Penggunaan Ruang Dan Pengendalian Konflik Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis) Di Telaga Warna Bogor
Date
2023-08-10Author
Hartati, Bunga Resa
Santoso, Nyoto
Arief, Harnios
Metadata
Show full item recordAbstract
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan sejenis primata dengan sebaran luas dan habitat yang beragam. Monyet ekor panjang dapat menempati berbagai habitat seperti hutan dataran rendah, hutan sekunder, hutan mangrove, hutan riparian, hutan pegunungan, hutan rawa, hutan pantai, hutan bakau dan termasuk di habitat yang berjarak cukup dekat dengan jalan raya dan pemukiman penduduk. Luasnya sebaran dan tingginya tingkat adaptasi, menyebabkan monyet ekor panjang untuk dapat hidup dan beradaptasi pada lingkungan atau ruang yang tumpang tindih dengan aktivitas manusia. Tumpang tindih pemanfaatan ruang antara monyet ekor panjang dan manusia dapat menyebabkan adanya interaksi, baik secara positif atau negative. Pertumbuhan populasi manusia menyebabkan berkurangnya habitat dan area aktivitas dari monyet ekor panjang. Hilangnya habitat dan sumber pakan serta adanya dukungan dari habituasi dan adaptasi terhadap manusia menyebabkan monyet ekor panjang untuk masuk ke area aktivitas manusia untuk mencari makan.
Cagar Alam (CA) dan Taman Wisata Alam (TWA) Telaga warna merupakan salah satu area perlindungan monyet ekor panjang yang berada di Area Wisata Puncak Bogor. Monyet ekor panjang di Telaga Warna telah beradaptasi dengan keberadaan dan makanan dari manusia karena adanya aktivitas pemberian makan oleh wisatawan, sehingga terdapat perubahan jenis pakan dari pakan alami menjadi campuran dengan makanan manusia. Kecenderungan peningkatan jumlah wisatawan menyebabkan adanya peningkatan interaksi antara wisatawan dengan monyet ekor panjang yang dapat meningkatkan potensi gangguan dan konflik. Hal ini menyebabkan penelitian mengenai pola pemanfaatan ruang dan pengendalian konflik monyet ekor panjang dengan wisatawan perlu untuk dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk 1) Menganalisis demografi populasi monyet ekor panjang di Telaga Warna, 2) Menganalisis perilaku, dan penggunaan ruang monyet ekor panjang di Telaga Warna, 3) Menganalisis persepsi pengunjung terhadap keberadaan dan gangguan monyet ekor panjang di Telaga Warna, dan 4) Menganalisis potensi konflik dan upaya pengendalian konflik monyet ekor panjang di Telaga Warna.
Penelitian dilakukan pada bulan Maret–Mei 2021 di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Telaga Warna, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Data yang dikumpulkan meliputi demografi populasi, perilaku dan pola penggunaan ruang, persepsi pengunjung dan potensi dan upaya pengendalian konflik. Analisis data demografi populasi menggunakan perhitungan konsentrasi berdasarkan ukuran populasi, kepadatan populasi, jenis kelamin dan struktur umur. Perilaku monyet ekor panjang dan penggunaan ruang menggunakan analisis kualitatif dengan menguraikan secara umum data yang di peroleh dengan melihat kondisi antar kelompok monyet ekor panjang yang di amati. Analisis vegetasi menggunakan indeks nilai penting untuk menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Persepsi masyarakat terhadap gangguan monyet ekor panjang diperoleh dari hasil kuisioner, dan dianalisis menggunakan skala likert dan analisis regresi linear untuk mengetahui faktor yang memengaruhi persepsi dari responden. Adapun upaya pengendalian konflik dianalisi secara kualitatif dengan menguraikan dan menjelaskan secara umum upaya dalam pengendalian konflik monyet ekor panjang.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat dua kelompok monyet ekor panjang yaitu kelompok A dan B. Kelompok A terdiri dari 26 individu dengan jumlah dewasa sebanyak 11 individu, 7 individu remaja, 4 individu anak, dan 4 individu bayi. Kelompok B terdiri dari 38 individu terdiri 16 individu dewasa, 9 individu muda, 5 individu anak, dan 8 individu bayi. Kepadatan populasi monyet ekor panjang sebesar 0,13 individu/ha. Seks rasio populasi monyet ekor panjang di Telaga Warna secara keseluruhan adalah 1:1,53, yang artinya jumlah betina lebih banyak dari jumlah jantan. Struktur umur monyet ekor panjang di Telaga menunjukkan indikasi kepunahan populasi karena memiliki struktur umur yang menurun (regressive population) dengan jumlah umur dewasa lebih banyak dibandingkan dengan umur muda. Perilaku monyet ekor panjang paling didominan pada kelompok A dan B secara berturut-turut yaitu perilaku makan sebesar 27,71% dan perilaku bergerak sebesar 29,33%. Wilayah jelajah monyet ekor panjang di Telaga Warna menunjukkan adanya tumpang tindih antara area kelompok A dan B seluas 1,93 ha. Monyet ekor panjang menggunakan seluruh tutupan lahan di Telaga Warna meliputi, hutan, perkebunan, lahan terbuka, pemukiman dan badan air (danau), yang ditemukan pada ketinggian 1400-1600 m dpl dan berada pada kemiringan lereng 25-45%.
