Hubungan Status Gizi dan Status Anemia Remaja Putri di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat
Date
2023-07-26Author
Oktaviana, Melda
Dwiriani, Cesilia Meti
Dewi, Mira
Metadata
Show full item recordAbstract
Anemia merupakan masalah gizi yang terjadi di negara maju dan berkembang. Data Riset Kesahatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan 2018 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi anemia pada kelompok usia 15-24 tahun dari 18,4% menjadi 32%. Remaja putri diketahui menjadi salah satu kelompok usia yang paling beriko mengalami anemia. Beberapa faktor diketahui berpengaruh pada status anemia remaja putri yaitu: menstruasi, konsumsi tablet tambah darah (TTD), pengetahuan terkait anemia dan TTD, serta status gizi. Tujuan penelitian adalah menganalisis hubungan status gizi dengan status anemia pada remaja putri usia 15-19 tahun di Kabupaten Bandung Barat dan Sumedang, Jawa Barat.
Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian menggunakan data sekunder baseline survey dari Program Better Investment for Stunting Alleviation (BISA) di Kabupaten Bandung Barat dan Sumedang, Jawa Barat. Baseline survey dilakukan pada Desember 2019-April 2020. Screening dan analisis data dilakukan mulai Desember 2022-Maret 2023. Subjek penelitian ditentukan secara purposive berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi penelitian meliputi: 1) remaja putri berusia 15-19 tahun dari SMA/SMK di Kabupaten Sumedang dan Bandung Barat; 2) memiliki data antropometri yang lengkap, terdiri dari berat badan, tinggi badan, dan lingkar pinggang. Kriteria eksklusi yakni data tidak lengkap dan data outlier. Subjek penelitian ini berjumlah 2184 dari 3668 remaja putri yang mengikuti baseline survey Program BISA.
Variabel penelitian meliputi: 1) karakteristik subjek; 2) status anemia; 3) status gizi; 4) konsumsi TTD; 5) pengetahuan terkait anemia dan TTD. Status anemia ditentukan berdasarkan kadar Hb yang diukur menggunakan Hemocue 201+®. Pengukuran berat badan menggunakan timbangan berat badan digital, tinggi badan menggunakan microtoise, serta lingkar pinggang menggunakan pita ukur. Pengolahan dan analisis data menggunakan perangkat lunak WHO AnthroPlus, Microsoft Excell 2013, dan IBM SPSS 22. Uji normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji beda kadar Hb berdasarkan status gizi menggunakan Mann-Whitney. Uji hubungan kadar Hb dengan nilai z IMT/U, nilai z TB/U, lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang-tinggi badan, dan konsumsi TTD, serta hubungan antara pengetahuan terkait anemia dan TTD dengan konsumsi TTD dianalisis menggunakan Spearman test. Analisis Regresi Binomial Logistik dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan status anemia remaja putri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia remaja putri yaitu 17,0±0,86 tahun. Lebih dari setengah remaja putri mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah (skor ≤8) terkait anemia dan TTD. Remaja putri diketahui belum sepenuhnya memahami tentang penyebab anemia, tanda dan gejala anemia, cara mencegah anemia, manfaat mengonsumsi TTD, serta cara mengurangi efek samping dari TTD. Tenaga kesehatan, guru di sekolah, dan media massa merupakan sumber utama remaja putri memperoleh informasi terkait anemia dan TTD. Konsumsi TTD pada remaja putri tergolong rendah, lebih dari 80% remaja putri tergolong tidak patuh dalam mengonsumsi TTD. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p= 0,634) pada jumlah TTD yang diterima antara remaja putri yang mengalami anemia dan tidak anemia, namun jumlah TTD yang dikonsumsi oleh dua kelompok tersebut menunjukkan perbedaan yang signifikan (p= 0,023). Hasil uji hubungan antara tingkat pengetahuan terkait anemia dan TTD dengan konsumsi TTD tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (p= 0,203).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 22,7% remaja putri stunted dan 14,2% overweight-obese. Prevalensi obesitas sentral pada remaja putri berdasarkan indikator lingkar pinggang ditemukan 15,1%, sedangkan berdasarkan indikator rasio lingkar pinggang-tinggi badan (WHtR) diketahui sebesar 23,3%. Sebanyak 49,3% remaja putri mengalami anemia (Hb <12 g/dL). Uji hubungan menunjukkan bahwa lingkar pinggang (r=0,054; p= 0,012), WHtR (r= 0,065; p= 0,002), dan nilai z TB/U (r= -0,046; p= 0,032) berhubungan signifikan dengan kadar Hb, sedangkan nilai z IMT/U tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (r= 0,024; p= 0,258). Hasil uji beda menunjukkan bahwa kadar Hb pada remaja putri yang berusia >17 tahun dan yang mempunyai WHtR ≥0,5 signifikan lebih tinggi dibandingkan remaja putri yang berusia ≤17 tahun dan WHtR <0,5. Hasil analisis Regresi Binomial Logistik menunjukkan hanya variabel usia dan WHtR yang berhubungan signifikan dengan status anemia. Remaja putri dengan kelompok usia yang lebih tua (>17 tahun) cenderung tidak mengalami anemia dibandingkan kelompok usia yang lebih muda (OR:0,73; 95% CI:0,60-0,88) dan remaja putri yang mengalami obesitas sentral (WHtR ≥0,5) cenderung tidak mengalami anemia dibandingkan yang tidak mengalami obesitas sentral (OR: 0,81; 95% CI: 0,66-0,99).
