitian ini terletak pada penggunaan datanya yang bersifat agregat sehingga tidak dapat melihat dinamika yang terjadi pada bank secara individu. Saran yang terkait adalah hendaknya menggunakan data bank secara individual dan melihat bagaimana pengaruh ukuran aset masing-masing bank dalam merespon guncangan makroekonomi. Penggunaan metode regresi panel kemungkinan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih baik