Show simple item record

dc.contributor.advisorPriyarsono, D.S
dc.contributor.authorRatnasari, Intan
dc.date.accessioned2023-10-18T00:50:59Z
dc.date.available2023-10-18T00:50:59Z
dc.date.issued2010
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/126865
dc.description.abstractSistem distribusi memiliki peranan penting dalam perekonomian masyarakat. Sistem distribusi yang berfungsi dengan baik akan mampu menggerakkan suatu komoditas, khususnya komoditas pangan dari produsen ke konsumen dengan biaya minimal. Salah satu indikator efisiensi pasar dari suatu komoditas adalah adanya integrasi pasar yang relatif sempurna. Sehingga pergerakan harga dapat ditransmisikan secara efisien ke seluruh pasar yang tersebar secara spasial. Kedelai sebagai salah satu sumber bahan pangan juga memegang peranan penting dalam perdagangan pangan nasional. Konsumsi kedelai telah membudaya di masyarakat Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Permasalahan yang dihadapi oleh sistem distribusi kedelai adalah terjadinya tingkat disparitas harga yang relatif tinggi dan fluktuasi harga yang belum terkendali. Kinerja sistem tataniaga yang buruk dan tingkat produksi kedelai yang terpusat dalam areal tanam yang kecil dengan letak yang saling berjauhan menjadi penyebab adanya kesulitan pemasaran. Permasalahan tersebut menjadi indikator terjadinya inefisiensi dalam sistem distribusi kedelai. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pola distribusi dan integrasi pasar kedelai di tiga provinsi sentra produksi dan konsumsi di Pulau Jawa yang meliputi Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada penelitian ini, untuk melihat pola distribusi di tiap provinsi digunakan analisis deskriptif terhadap data hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009. Sedangkan untuk menganalisis integrasi pasar digunakan model IMC (Index of Market Connection) melalui pendekatan model Autoregressive Distributed Lag yang dikembangkan oleh Ravallion dan persamaan dalam model diduga dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Periode waktu yang digunakan untuk melihat keterpaduan pasar antarprovinsi yaitu dari Januari 2000 sampai Desember 2008. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ketiga provinsi memiliki pola distribusi kedelai yang belum berjalan secara efisien. Hal tersebut dilihat dari panjangnya rantai pemasaran, tingkat signifikansi model dan derajat keterpaduan (integrasi) pasar yang lemah. Panjangnya rantai pemasaran disebabkan lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran kedelai cukup banyak. Hal tersebut menyebabkan adanya biaya yang tinggi, sehingga margin pemasaran antara produsen dan konsumen menjadi lebih besar. Selain itu, tingkat signifikansi dan integrasi pasar yang rendah juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadi inefisiensi pola distribusi kedelai. Jawa Barat memiliki derajat keterpaduan pasar yang lemah dengan pasar acuan (Jawa Timur) baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal tersebut diduga karena informasi harga akibat perubahan permintaan atau penawaran dari produsen sampai ke konsumen tidak akurat, sehingga tidak dapat diakses oleh seluruh pelaku pasar dengan baik. 3 Berbeda dengan Jawa Tengah, antara pasar acuan dengan pasar lokal terintegrasi lemah dalam jangka pendek tetapi terintegrasi kuat dalam jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa antara pasar Jawa Tengah dengan Jawa Timur terdapat hubungan yang erat dan stabil dalam jangka panjang melalui harga di kedua tempat, meskipun hubungan tersebut dapat terganggu oleh pengaruh jangka pendek seperti informasi yang tidak akurat. Jika ditinjau dari sisi kelayakan model, hipotesis integrasi pasar dapat diterima, namun dari sisi signifikansi peubah ternyata tidak semua informasi yang mewakili kondisi di pasar acuan diteruskan ke pasar lokal. Temuan ini mengindikasikan bahwa integrasi pasar belum terjadi secara optimal, karena perkembangan harga di pasar acuan tidak sepenuhnya direfleksikan terhadap harga di pasar lokal. Kedua temuan ini memberikan gambaran bahwa : 1) di satu sisi, kekuatan pasar/ekonomi secara umum telah menyebabkan perkembangan harga di pasar acuan tetap tercermin (meskipun belum optimal) pada tingkat harga di pasar lokal. 2) di sisi lain, tingkat harga di pasar lokal secara dominan masih dipengaruhi oleh perkembangan harga di pasar yang bersangkutan. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemasaran kedelai di Provinsi Jawa Tengah masih belum efisien, karena informasi di pasar acuan tidak sepenuhnya dimanfaatkan oleh pelaku pasar di tingkat pasar lokal dalam proses determinasi harga.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcEconomic and managementid
dc.subject.ddcEconomicid
dc.titlePola distribusi dan integrasi pasar kedelai di tiga provinsi sentra kedelai di pulau Jawaid
dc.typeUndergraduate Thesisid
dc.subject.keywordPola Distribusiid
dc.subject.keywordIntegrasi Pasarid
dc.subject.keywordRavallionid
dc.subject.keywordBogor Agricultural Universityid
dc.subject.keywordInstitut Pertanian Bogorid
dc.subject.keywordIPBid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record