Strategi Pengelolaan Banjir Berdasarkan Indeks Risiko Banjir, Studi Kasus: DAS Citarum Hulu, Jawa Barat
View/ Open
Date
2015Author
Dasanto, Bambang Dwi
Pramudya, Bambang;
Boer, Rizaldi
Suharnoto, Yuli
Metadata
Show full item recordAbstract
Karakteristik banjir di DAS Citarum Hulu cenderung meningkat dari tahun ke tahun; dasar dari informasi ini adalah BBWS Citarum tahun 2010 dan survei kuesioner antara bulan Mei-Juni 2013 dan Februari-Maret 2014. Upaya penanggulangan banjir yang telah dilakukan, baik secara fisik atau non-fisik belum dapat mengurangi besar banjir secara signifikan. Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dicari strategi pengelolaan banjir yang tepat untuk mengurangi dampak banjir dari Sungai Citarum Hulu.
Dalam upaya pengelolaan banjir, ketersediaan data iklim dan data hidrologi sangat diperlukan. Kendala dari ketersediaan data iklim, terutama curah hujan adalah periode pencatatan yang tidak kontinu dan jumlah stasiun penakarnya tidak mewakili kondisi wilayah yang diukur. Ketidaklengkapan data hujan observasi tersebut dapat diperbaiki dan dilengkapi dengan menggunakan data TRMM dan metode yang diterapkan adalah koreksi bias statistik; dan, hasilnya dapat digunakan sebagai input untuk analisa banjir.
Estimasi sebaran banjir sebagai bagian dari analisis banjir dapat dilakukan dengan metode sederhana atau model hidrolika. Metode sederhana ini berasaskan pada hubungan antara curah hujan efektif dan limpasan langsung (DRO). Curah hujan efektif yang berkontribusi terhadap DRO dan menyebabkan banjir di DAS Citarum Hulu adalah hujan akumulasi selama 4 hari berturut-turut sebelum puncak DRO dengan R2 sekitar 0.63; dan, sebaran daerah rawan banjirnya dapat dipetakan dengan teknik GIS dengan tingkat ketelitian sekitar 71%. Berdasarkan metode ini, sebaran daerah rawan banjir di daerah studi dapat dipetakan dengan baik dan waktu yang diperlukan untuk pemrosesan adalah singkat tetapi hasilnya akurat meskipun batas banjirnya masih terikat dengan batas administrasi desa. Metode kedua adalah metode yang lebih kompleks, dalam kasus ini digunakan model HEC-RAS. Dasar dari model ini adalah menghitung profil muka air pada tiap penampang melintang dan menggambarkan sebaran dan kedalaman genangan banjirnya. Pada periode ulang banjir 50 tahun, sebaran daerah rawan banjir di DAS Citarum Hulu membentang dari desa Cilampeni di barat hingga desa-desa di daerah pertemuan Sungai Citarik dan Citarum Hulu di timur. Lebar luapan banjir adalah dari utara ke selatan dan sebarannya bergantung pada kontur topografi di wilayah itu. Hasil model ini telah divalidasi dengan data banjir hasil rekaman Landsat-7, dan tingkat kemiripannya sekitar 74%. Sebaran banjir dari hasil model ini adalah lebih mengikuti pola topografi di wilayah studi dan tidak terikat dengan batas administrasi.
Berdasarkan hasil model HEC RAS dapat diidentifikasi luas banjir dan jenis kerusakan yang ditimbulkannya. Kerusakan ini akan menimbulkan kerugian dan besarnya dapat diestimasi dengan menggunakan model estimasi kerugian banjir. Dalam perhitungan kerugian banjir, model estimasi kerugian banjir perlu diintegrasikan dengan model HEC RAS kedalam perangkat lunak GIS. Selain kerugian banjir, model terintegrasi ini mampu menghitung besar biaya
pencegahan atau biaya adaptasi banjir. Hasil analisis menunjukkan, biaya adaptasi jauh lebih tinggi daripada jumlah kerugian banjir langsung dan tidak langsung. Tingginya biaya adaptasi hanya terjadi pada awal pembuatan sarana adaptasi sedangkan kerugian banjir akan terus terjadi selama ada kejadian banjir. Besar potensi kerugian banjir ini akan semakin meningkat bila dijumlahkan dengan kerugian non-market, seperti kerusakan lingkungan dan kehilangan nyawa sebagai akibat banjir. Ini berarti upaya adaptasi tetap harus dilakukan di daerah studi.
