Analisis kebijakan pembentukan SPORC dan implementasinya dalam pemberantasan ilegal loging di Indonesia (studi kasus di Sulawesi Selatan)
View/ Open
Date
2013Author
Tangngalangi, Muhammad Ashlam
Kartodihardjo, Hariadi
Ichwandi, Iin
Metadata
Show full item recordAbstract
Pembentukan Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) adalah kebijakan Departemen Kehutanan pada tahun 2005 sebagai respon terhadap terbitnya Instruksi Presiden Nomor 4 tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. SPORC dibentuk dalam upaya penegakan hukum di bidang kehutanan, namun sejak dibentuk hingga kini, luas kawasan hutan Indonesia terus berkurang, masih saja terjadi praktik ilegal loging, serta belum banyak diketahui bagaimana implementasinya di lapangan.
Penelitian ini bertujuan mengungkap argumen apa yang mendasari kebijakan pembentukan SPORC, bagaimana penerapannya – khususnya pada SPORC Brigade Anoa di Sulawesi Selatan (SPORC Anoa), dan apa yang dapat direkomendasikan agar upaya penegakan hukum di bidang kehutanan menjadi lebih efektif. Untuk mengetahui apa masalah yang didefinisikan oleh para pembuat kebijakan sehingga melahirkan kebijakan pembentukan SPORC, digunakan teknik pemetaan argumen (dengan membangun Struktur Argumen Otoritatif, Argumen Klasifikasional, dan Argumen Pragmatis), lalu didistribusikan ke dalam grafik Plausibilitas-Urgensi. Untuk mengungkap peran setiap pemangku kepentingan dan tata hubungan di antara mereka, digunakan metode Analisis Kerangka 4R, yang terdiri atas penilaian 3R pertama (Hak-hak, Tanggungjawab, dan Manfaat), dan penilaian R keempat yaitu tata hubungan di antara para pemangku kepentingan. Sedangkan teknik yang digunakan untuk menghasilkan rekomendasi bagi upaya penegakan hukum di bidang kehutanan agar menjadi lebih efektif adalah teknik Analisis Asumsi.
Hasil penelitian menggunakan teknik pemetaan argumen menunjukkan bahwa masalah yang didefinisikan adalah “tingkat kerusakan hutan pada saat itu sudah sangat memprihatinkan, sementara lembaga pengamanan hutan yang ada tidak efektif melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan”. Berangkat dari pendefinisian masalah tersebut, maka kesimpulan awal yang ditetapkan adalah “perlunya langkah nyata dalam rangka percepatan pemberantasan ilegal loging yang disebabkan oleh lemahnya lembaga penegakan hukum di bidang kehutanan”. Sehingga solusi pemecahan masalah yang ditentukan pada saat itu adalah “pembentukan SPORC”. Terdapat premis implisit (enthymemes) yaitu, adanya faktor “Pengaruh Kekuasaan” dan “Politik Tingkat Tinggi” yang menguatkan lahirnya kebijakan pembentukan SPORC.