Karakteristik Fisikokimia Tepung Talas Beneng Termodifikasi sebagai Ingredient Pangan Fungsional Alternatif
View/ Open
Date
2023-07-31Author
Nabiu, Nadya
Sulaeman, Ahmad
Nasution, Zuraidah
Metadata
Show full item recordAbstract
Tepung terigu mempunyai peranan penting dalam berbagai kebutuhan pangan
masyarakat Indonesia. Sebagian jenis makanan di Indonesia rata-rata terbuat dari
bahan baku tepung terigu akan tetapi dalam mendapatkan tepung terigu tersebut
Indonesia masih bergantung pada negara lain. Berdasarkan data Asosiasi Produsen
Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) dalam profil beacukai mencatat, konsumsi
gandum industri terigu nasional tahun 2020 adalah 8,6 juta ton atau setara terigu
6,7 juta ton. Tahun 2021, konsumsi gandum naik jadi 8,9 juta ton atau setara terigu
6,9 juta ton. Data APTINDO juga menunjukkan terjadinya peningkatan juga
terhadap importasi gandum tahun 2020 adalah 10,29 juta ton dan naik 11,5% pada
tahun 2021 menjadi 11,48 juta ton. Tingginya angka import gandum dan konsumsi
terigu di Indonesia secara tidak langsung akan menyebakan Indonesia memiliki
ketergantungan pangan terhadap negara lain sehingga apabila permasalahan ini
dibiarkan, maka akan timbul dampak negatif seperti menguras devisa negara yang
cukup banyak dan mengganggu ketahanan pangan nasional (Hastuti 2019).
Produk pangan berbahan dasar tepung terigu seperti roti tawar memiliki nilai
indeks glikemik yang tinggi yaitu berkisar 70 (Faidah dan Estiasih 2009), nilai ini
jika dilihat berdasarkan kelompoknya termasuk kelompok makanan yang memiliki
indeks glikemik yang tinggi. Menurut Arif et al.(2013), mengonsumsi produk
pangan yang memiliki nilai indeks glikemik tinggi meningkatkan kadar glukosa
darah dalam jangka waktu yang lama sehingga beresiko menimbulkan berbagai
macam masalah kesehatan salah satunya diabetes mellitus. Mengonsumsi makanan
dengan indeks glikemik yang tinggi dapat meningkatkan resistensi insulin dan
penurunan kerja pankreas karena memproduksi insulin lebih banyak (Suloi et al.
2020). Oleh sebab itu, perlu adanya pengembangan bahan baku yang dapat
membantu mengurangi penggunaan dari tepung terigu. Salah satu bahan pangan
yang dapat digunakan untuk menghasilkan tepung sebagai pengganti tepung terigu
adalah umbi-umbian.
Bahan pangan lokal yang memiliki potensi untuk membantu mengurangi
konsumsi terigu dan mempunyai nilai gizi serta manfaat bagi kesehatan adalah talas
beneng. Talas beneng (Xanthosoma undipes k.koch) berasal dari Kabupaten
Pandegelang, Provinsi Banten, Jawa Barat. Berdasarkan penelitian Apriani (2011),
talas beneng dilaporkan memiliki keunggulan dibandingkan dengan jenis talas
lainnya yaitu tingginya kandungan pati dan serat pangan. Perlu menjadi perhatian
bahwa tidak semua umbi-umbian, termasuk talas beneng mampu menggantikan
tepung terigu terutama dalam sifat fungsionalnya yang mengandung gluten
sehingga perlu dilakukan modifikasi tepung agar mendekati karakteristik dari
tepung terigu. Salah satu metode modifikasi yang dapat digunakan ialah dengan
melakukan proses fermentasi pada umbi talas.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik
fisikokimia serta potensi dari tepung talas beneng hasil modifikasi sebagai
ingredient pangan fungsional alternatif. Tujuan khusus pada penelitian ini yaitu 1)
mengembangkan tepung talas beneng termodifikasi, 2) menganalisis karakteristikfisikokimia dari tepung talas beneng termodifikasi, 3) menganalisis sifat fungsional
dari tepung talas beneng termodifikasi.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan
desain penelitian rancangan acak lengkap (RAL) dengan menggunakan tiga taraf
yaitu tanpa fermentasi yang digunakan sebagai kontrol, fermentasi terkontrol
(penambahan starter BIMO-CF) dan fermentasi spontan (tanpa penambahan starter).
Data hasil penelitian diolah menggunakan software Microsoft Excell 2016 dan
SPSS versi 22.0 dengan menggunakan uji analisis ragam One way- ANOVA
apabila terdapat hasil yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut
Duncan’s Multiple Range Test dengan nilai signifikansi kurang dari 0,05 (p<0,05).
Hasil penelitian menunjukkan metode modifikasi dengan perlakuan
fermentasi berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air, kadar abu, lemak, protein,
karbohidrat, amilopektin, densitas kamba, kapasitas penyerapan air, swelling power,
derajat putih, viskositas, serat pangan total, dan serat pangan larut tetapi tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai amilosa, rendemen, kelarutan, serat pangan tidak
larut dan daya cerna pati in vitro. Perlakuan modifikasi fermentasi menghasilkan
tepung dengan karakteristik terbaik dengan penambahan starter (fermentasi
terkontrol) karena menghasilkan tepung yang memiliki karakteristik swelling
power, kelarutan, viskositas, kapasitas penyerapan air, derajat putih dan serat
pangan yang lebih tinggi. Perlakuan terpillih ini menghasilkan tepung termodifikasi
dengan kadar air (8,65 g/100g), abu (0,83 g/100g), protein (5,95 g/100g), lemak
(0,50 g/100g), karbohidrat (83,70 g/100g), amilosa dan amilopektin (14,33 dan
69,37 g/100g), rendemen (17,36 g/100g), densitas kamba (0,61 g/100ml), KPA
(2,75 g/100g), swelling power (13,38 g/100g), kelarutan (15,36 g/100ml), derajat
putih (82,93), viskositas (10100 cP), serat pangan total (13,26 g/100g), serat pangan
tidak larut (11,23 g/100g), serat pangan larut (2,03 g/100g) dan daya cerna pati in
vitro sebesar (51,95 g/100g). Penelitian ini menunjukkan bahwa talas beneng dapat
dikatakan memiliki potensi untuk diproduksi sebagai bahan pangan fungsional
alternatif salah satunya dikarenakan tepung talas beneng termodifikasi memiliki
kandungan serat pangan tinggi yaitu berkisar 13,26 g/100g seperti yang
diungkapkan Winarno (2002) bahwasannya serat pangan merupakan bagian dari
pangan fungsional. Adapun pengaplikasian dari tepung talas beneng termodifikasi
ini dapat digunakan sebagai bahan baku produk seperti kue kering, pastry, biskuit,
beras analog dan lainnya.
Collections
- MT - Human Ecology [2247]