Studi Edible Insects sebagai Sumber Protein Berkualitas, Berkelanjutan dan Terjangkau dengan Pendekatan Metaanalisis dan Uji In Vitro
Date
2023-06Author
Nasir, Syifa Qolbiyah
Palupi, Eny
Nasution, Zuraidah
Metadata
Show full item recordAbstract
Peningkatan populasi yang terus berlangsung diperkirakan akan sejalan
dengan meningkatnya permintaan pangan hingga 75% yang juga akan
meningkatkan kebutuhan produksi pangan diberbagai bidang, salah satunya
adalah peternakan (van Huis dan Oonincx 2017). Daging menjadi salah satu
bahan pangan dengan nilai gizi yang tinggi dan dikonsumsi berbagai kalangan.
Masyarakat dengan pendapatan rendah cenderung lebih rentan terdampak oleh
permasalahan gizi, terutama gizi kurang (Hakiki 2019). Sehingga masih
diperlukannya variasi konsumsi pangan sumber protein lainnya yang lebih
terjangkau untuk memenuhi kebutuhan protein yang berkualitas bagi masyarakat
Indonesia. Peningkatan produksi daging diketahui berperan besar pada terjadinya
perubahan iklim. Peternakan menyumbang hingga 20% emisi gas rumah kaca
(GRK) secara global (Agnieszka Orkusz 2021). Level CH4 dan CO2 pada tahun
2009 mengalami peningkatan hingga 148% dan 38% secara berurutan, yang
menjadikan suhu permukaan bumi hingga 0,6◦C (Nugrahaeningtyas et al. 2018).
Oleh karena itu perlu juga untuk mencari sumber bahan pangan kaya nutrisi
lainnya yang berkelanjutan terutama dari aspek dampak terhadap lingkungannya.
Bahan pangan yang dapat digali potensinya untuk permasalahan tersebut salah
satunya adalah edible insects yang berpotensi untuk menjadi alternatif sumber
protein. Di Indonesia serangga yang telah dikonsumsi oleh masyarakat sekitar,
seperti ulat sagu yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Papua, jangkrik goreng
dari Ciamis, larva tawon, kepompong jati goreng dan rempeyek laron dari Jawa
Timur (Girsang 2018). Selain itu, produksi serangga ini menghasilkan gas emisi
dan penggunaan lahan yang lebih sedikit dibandingkan dengan sumber protein
lainnya seperti daging dan kacang-kacangan, sehingga juga lebih ramah
lingkungan (Agnieszka Orkusz 2021). Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi dan menganalisis edible insects sebagai sumber protein dari segi
kualitas, keterjangkauan dan keberlanjutannya dengan metode review
kuantitatif/metaanalisis.
Tahapan penelitian ini terdiri dari; perumusan masalah penelitian, penelitian
pendahuluan, penentuan strategi pencarian, pembuatan protokol penelitian,
pencarian sumber studi, seleksi dan penyaringan sumber studi, ekstraksi dan
penilaian kualitas data, pengolahan dan interpretasi data, dan analisis in-vitro hasil
interpretasi data. Pengolahan data metaanalisis dilakukan dengan nilai effect size
Hedges’g dan mixed model. Analisis publication bias dilakukan dengan
menggunakan nilai fail-safe number (NR) dan funnel plot. Analisis dilakukan
dengan aplikasi OpenMEE dan SAS. Edible insects terpilih selanjutnya dilakukan
analisis zat gizi di laboratorium yang terdiri dari analisis proksimat (protein,
lemak, kadar air dan kadar abu), analisis profil asam amino, analisis komposisi
mineral (Ca, Fe dan Zn) dan analisis daya cerna secara in vitro protein dan
mineral yang dilanjutkan dengan penilaian kualitas protein dengan perhitungan
PDCAAS. Uji beda dengan independent sample t-test dilakukan pada hasil
laboratorium dengan menggunakan aplikasi SPSS 23.0.
Hasil pengumpulan artikel dengan systematic review edible insects
menghasilkan 222 artikel terpilih dari total 10.119 artikel yang terkumpul dengan
rincian; aspek kualitas/nilai gizi (n=196), aspek keberlanjutan/lingkungan (n=13),
aspek keterjangkauan/ekonomi (n=13). Sedangkan untuk kontrol yaitu daging sapi,
dari total 10.735 artikel, terpilih 46 artikel dengan rincian; aspek kualitas/nilai gizi
(n=27), aspek keberlanjutan/lingkungan (n=17), aspek keterjangkauan/ekonomi
(n=15). Selanjutnya dilakukan metaanalisis mixed model pada kandungan zat gizi
makro, profil asam amino, dan komposisi mineral pada 10 jenis spesies edible
insects dengan jumlah yang paling banyak. Kandungan protein tertinggi dimiliki
oleh A. domesticus/jangkrik rumah, B. mori/ulat sagu dan H. whellani/jangkrik
tanah. Kandungan lemak tertinggi dimiliki oleh R. phoenicis/ulat sagu
dibandingkan jenis spesies lainnya. Nilai kadar abu yang diasumsikan sebagai
kandungan mineral pada bahan pangan yang paling tinggi dimiliki oleh H.
illucens/BSF. Skor asam amino pada 10 spesies edible insects menunjukkan nilai
yang sepadan dibandingkan dengan daging sapi, terutama pada edible insects
T.molitor/ulat hongkong dan H. illucens/BSF. Metaanalisis dengan effect size
Hedges’g menunjukkan nilai cumulative effect size yang lebih rendah secara
signifikan pada kandungan protein 10 jenis spesies edible insects terpilih
dibandingkan dengan daging sapi. Hasil sebaliknya ditunjukkan pada kadar lemak,
kandungan mineral besi (Fe), dan seng (Zn) yang menunjukkan nilai yang lebih
tinggi secara signifikan pada 10 spesies edible insects dibandingkan dengan
daging sapi. Namun kandungan mineral kalsium (Ca) lebih tinggi secara
signifikan pada 10 spesies edible insects dibandingkan dengan daging sapi.
Belalang dan ulat sutra menjadi edible insects terpilih untuk dilakukan analisis zat
gizi di laboratorium. Belalang dan ulat sutra memiliki kandungan protein yang
cukup tinggi yaitu 69,32% dan 55,98% secara berurutan. Daya cerna in vitro
protein pada sampel belalang 55,47% sedangkan pada ulat sutra yaitu 75,80%.
Metaanalisis menunjukkan potensi yang besar pada edible insects sebagai
alternatif protein, meskipun dari nilainya masih lebih rendah dibandingkan dengan
daging sapi. Aspek lingkungan menjadi keunggulan dari edible insects
dibandingkan dengan daging sapi. Edible insects lokal sepeti belalang dan ulat
sutra dapat dikembangkan sebagai sumber protein alternatif di masa depan karena
memiliki kualitas nilai gizi yang baik berdasarkan analisis nilai gizi dan daya
cerna protein secara in vitro. Perlu adanya kajian lebih lanjut untuk
meningkatkan % daya cerna protein edible insects serta pengembangan produk
pangan.
Collections
- MT - Human Ecology [2255]