Non-invasive assessment of health in orangutans (Pongo spp): stress and reproductive status in wild, captive and released populations
View/ Open
Date
2016Author
Nugraha, R. Taufiq Purna
Purwantara, Bambang
Supriatna, Iman
Agil, Muhammad
Weingrill, Tony
van Schaik, Carel P.
Metadata
Show full item recordAbstract
Orangutan berada di ambang kepunahan dengan penurunan yang serius
dalam ukuran populasi. Berbagai upaya dilakukan untuk melindungi spesies ini
termasuk pelepasliaran orangutan dari pusat rehabilitasi dalam program
reintroduksi yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia. Dalam jangka pendek
keberhasilan program reintroduksi terdiri dari dua tujuan 1) kelangsungan hidup
satwa yang lepasliarkan dan 2) perkembangbiakan dari generasi yang
dilepasliarkan. Penelitian ini dirancang untuk mengembangkan suatu metoda untuk
mengkaji keberhasilan dari program reintroduksi melalui penerapan metode noninvasif
untuk mengkaji stress dan potensi reproduksi dari orangutan melalui
pengukuran metabolit hormon yang diekskresikan dalam feses. Penelitian ini terdiri
dari empat topik penelitian. Dalam topik bahasan pertama, dilakukan
pengembangan metode untuk penyimpanan jangka panjang dari sampel feses dalam
kondisi lapang dimana tidak freezer tidak tersedia. Metode ‘field frendly’ yang
dikembangkan dalam bahasan ini berhasil mengawetkan sampel feses pada suhu
ruang selama enam bulan untuk glukokortikoid metabolit (FGCM) dan sembilan
bulan untuk pregnanediol-3-glukuronida (PdG), dengan kedua metabolit
menunjukkan korelasi yang kuat dengan protokol baku yang telah ada. Pada topik
bahasan yang kedua dilakukan pegujian aplikasi dari metode yang dikembangkan
pada orangutan di kebun binatang. Tidak ditemukan korelasi antara tingkat infeksi
parasit dan tingkat stres. Secara umum, prevalensi parasit dan tingkat stres terkait
dengan beberapa kondisi perkandangan, tetapi tidak terdapat korelasi antara tingkat
infeksi dan konsentrasi FGCM di orangutan pada penelitian ini. Topik bahasan
ketiga menunjukkan penerapan metodologi yang dikembangkan untuk mengkaji
tingkat stress orangutan sumatera selama proses rehabilitasi dan reintroduksi.
Konsentrasi FGCM terendah ditemukan di stasiun rehabilitasi. Setelah transportasi
ke lokasi pelepasliaran, tetapi sebelum hewan-hewan tersebut dilepas, terdapat
peningkatan konsentrasi FGCM. Hal ini mencerminkan respon adaptif terhadap
transportasi dan lingkungan baru. Konsentrasi tertinggi ditemukan setelah
dilepaskan sepenuhnya (hard release). Temuan penting dalam penelitian ini adalah
adanya indikasi orangutan yang bertahan hidup menunjukkan kecenderungan
tingkat stres yang lebih rendah dibandingkan dengan orangutan yang mati selama
program reintroduksi. Pada topik bahasan keempat dilakukan validasi biologis dan
pengembangan metode untuk mengkaji potensi reproduksi orangutan secara noninvasif
melalui penggunaan PdG sebagai penanda biologis fungsi ovarium pada
orangutan betina. Secara umum, penelitian ini telah menghasilkan beberapa
metodologi ilmiah teruji untuk pemantauan stres dan potensi reproduksi orangutan
dalam program rehabilitasi dan reintroduksi. Metode ini yang dikembangkan ini
dapat dipergunakan untuk mengkaji keberhasilan program reintroduksi yang akan
mendukung keberhasilan program konservasi orangutan di Indonesia.