Masih rendahnya konsumsi TTD remaja putri menunjukkan masih diperlukannya edukasi terkait anemia dan TTD kepada remaja putri di sekolah, baik oleh guru atau tenaga kesehatan. Dukungan guru dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam mengonsumsi TTD. Analisis data yang dilakukan oleh peneliti terbatas dengan data yang disediakan oleh data survei Program BISA menyebabkan beberapa variabel yang mungkin berhubungan dengan status anemia tidak dapat diteliti, seperti variabel asupan gizi, riwayat penyakit infeksi dan penyakit tidak menular, menarche, dan aktivitas fisik remaja, yang dapat ditambahkan sebagai variabel untuk penelitian selanjutnya. Pengukuran biomarker lain seperti ferritin, transferrin, serum iron, dan biomarker inflamasi seperti IL-6, CRP, dan hepcidin dapat membantu menjelaskan hubungan status gizi dan anemia, terutama pada remaja putri yang mengalami obesitas. Anemia is a nutritional problem that occurs in developed and developing countries. The 2013 and 2018 Indonesia Basic Health Research data show that there has been an increase in the prevalence of anemia in the 15–24-year age group from 18.4% to 32%. Adolescent girls are known to be one of the age groups most at risk for anemia. Several factors are known to influence the anemia status of adolescent girls as follows: menstruation, iron supplements consumption, knowledge related to anemia and IFA tablets, and nutritional status. The study aimed to analyze the correlation between nutritional status and anemia status in adolescent girls aged 15-19 years in West Bandung and Sumedang districts, West Java.
The study design is cross-sectional. The study used secondary baseline survey data from the Better Investment for Stunting Alleviation (BISA) Program in West Bandung and Sumedang districts, West Java. The baseline survey was conducted in December 2019-April 2020. Screening and data analysis were carried out from December 2022-March 2023. The subjects were determined purposively based on inclusion and exclusion criteria. The study inclusion criteria included: 1) adolescent girls aged 15-19 years from high schools in Sumedang and West Bandung Regencies; 2) have complete anthropometric data, consisting of weight, height, and waist circumference. Exclusion criteria are incomplete and outlier data. The final subjects of the study were 2184 out of 3668 adolescent girls who participated in the BISA Program baseline survey.
Variables in this study include: 1) subject characteristics; 2) anemia status; 3) nutritional status; 4) IFA tablets consumption; 5) knowledge related to anemia and IFA tablets. Anemia status is based on Hb levels as measured using Hemocue 201+®. Body weight was measured using a digital scale, height was measured using a microtoise, and waist circumference was measured using a measuring tape. Data processing and analysis used WHO AnthroPlus software, Microsoft Excel 2013, and IBM SPSS 22. The normality test used the Kolmogorov-Smirnov test. The differences in Hb levels based on nutritional status were analyzed using Mann-Whitney. The correlation between Hb level with BAZ, HAZ, waist circumference, waist-to-height ratio, and IFA tablets consumption, as well as the correlation between knowledge related to anemia and IFA tablets consumption, were analyzed using the Spearman test. A Logistic Binomial Regression test was conducted to analyze factors related to the anemia status of adolescent girls.
The results showed that the average age of adolescent girls was 17.0 ± 0.86 years. More than half of adolescent girls have a low level of knowledge (score ≤8) regarding anemia and IFA tablets. It has known that adolescent girls do not fully understand the causes of anemia, the signs and symptoms of anemia, how to prevent anemia, the benefits of taking IFA tablets, and how to reduce the side effects of IFA tablets. Health workers, teachers at school, and the mass media are the main sources for adolescent girls to obtain information related to anemia and IFA tablets. Consumption of IFA tablets in adolescent girls are low, reported more than 80% of adolescent girls are classified as non-compliant in consuming IFA tablets. There was no significant difference (p = 0.634) in the IFA tablets received between anemic and non-anemic adolescent girls, while the IFA tablets consumed by the two groups showed a significant difference (p = 0.023). The correlation test between the level of knowledge related to anemia and IFA tablets with IFA supplement consumption did not show a significant relationship (p = 0.203).
The results showed that 22.7% of adolescent girls were stunted and 14.2% overweight-obese. The prevalence of central obesity in adolescent girls based on the waist circumference indicator is 15.1%, while based on the waist-height ratio indicator (WHtR) is 23.3%. As many as 49.3% of adolescent girls experienced anemia (Hb <12 g/dL). The correlation test showed that waist circumference (r=0.054; p=0.012), WHtR (r=0.065; p=0.002), and HAZ (r= -0.046; p=0.032) were significantly related to Hb levels, while BAZ does not show a significant correlation (r= 0.024; p= 0.258). The results showed that the Hb level in adolescent girls aged >17 years and WHtR ≥0.5 was significantly higher than in adolescent girls aged ≤17 years and WHtR <0.5. The Binomial Logistic Regression analysis showed that age and WHtR had a significant relationship with anemia status. Adolescent girls in the older age group (> 17 years) tend not to experience anemia compared to the younger age group (OR: 0.73; 95% CI: 0.60-0.88), and adolescent girls with central obesity (WHtR ≥0.5) tend not to experience anemia compared to those who do not have central obesity (OR: 0.81; 95% CI: 0.66-0.99).
The low consumption of IFA tablets by adolescent girls indicates that education is still needed regarding anemia and IFA tablets for adolescent girls at school, either by teachers or health workers. Teacher support is needed to increase students' motivation in consuming IFA tablets. Data analysis carried out by researchers was limited to the data provided by the BISA Program survey data, so several variables that might be related to anemia status could not be examined, such as nutritional intake, history of infectious and non-communicable diseases, menarche, and adolescent physical activity, may be added for further research. The other biomarkers, such as ferritin, transferrin, serum iron, and inflammatory biomarkers, such as IL-6, CRP, and hepcidin can help explain the relationship between nutritional status and anemia, especially in obese adolescent girls.
Collections
- MT - Human Ecology [2247]