Evaluasi Upaya Penerapan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) Limbah Pekerjaan MEP (Mechanikal, Elektrical, Plumbing) pada Proyek Konstruksi Gedung di Jabodetabek
Abstract
Proyek konstruksi merupakan salah satu sektor yang sangat berkembang pesat di Indonesia dan berpengaruh terhadap lingkungan dari limbah konstruksi yang dihasilkan. Limbah konstruksi yang dihasilkan seringkali dibuang begitu saja ke tempat pembuangan akhir (TPA) dan mengakibatkan TPA semakin penuh. Keberadaan TPA sering dianggap mengganggu masyarakat yang tinggal disekitarnya. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis jenis dan jumlah limbah konstruksi khususnya limbah yang dihasilkan dari pekerjaan MEP, mengevaluasi pemanfaatan limbah konstruksi berdasarkan prinsip 3R, mengevaluasi nilai ekonomis, nilai jual limbah dan biaya untuk membuang limbah konstruksi, serta merumuskan rekomendasi pengelolaan limbah konstruksi sehingga dapat ditemukan solusi untuk penerapan 3R pada proyek konstruksi.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2022 hingga Maret 2023 dengan menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Sumber data untuk penelitian dari data Bill of Quantity (BOQ), data gambar as-built, serta hasil wawancara. Data lainnya diperoleh dari pustaka dan literatur ilmiah.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa jenis limbah konstruksi yang dihasilkan berdasarkan jenisnya, sebagian besar terdiri atas beberapa jenis kabel yang berbahan dasar tembaga, pipa besi dan plastik, serta ducting polyurethane (PU). Jumlah limbah konstruksi terbesar berasal dari proyek kantor yaitu kabel NYA 2 × 1,5 mm2 yang berjumlah 216.515 m. Limbah konstruksi yang paling mendominasi dari seluruh proyek yang diteliti adalah kabel dikarenakan adanya perbedaan antara cara perhitungan saat proses penawaran berdasarkan dokumen BOQ dengan jumlah aktual yang terpasang berdasarkan gambar as-built dan monitoring yang kurang detil dari pihak pemilik proyek dan konsultan pengawas saat pekerjaan berlangsung.
Hasil penelitian menunjukkan penerapan limbah konstruksi berdasarkan prinsip 3R yaitu reduce dengan menghitung jumlah material saat penawaran lebih detail, memprioritaskan penggunakan material sisa stok, memonitor kebersihan dan kerapihan area kerja, mendata stok material, serta menyediakan tenaga keamanan; reuse dengan memberikan sisa material ke pihak pemilik proyek, serta mengembalikan sisa material ke gudang pusat untuk dipergunakan di proyek lain; dan recycle dengan menjual sisa material yang tidak dapat dipakai ke pengepul.
Nilai ekonomi berupa waste level tertinggi diperoleh dari proyek kantor, kondotel dan pabrik masing-masing terdiri atas kabel FRC 4 × 1 × 35 mm2 + NYA 16 mm2 (95%), kabel ITC 2 × (1 × 1,5 mm2) + PVC conduit ¾” (98%.), serta kabel NYY 4 × 4 mm2 + BC 4 mm2 (95%). Nilai waste cost tertinggi dari proyek kantor, kondotel dan pabrik masing-masing terdiri atas kabel NYA 2 × 1,5 mm2 (Rp 3.897.270.000,00), ducting PU (Rp 5.727.267.000,00), dan copper busduct 5000 A, 3 Ø, 50 Hz, 4 wire + 50% housing grounding, IP 54 (Rp 522.516.000,00). Sementara itu, waste index yang didapat dari masing-masing proyek kantor, apartemen & hotel, serta pabrik berturut-turut adalah 0,029, 0,04, dan 0,016. Nilai jual limbah tertinggi untuk scrap pada tembaga yaitu Rp 70.000,00 per kg, besi Rp 4.500,00 per kg, dan seng sebesar Rp 500,00 per kg. Biaya untuk membuang limbah konstruksi berkisar Rp 2.000.000,00 hingga Rp 1.200.000,00.
Berdasarkan hasil analisis SWOT, faktor yang paling dominan memberikan keuntungan merujuk pada identifikasi setiap parameter terkait limbah konstruksi adalah Strength – Opportunities (SO). Rekomendasi pengelolaan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis informasi responden pada saat wawancara dan analisis SWOT yaitu perlunya peningkatan peran serta manajemen dan kontraktor dalam upaya pengelolaan limbah konstruksi melalui peningkatan kesadaran, pengetahuan, peningkatan SOP dan penetapan anggaran juga sangat dibutuhkan. Selain itu, peninjauan terkait material selain unit yang terpasang dan penerapan kebijakan tertentu oleh manajemen proyek untuk pengelolaan limbah konstruksi diharapkan dapat menekan limbah konstruksi yang dihasilkan.