Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Berbasis Dampak Perubahan Garis Pantai di Kota Semarang
View/ Open
Date
2023-08-07Author
Amalia, Febrianti
Zairion, Zairion
Atmadipoera, Saleh Agus
Metadata
Show full item recordAbstract
Perubahan garis pantai dapat mengancam kelestarian dan ketahanan pesisir.
Bahkan dampak dari perubahan garis pantai akan terus meningkat setelah abad ke
21 berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate Change. Salah satu kota di
Indonesia yang rentan terhadap ancaman tersebut adalah pesisir Kota Semarang.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh masyarakat maupun Pemerintah Kota
Semarang, namun permasalahan tesebut masih menjadi kendala hingga saat ini.
Padahal di masa depan aktivitas manusia akan semakin meningkat di zona pesisir.
Akibatnya pengelolaan pesisir di wilayah tersebut tidak berjalan maksimal. Hal
ini disebabkan masyarakat pesisir masih kurang peduli terhadap rehabilitasi pantai
dan memahami pentingnya kelestarian ekosistem pesisir bagi kehidupan. Di sisi
lain, Pemerintah Kota Semarang juga mengalami kesulitan dalam meningkatkan
kesadaran dan partisipasi masyarakat. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan
untuk (1) menganalisis perubahan garis pantai beserta variabel yang
mempengaruhi serta kerentanan dan dampaknya; (2) menyusun strategi
pengelolaan yang tepat secara jangka panjang dalam menghadapi dampak
perubahan garis pantai.
Garis pantai pada penelitian ini menggunakan data satelit yang memiliki
interval waktu lima tahun, terdiri atas citra satelit Landsat 7 (tahun 2001, 2006,
2011), Landsat 8 (tahun 2016) dan Sentinel 2A (tahun 2021). Variabel yang
digunakan terdiri atas pasang surut (Admiralty), arah dan kecepatan angin (Wind
Rose), gelombang (Sverdrup Munk Bretschneider), batimetri (kemiringan dan
kedalaman pantai) dan jenis sedimen (Gravel Sand Mud). Indikator kerentanan
dampak terdiri atas (1) Indeks kerentanan pantai (Coastal Vulnerability Index); (2)
kerentanan fisik, sosial dan ekonomi masyarakat pesisir (bobot dan skor); serta (3)
kapasitas masyarakat (skala Likert). Dampak dari perubahan garis pantai
dilakukan dengan wawancara dan observasi langsung. Perumusan strategi
pengelolaan dilakukan dengan menerapkan strategi adaptasi dan mitigasi.
Skenario adaptasi masyarakat pesisir berbasis Stakeholder dianalisis dengan
Deskriptif Komparatif. Mitigasi wilayah pesisir yang dilakukan terdiri atas
Rehabilitasi Pantai (Soft dan Hard Structure), persepsi dan partisipasi (skala
Likert) serta kebutuhan masyarakat dan kapasitas Pemerintah Daerah (Deskriptif).
Hasil kajian menunjukkan bahwa pada tahun 2001 sampai 2021 pesisir Kota
Semarang mengalami abrasi dan akresi rata-rata sebesar 10,31 m/tahun dan 20,95
m/tahun. Abrasi dan akresi terjauh terjadi di Terboyo Wetan (1536,70 m atau
78,51 m/tahun) dan Terboyo Kulon (1980,02 m atau 101,16 m/tahun). Luas area
yang mengalami abrasi dan akresi yaitu 252,40 Ha dan 668,17 Ha. Garis pantai di
tahun 2021 juga mengalami perubahan dari 31,22 km menjadi 60,353 km.
Prediksi di tahun 2041 pesisir Kota Semarang akan mengalami abrasi dan akresi
rata-rata 10,15 m/tahun dan 19,69 m/tahun. Abrasi dan akresi terjauh akan terjadi
di Terboyo Wetan (2185,78 m atau 100,3 m/tahun) dan Terboyo Kulon (2042,9 m
atau 102,08 m/tahun). Luas area yang akan mengalami abrasi dan akresi yaitu
seluas 395,07 Ha dan 1076,98 Ha. Selama 20 tahun mendatang garis pantai akan
mengalami perubahan dari 31,22 km menjadi 77,687 km.
Variabel yang mempengaruhi terdiri atas (1) pasang surut tipe campuran
condong ke harian ganda; (2) angin yang bertiup pada musim Timur (Juni -
Agustus) dengan kecepatan 2,1 s/d 3,6 m/s; (3) tinggi gelombang maksimum yang
terbentuk pada musim Barat (Desember - Februari) dan musim Timur (Juni –
Agustus); (4) kedalaman berkisar 1,04 s/d 6,88 meter dan kemiringan pantai datar
dengan nilai 0,28°; (5) jenis sedimen pasir dan (6) reklamasi pantai 567,1 Ha.
Indeks kerentanan di Semarang berkisar 1,55 s/d 4,47 dan tergolong kategori
Rendah, namun dapat dikatakan memiliki kondisi yang kurang baik. Kerentanan
fisik masyarakat pesisir dengan kategori Tinggi pada variabel jumlah rumah dan
jarak rumah dari garis pantai. Kerentanan sosial dengan kategori Sedang pada
variabel jumlah penduduk dan pendidikan. Kerentanan ekonomi dengan kategori
Tinggi didominasi oleh variabel pekerjaan, jumlah KK miskin dan sarana
ekonomi. Kesadaran masyarakat masih rendah dibuktikan dengan kapasitas
masyarakat didominasi dengan kategori Sedang. Dampak yang ditimbulkan terdiri
atas abrasi dan akresi, banjir pasang/rob, perubahan wilayah pesisir, kerusakan
pantai serta hilangnya aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.
Strategi pengelolaan yang diterapkan yaitu adaptasi dan mitigasi.
Masyarakat pesisir Semarang telah beradaptasi baik secara ekonomi (memiliki
pekerjaan lain), rehabilitasi pantai, dan berbagai cara menghadapi risiko bencana
(konstruksi rumah, asuransi dan memiliki rumah lain). Alternatif adaptasi di masa
mendatang dengan menerapkan Strategi Protektif dan Akomodatif. Mitigasi yang
dapat dilakukan yaitu secara fisik dan sosial. Aspek fisik yaitu rehabilitasi pantai
dan sosial dengan peningkatan persepsi dan partisipasi masyarakat yang
dibuktikan dengan masih rendahnya aspek tersebut. Pengembangan kapasitas
Pemerintah Daerah Kota Semarang diperlukan karena ketersediaan SDM masih
belum memadai dan rendahnya pengetahuan perundangan terkait kebijakan
rehabilitasi pantai. Intensitas koordinasi Pemerintah dengan Institusi Eksternal
terkendala oleh UU No 23 Tahun 2014 sehingga terbatas dalam melaksanakan
program. Hal ini berpengaruh terhadap intensitas kegiatan penyelesaian masalah
Pemerintah karena kurangnya kajian ilmiah dan studi banding terkait kebijakan
pesisir.
Collections
- MT - Fisheries [3016]