Profil progesteron susu dan tingkat kebuntingan setelah sinkronisasi PGF 2a atau progesteron-CIDR pada sapi perah
View/ Open
Date
2015Author
Suprihatin, Novi
Setiadi, Agus
Tumbelaka, Ligaya ITA
Metadata
Show full item recordAbstract
Penelitian tentang sinkronisasi estrus, profil progesteron post-sinkronisasi
dan kebuntingan dini telah dilakukan pada 16 ekor sapi perah betina laktasi
Frisian Holstein. Hewan perlakuan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok I
disinkronisasi dengan injeksi prostaglandin F2α (PGF2α,Lutalyse®) 25 mg/ekordua
kali dengan selang waktu 11 hari kemudian dilakukan Inseminasi Buatan (IB)
sebanyak dua kali pada 72 jam dan 96 jam setelah penyuntikan PGF2αkedua(FTAI
= Fixed Timed Insemination). Kelompok II disinkronisasi dengan implan
progesteron-CIDR® selama 11 hari. Pada saat pencabutan CIDR®, sapi diinjeksi
PGF2αsebanyak25 mg/ekorkemudian dilakukan IB pada 48 jam dan 72 jam
sesudah pencabutan implan CIDR®. Sampel air susu diambil H-1, H0, H1, H3, H5
dan H7 setelah IB pertama untuk mengetahui profil progesteron setelah
sinkronisasi, sedangkan untuk pemeriksaan kebuntingan dini, pengambilan
sampel air susu dilakukan H21, H24 dan H27 setelah IB pertama. Sampel airsusu
dianalisis dengan metoda Radioimmunoassay (RIA). Palpasi per rektal untuk
memastikan kebuntingan dilakukan 60 hari setelah IB pertama.
Hasil penelitian menunjukkan terjadinya penurunan konsentrasi
progesteron air susu (nmol/l) yang cukup tajam pada saat pelaksanaan IB pertama
(H0) pada kelompok PGF2α dan kelompok CIDR®(0,84; 0,49 vs 0,92; 0,32) yang
mengindikasikan terjadinya estrus. Kenaikan konsentrasi progesteron mulai hari
H1, H3, H5, H7 setelah IB pertama pada kelompok PGF2α bersifat gradual (0,52;
0,68; 1,17; 1,69), sedangkan kelompok CIDR®bersifat fluktuatif (0,21; 0,39; 0,33;
1,61). Konsentrasi progesteron kedua kelompok mengalami kenaikan signifikan
padaH7yang mengindikasikan aktifitas corpus luteum fungsional. Dengan hasil
konsentrasi progesteron dari sapi betina yang disinkronisasikan dengan PGF2α dan
CIDR®pada H21, H24 dan H27 berturut-turut sebesar 3,63; 3,51; 1,58 dan 2,50;
2,79; 4,35nmol/l mengindikasikan kemungkinan adanya kebuntingan. Sedangkan
pada sapi perlakuan yang tidak bunting, konsentrasi hormon progesteron rendah
sebesar 0,63; 0,42; 1,41 vs 0,20; 0,27; 1,33 nmol/l. Hasil pemeriksaan palpasi per
rektal H60 setelah IB pertama menunjukkan bahwa 5 ekor sapi perlakuan dengan
konsentrasi progesteron air susu yang tinggi pada H21sampai denganH27 IB
pertama positif bunting (62,5%) pada masing-masing kelompok. Dapat
disimpulkan bahwa sinkronisasi estrus dengan menggunakan PGF2α atauCIDR®
pada sapi perah laktasi, menghasilkan respon dan tingkat kebuntingan yang sama
sertamenunjukkan profil P4 normal pada sapi betina laktasi. Pengukuran
konsentrasi progesteron air susu dengan metode RIA efektif digunakan untuk
deteksi kebuntingan dini mulai hari H21 hingga H27 dari IB pertama
Collections
- MT - Veterinary Science [899]