Tingkat kerentanan banjir di DAS Citarum Hulu, sebagian besar masuk dalam kategori Cukup Rentan. Desa yang masuk dalam kategori ini bersifat agak mudah terpapar oleh banjir dan agak responsif terhadap rangsangan terkait banjir tetapi kesanggupan desa tersebut untuk bertahan terhadap banjir adalah cukup tinggi. Dalam upaya penurunan tingkat kerentanan banjir, salah satu upaya yang dilakukan adalah memperbaiki indikator kerentanan yang berpengaruh besar pada kerentanan desa berkategori Rentan dan Agak Rentan menjadi desa dengan kategori Cukup Rentan.
Dalam upaya memperbaiki indikator kerentanan desa, desa tersebut perlu diidentifikasi tingkat risiko banjirnya karena desa yang rentan terhadap banjir belum tentu berisiko terpapar banjir. Berdasarkan alasan itu, tingkat kerentanan desa perlu dikombinasi silang dengan peluang bahaya banjir yang terjadi di desa itu. Hasil pendekatan matrik menunjukkan hanya sebagian kecil dari wilayah rentan banjir di DAS Citarum Hulu yang berisiko terhadap bahaya banjir, yaitu 5.6% dari total luas rentan banjir yang mencapai sekitar 180000 ha. Tingkat risiko banjir di daerah studi terdiri dari delapan kategori; kategori Tinggi-Sedang hingga Tinggi adalah lebih mendominasi wilayah studi daripada kategori risiko yang lain.
Dalam rangka pengelolaan banjir, desa yang berisiko banjir perlu dikelompokkan menurut skala prioritas risiko dan memilih bentuk aksi adaptasi yang cocok untuk tiap desa prioritas itu. Hasil analisis risiko menunjukkan sembilan puluh delapan desa rawan banjir di DAS Citarum Hulu dapat dikelompokkan dalam lima prioritas lokasi/desa pelaksana aksi adaptasi. Prioritas-I merupakan desa-desa yang sangat mendesak untuk melaksanakan aksi adaptasi, sedangkan Prioritas-V belum mendesak untuk melaksanakan aksi adaptasi.
Dalam rangka memperbaiki indikator kerentanana banjir di tiap desa prioritas, upaya yang perlu dilakukan adalah melaksanakan aksi adaptasi di desa itu. Hasil analisis silang antara indikator kerentanan yang berpengaruh besar pada kerentanan desa dan pilihan aksi adaptasi yang berdampak pada tujuh aspek pembangunan diperoleh beberapa bentuk aksi adaptasi yang sesuai dengan desa prioritas. Dari enam puluh aksi adaptasi yang teridentifikasi, ada 2 hingga 54 pilihan aksi adaptasi per desa yang sesuai dengan desa Prioritas-I hingga V. Aksi adaptasi yang terpilih ini belum dapat dilaksanakan di lapangan karena belum teridentifikasinya kendala dan biaya pelaksanaan aksi. Untuk mengatasi hal ini, peneliti merumuskan rekomendasi aksi berdasarkan kemampuan aksi mempengaruhi sebagian besar aspek pembangunan dan memperbaiki sebagian besar (50%) indikator kerentanan yang berpengaruh besar pada kerentanan desa. Berdasarkan ini, rekomendasi aksi adaptasi untuk desa Prioritas-I ada 12 aksi sedangkan aksi adaptasi untuk desa Prioritas-II hingga V berturut-turut adalah 14 hingga 16 aksi.