Perlakuan awal pada bambu dan pengaruhnya terhadap sifat-sifat bambu awetan
Abstract
Bambu akhir-akhir ini mulai banyak menggantikan fungsi dan peranan
kayu untuk beberapa keperluan. Namun karena tergolong kurang atau bahkan
tidak awet sehingga rentan terhadap serangan organisme perusak khususnya
bubuk kayu kering, masa pakai bambu relatif singkat. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut biasanya bambu diawetkan terlebih dahulu sebelum
digunakan. Proses pengawetan yang biasa dilakukan adalah merendam bambu
dalam sungai, lumpur atau dalam kolam. Sayangnya perendaman hanya cocok
untuk beberapa jenis bambu sehingga perlu dilakukan tindakan pengawetan yang
efektif, yang salah satunya adalah dengan metode Boucherie. Penelitian ini
memfokuskan pada ketahanan bambu yang sudah diawetkan (bambu awetan)
terhadap serangan rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus Light) karena
penelitian sejenis masih jarang dilakukan.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan awal sebelum
bambu diawetkan, yaitu direndam dalam sungai dan tidak direndam (alami),
perbedaan konsentrasi larutan bahan pengawet senyawa boron (Na2B8O13.4H2O),
yaitu 0-, 2-, 4-, dan 6% terhadap penetrasi dan retensi bahan pengawet, beberapa
sifat Bambu Tali (Gigantochloa apus (J. A. & J. H. Schultes) Kurz) awetan dan
mortalitas rayap kayu kering
Pada penelitian ini baik buluh bambu yang masih berdaun dan beranting
(kondisi alami) maupun buluh bambu tanpa daun dan ranting yang telah direndam
terlebih dahulu didalam air sungai, keduanya diawetkan. Posisi bambu saat
diawetkan dalam keadaan tegak (vertikal). Setelah itu, bagian bambu yang
dimasuki bahan pengawet dijadikan unit sampel untuk pengujian sifat fisis dan
keampuhan bahan pengawet (efikasi). Efikasi dilakukan pada skala laboratorium
selama 4 minggu. Parameter yang diamati adalah penetrasi dan retensi bahan
pengawet, kadar air (KA), berat jenis (BJ), kerapatan, dan kehilangan berat
bambu, serta mortalitas rayap.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai penetrasi dan retensi bahan
pengawet bertutur-turut berkisar antara 40,64-110,56 cm dan 1,17-11,26 kg/m3.
Penetrasi dan retensi tertinggi terdapat pada bambu yang tidak direndam (alami)
tetapi diawetkan dengan konsentrasi 6%, sedangkan penetrasi dan retensi terendah
pada bambu yang direndam dan diawetkan dengan konsentrasi 2%.
KA bambu berkisar antara 11,41-13,60% dimana KA tertinggi terdapat pada
bambu yang direndam dan diawetkan dengan konsentrasi 2%, dan KA terendah
pada bambu yang tidak direndam (alami) tetapi diawetkan dengan konsentrasi
2%. BJ bambu berkisar antara 0,61-0,71. BJ tertinggi pada bambu yang tidak
direndam tetapi diawetkan dengan konsentrasi 6%, dan BJ terendah pada bambu
yang direndam dan diawetkan dengan konsentrasi 4%. Kerapatan bambu berkisar
antara 0,69-0,80 g/cm3. Kerapatan tertinggi pada bambu yang tidak direndam
tetapi diawetkan dengan konsentrasi 6%, sedangkan kerapatan terendah pada
bambu yang tidak direndam dan tidak diawetkan serta pada bambu yang direndam
dan diawetkan dengan konsentrasi 4%.
Collections
- UT - Forestry Products [2386]