Analisis Struktur Biaya Usaha Ternak Kambing Perah (Kasus : Tiga Skala Pengusahaan di Kabupaten Bogor)
Abstract
Susu kambing merupakan hasil produk utama dari ternak kambing perah, yang bisa menjadi sumber pendapatan baru dan cukup menjanjikan. Namun, tidak semua jenis kambing perah mampu menghasilkan susu secara rutin dan dalam jumlah banyak. Jenis kambing yang banyak digunakan adalah Peranakan Etawa (PE). Sodiq dan Abidin (2008) mengatakan bahwa rataan produksi susu kambing PE di Indonesia sekitar 2 – 3 liter/ekor/hari. Dengan pengelolaan yang baik, induk kambing PE mampu berproduksi hingga 200 hari dalam satu tahun, sehingga kambing jenis ini memiliki potensi untuk dikembangkan Adanya peluang bisnis dari meningkatnya permintaan susu kambing dan harga susu kambing yang cukup tinggi menyebabkan banyak orang tertarik untuk membudidayakan kambing perah. Dalam merencanakan usaha ternak kambing perah penentuan skala usaha hendaknya diperhatikan dengan matang. Usaha ternak kambing perah dapat diusahakan dalam skala yang berbeda-beda. Ada yang berskala kecil, skala menengah serta ada yang berskala besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan usaha ternak kambing perah secara umum, menganalisis struktur biaya dan besaran biaya produksi usaha ternak kambing perah, serta menganalisis skala usaha ternak kambing perah yang paling efisien. Konsep dan alat analisis yang digunakan adalah analisis terhadap struktur biaya usaha ternak kambing perah berdasarkan skala usaha. Responden yang diteliti dalam penelitian ini berjumlah tiga peternak yang dianggap mewakili kondisi pada masing-masing skala usaha. Hasil analisis biaya tetap, jika biaya penyusutan dimasukkan ke dalam biaya tetap, maka terlihat adanya kecenderungan dengan meningkatnya skala usaha akan meningkatkan biaya tetap per satuan ternak dan biaya tetap per liter susu. Sementara itu, jika biaya variabel non tunai diperhitungkan ke dalam biaya variabel menunjukkan bahwa semakin besar skala usaha akan menurunkan biaya variabel per satuan ternak dan biaya tetap per liter susu. Berdasarkan hasil analisis struktur biaya yang telah dilakukan, maka dapat ditentukan biaya produksi usaha ternak kambing perah per liter susu untuk masing-masing skala. Skala I sebesar Rp 26.521 per liter, skala II sebesar Rp 25.750 per liter, dan skala III sebesar Rp 17.472 Terlihat adanya kecenderungan dengan meningkatnya skala usaha maka biaya per satuan ternak dan per liter susu semakin menurun Berdasarkan analisis biaya tunai dan non tuni, biaya yang dikeluarkan pada skala I sebagian besar merupakan biaya non tunai dengan persentase 93,50 persen dari biaya produksi. Rendahnya persentase biaya tunai dikarenakan usaha ternak yang dilakukan masih terbatas sebagai usaha sampingan (subsisten), sehingga biaya yang dikeluarkan tidak sepenuhnya untuk kegiatan usaha ternak tetapi lebih dicurahkan untuk kegiatan pokok sebagai petani. Berbeda halnya dengan skala II dan skala III, usaha ternak kambing perah sudah merupakan usaha pokok yang telah bersifat komersial dimana salah satu tujuan usaha ialah untuk memperoleh keuntungan. Kedua skala tersebut menunjukkan biaya tunai yang tidak berbeda jauh dikarenakan corak usahataninya sama yaitu telah berskala komersial dan teknologinya sama. Dari tabel tersebut juga diketahui bahwa persentase biaya tunai tertinggi terdapat pada skala II. Tingginya biaya tunai pada skala II dikarenakan usaha ternak yang dijalankan masih baru, sehingga biaya yang dibayarkan relatif lebih tinggi di awal usaha. Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa komposisi biaya tunai dan non tunai dipengaruhi oleh karakteristik usaha ternak yang ada khususnya corak dan teknologi dan perkembangan usaha. Jika memperhitungkan biaya rumput dan tenaga kerja tersebut, maka diperoleh nilai BE minus, yang disebabkan karena tingginya biaya variabel per liter susu, sedangkan harga jual lebih murah karena kualitas susu yang rendah. Tingginya biaya variabel karena termasuk biaya yang diperhitungkan (biaya non tunai) seperti rumput dan tenaga kerja dimana kedua komponen biaya tersebut mempunyai persentase yang sangat tinggi pada biaya variabel. Artinya dalam skala bisnis, skala I merupakan skala yang tidak menguntungkan (unprofitable) karena jumlah ternak yang sedikit dan teknologi yang sederhana menyebabkan biaya produksi menjadi besar. Tetapi jika tidak dihitung biaya non tunainya, maka akan diperolah nilai BEP yang positif bahkan volume produksi aktualnya telah melebihi BEP produksi. Volume produksi susu kambing aktual skala II di atas BEP volume produksi. Nilai yang harus dicapai agar impas adalah saat produksi sebesar 38,7 liter/bulan, saat ini volume produksi pada skala II adalah 211 liter/bulan. Hal serupa juga terjadi pada skala III, dimana produksi aktual saat ini sebesar 747 liter/bulan, jauh dari nilai impas produksi yakni 29,3 liter/bulan. Hal ini berarti kedua peternakan tersebut sudah untung karena produksi susu sudah di atas nilai titik impas, sehingga dapat terhindar dari kerugian. Berdasarkan analisis titik impas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar skala usaha, maka peternak semakin bisa menutupi biaya totalnya sehingga terhindar dari kerugian. Terlihat dari volume produksi aktual yang semakin jauh dari nilai BEP produksi.
Collections
- UT - Agribusiness [4624]