Pengunjung yang datang di Telaga Warna sebagian besar (65,08%) ingin menikmati panorama dan hanya 3,17% menikmati keindahan satwa, dengan mayoritas pengunjung (50,79%) bersikap netral terhadap keberadaan monyet ekor panjang, responden lebih banyak tidak tertarik untuk memberi makan moyet ekor panjang (77,78%), jumlah responden yang tidak mengalami konflik lebih banyak (71,43%) dibandingkan jumlah responden yang mengalami konflik sebesar (28,57%). Konflik yang terjadi antara monyet dan manusia dipengaruhi dari makanan yang dibawa pengunjung serta kebiasaan pengunjung yang memberikan makanan pada monyet ekor panjang. Strategi pengendalian konflik monyet ekor panjang yang dapat dilakukan di Telaga Warna yaitu pemindahan populasi MEP, penambahan pawang/keeper, pembuatan SOP atau peraturan untuk pengunjung, perbaikan habitat, pembatasan jumlah pengunjung, larangan pemberian pakan, tempat penitipan barang, dan merelokasi pedagang dan membuat larangan bagi pedagang untuk memasuki area wisata yang juga merupakan habitat monyet ekor panjang. Long-tailed macaque (Macaca fascicularis) is a type of primate with a wide distribution and diverse habitats. Long-tailed macaques can occupy a variety of habitats such as lowland forests, secondary forests, mangrove forests, riparian forests, mountain forests, swamp forests, coastal forests, and mangrove forests, as well as in habitats that are pretty close to highways and human settlements. The breadth of distribution, and the high level of adaptation, cause long-tailed monkeys to be able to live and adapt to environments or spaces that overlap with human activities. Overlapping space utilization between long-tailed monkeys and humans can lead to positive or negative interactions. The growth of the human population has led to a reduction in the habitat and activity areas of the long-tailed macaques. Loss of habitat and food sources as well as support from habituation and adaptation to humans causes long-tailed monkeys to enter areas of human activity to look for food.
The Telaga Warna Nature Reserve (CA) and Nature Tourism Park (TWA) were protected areas for long-tailed monkeys in the Puncak Bogor Tourism Area. The long-tailed macaques at Telaga Warna have adapted to the presence and food of humans due to feeding activities by tourists, so there has been a change in the type of feed from natural food to mixed with human food. The tendency for an increase in the number of tourists leads to an increase in interaction between tourists and long-tailed macaques, which can increase the potential for disturbance and conflict. This causes research on patterns of spatial use and conflict control of long-tailed macaques with tourists to be carried out. Based on this background, this study aims to 1) analyze the demographics of the long-tailed macaque population in Telaga Warna, 2) analyze the behavior and use of space for long-tailed macaques in Telaga Warna, 3) analyze visitor perceptions of the presence and disturbance of long-tailed macaques in Telaga Warna, and 4) Analyze potential conflicts and efforts to control long-tailed macaque conflicts in Telaga Warna.
The research was conducted in March–May 2021 at the Telaga Warna Nature Reserve and Nature Tourism Park, Bogor Regency, West Java. The data collected includes population demographics, behavior and space use patterns, visitor perceptions, conflict potential and conflict control efforts. Analysis of population demographic data uses concentration calculations based on population size, population density, sex, and age structure. The behavior of long-tailed macaques and spatial use were analyzed using qualitative analysis by describing in general the data obtained by looking at the conditions between groups of long-tailed macaques that were observed. Vegetation analysis uses an important value index to describe the ecological position of a species in the community. Community perceptions of long-tailed macaque disturbances were obtained from the questionnaire results. They were analyzed using a Likert scale and linear regression analysis to determine the factors that influence respondents' perceptions. The conflict control efforts were analyzed qualitatively by describing and explaining the steps to control long-tailed macaque conflicts.
The results showed that there were two groups of long-tailed monkeys, namely group A and B. Group A consisted of 26 individuals with 11 adults, 7 juveniles, 4 children, and 4 infants. Group B consisted of 38 individuals consisting of 16 adults, 9 young individuals, 5 children, and 8 infants. The population density of long-tailed macaques was 0,13 individuals/ha. The sex ratio of the long-tailed macaque population in Telaga Warna as a whole was 1:1,53, which means that there are more females than males. The age structure of the long-tailed macaques in Telaga Warna showed an indication of population extinction because it has a regressive population with a greater number of adults compared to the younger age group. The behavior of long-tailed macaques was most dominant in groups A and B respectively, namely eating behavior of 27,71% and moving behavior of 29,33%. The home ranges of long-tailed macaques at Telaga Warna showed overlap between groups A and B areas by 1,93 ha. The Long-tailed macaques in Telaga Warna used all land cover, namely forests, plantations, open land, settlements, and bodies of water (lakes), which are found at an altitude of 1400-1600 m above sea level and are located at a slope of 25-45%.
Most of the visitors who came to Telaga Warna (65.08%) wanted to enjoy the panorama, and only 3.17% came to enjoy the beauty of the animals. The majority of visitors (50.79%) were neutral towards the presence of long-tailed monkeys, most respondents were not interested in feeding long-tailed monkeys (77.78%), and most of the respondents did not experience conflict (71.43%) with the Long-tailed macaque. Conflicts that occur between monkeys and humans were influenced by the food brought by visitors and the habits of visitors who give food to long-tailed macaques. Strategies for controlling long-tailed macaque conflicts that can be carried out at Telaga Warna include moving the MEP population, adding keepers, making SOPs or regulations for visitors, improving habitat, limiting the number of visitors, prohibiting feeding, keeping goods, and relocating traders and making bans for traders to enter the tourist area which is also the habitat of long-tailed macaques.
Collections
- MT - Forestry [1419]