Dinamika Kinerja Pembangunan, Konsentrasi Industri dan Ketimpangan Pembangunan Wilayah di Provinsi Jawa Barat.
View/ Open
Date
2023Author
Chairun R, A. Nur
Rustiadi, Ernan
Fauzi, Akhmad
Mulatsih, Sri
Metadata
Show full item recordAbstract
Pertumbuhan ekonomi rata-rata Provinsi Jawa Barat periode 2004-2019 5,72% lebih tinggi dari pertumbuhan nasional 5,42% yang merupakan buah keberhasilan dari kinerja pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini didukung oleh industri manufaktur sebagai komponen utama PDRB di tahun 2019 mencapai 42%. Di rinci, wilayah utara sebesar 5,23%, tengah sebesar 5,76% dan selatan sebesar 4,78%.
Kontribusi PDRB oleh sektor industri, juga merupakan lapangan usaha terbesar kedua yang menyerap tenaga kerja setelah pertanian. Untuk itu, kajian kebijakan pengembangan sektor industri, karena rentan akan guncangan (shock) seperti krisis moneter (monetary crisis), krisis ekonomi Eropa (eurozone crisis), dan perang dagang (trade war). Guncangan ekonomi tersebut berdampak pada kondisi perekonomian di Indonesia, tak terkecuali Provinsi Jawa Barat.
Di Jawa Barat berdasarkan data jumlah industri, tenaga kerja sektor industri dan PDRB perkapitanya menunjukkan terindikasi adanya ketidakmerataaan konsentrasi kegiatan industri pada wilayah. Wilayah utara dan tengah relatif lebih maju daripada wilayah selatan. Ketimpangan pembangunan wilayah terjadi terindikasi karena akibat persebaran sumber daya ekonomi yang tidak merata. Kecenderungan dominasi penguasaan PDRB perkapita dan pertumbuhan ekonomi yang tidak sama akan menyebabkan semakin timpangnya pembangunan antarwilayah (Sjafrizal, 2008).
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis capaian kinerja pembangunan wilayah dari aspek ekonomi, sosial, infrastruktur, dan resiliensi wilayah (regional Resilience); (2) menganalisis kondisi konsentrasi industri dan jaringan produksi global (global production networks); (3) menganalisis ketimpangan pembangunan wilayah, ketimpangan pembangunan antarwilayah, ketimpangan infrastruktur, dan tipologi wilayah; (4) menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi ketimpangan pembangunan wilayah. Lokasi penelitian di Provinsi Jawa Barat dengan membagi 3 bagian wilayah yakni utara, tengah dan selatan. rentang waktu data tahun 2004-2019 sebelum masa pandemi covid-19.
Berdasarkan hasil analisis capaian kinerja pembangunan wilayah yang tertinggi dengan nilai preferensi 0,821 pada wilayah utara, yakni Kabupaten Bekasi, Karawang, Indramayu, Subang, Cirebon, Kota Bekasi, Kota Cirebon. Wilayah tengah memiliki nilai preferensi sebesar 0,534 yakni Kabupaten Bogor, Kuningan, Majalengka, Bandung, Bandung Barat, Sumedang, Purwakarta, Kota bogor, Depok, Banjar, Cimahi, dan Tasikmalaya. Sedangkan kinerja pembangunan terendah dengan nilai preferensi 0,265 terdapat di wilayah selatan yakni: Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Garut, Ciamis, Pangandaran, dan Tasikmalaya. Berdasarkan hasil perhitungan indeks komposit resiliensi wilayah (regional resilience) secara spasial kabupaten/kota di Jawa Barat memiliki keberagaman nilai indeks resiliensi, namun tidak ada yang memiliki nilai indeks dibawah 0,59 artinya indeks resiliensinya terkategori tinggi yang berarti kinerja yang baik.
Dalam upaya peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan melalui konsentrasi industri di Jawa Barat menunjukkan nilai yang fluktuatif, dan kabupaten/kota ketiga wilayah yakni utara, tengah, dan selatan, memiliki nilai indeks krugman mendekati nilai 1 yang bermakna konsentrasi industri tinggi. Sejalan dengan konsentrasi industri yakni Global Production Networks (GPN) sesuai dengan pengkategorian Krugman tahun 2004-2006 nilainya sebesar < 40% masa tersebut sektor industri diperdagangan inter industri. Sedangkan Ketika pada tahun 2007; 2013-2018 nilainya > 40% ini memberikan arti sektor industri Jawa Barat diperdagangan intra industri.
Indeks Williamson dan Indeks Theil menunjukan ketimpangan pembangunan wilayah periode 2004-2019 mengalami penurunan di wilayah utara namun memperlihatkan angka indeks bernilai diatas 0,5. Sama halnya dengan wilayah tengah memperlihatkan angka indeks diatas 0,5 yang berarti pada kategori tinggi. Sebaliknya wilayah selatan cenderung konstan mendekati nilai nol. Ketersediaan fasilitas infrastruktur terlengkap terdapat di wilayah utara dengan pola pertumbuhan daerah maju dan pertumbuhan cepat (kuadran I) lebih banyak dibandingkan dengan kabupaten/kota di wilayah tengah dan selatan.
Secara panel data Berdasarkan hasil regresi model FEM-GLS (Fix Effect Model-General Least Square) terhadap ketimpangan pembangunan wilayah bahwa peubah konsentrasi industri, indeks pembangunan manusia (IPM), penduduk, dana perimbangan, tenaga kerja sektor industri, berpengaruh secara positif. Sedangkan peubah pendapatan domestik regional bruto (PDRB), PDRB sektor industri, investasi, kelembagaan, infrastruktur berpengaruh negatif, artinya peubah tersebut dapat menurunkan ketimpangan pembangunan. Dalam hal ini koefisien konsentrasi industri inelastis terhadap ketimpangan pembangunan wilayah di Jawa Barat.
Collections
- DT - Human Ecology [537]