Karakter Fisik Oseanografi di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa-Sumbawa dari Data Satelit Multi Sensor
Abstract
Penyediaan data satelit menjadi salah satu alternatif untuk mengkaji karakter oseanografi di suatu wilayah. Dari data tersebut dapat dikaji fenomenafenomena oseanografi seperti upwelling dan front. Pemilihan wilayah perairan barat Sumatera dan selatan Jawa-Sumbawa dipengaruhi oleh sistem angin muson (Wyrtki, 1961; Purba et al., 1997), serta dipengaruhi oleh Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) dan perubahan iklim global seperti El Nino dan Indian Ocean Dipole Mode (Meyers, 1996; Saji et al., 1999; Shinoda, 2004). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji variasi karakter oseanografis yaitu suhu permukaan laut (SPL) dan tinggi paras laut secara spasial dan temporal serta menganalisis angin sebagai parameter yang dapat mempengaruhi variasi karakter oseanografi. Data yang digunakan adalah data angin harian dari ECMWF (European Center for Medium Range Weather Forecast), data suhu permukaan laut (SPL) mingguan dari NCEP (National Climate and Environment Prediction) dan data anomali tinggi paras laut (TPL) mingguan dari AVISO. Seluruh data memiliki periode dari tahun 1993-2002. Untuk melihat variasi spasial angin, SPL dan anomali TPL dilakukan analisis distribusi horizontal. Untuk melihat fluktuasi setiap parameter maka dicari densitas energi spektrumnya. Hubungan antara angin dengan SPL dan anomali TPL dicari dengan metode spektrum silang untuk memperoleh nilai koherensi dan beda fase. Secara urnum kondisi angin yang terjadi di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa dipengaruhi oleh Sistim Muson dimana terjadi pergantian pola perubahan kecepatan angin tinggi dan rendah dalam satu tahun. Distribusi horizontal suhu bulanan menunjukkan bahwa SPL mencapai nilai terendah di Musim Timur di wilayah perairan Selatan Jawa-Sumbawa. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya upwelling yang intensif akibat bertiupnya Angin Muson Tenggara di perairan selatan Jawa, melebarnya poros AKS dan hilangnya Arus Pantai Jawa. SPL mencapai 25° C-27,5° C pada Musim Timur di Selatan Jawa. Pada Musim Tirnur saat bertiup kuat Angin Muson Timur, kemungkinan terjadi Transpor Ekman yang membawa serta air permukaan menjauhi Pantai Selatan Jawa, maka akan terjadi kekosongan (anomali TPL-nya rendah) yang berakibat naiknya air dari bawah menuju ke permukaan (upwelling). Hal ini konsisten dengan terjadinya SPL yang rendah pada periode dan daerah yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa upwelling yang intensif terjadi pada Musim timur di wilayah perairan Selatan Jawa. Pada periode EI Nino dan IODM tahun 1994 dan 1997 upwelling yang terjadi lebih intensif daripada tahun-tahun lainnya. Auto Spectral Analysis (ASPEC) menghasilkan adanya spektrum energi angin berkisar pada periode periode 51,6 minggu (tahunan) dan 25,8 minggu (semi tahunan) yang merupakan representasi perubahan pola musim yang berhubungan dengan pergerakan sistem angin muson. SPL di wilayah perairan selatan Jawa hingga Sumbawa (JAW1-SMB) memperlihatkan sinyal yang nyata pada periode 25,8 minggu dan 51,6 minggu. Hal ini berarti periodisitas SPL yang terjadi di wilayah JAW 1 hingga SMB tersebut mengikuti periode tengah tahunan (intra musiman) dan periode tahunan. Sedangkan di wilayah perairan barat Sumatera (SMT1 dan SMT2), SPL hanya memperlihatkan periodisitas dominan pada periode 51,6 minggu atau periodisitasnya mengikuti periode tahunan. Anomali TPL di wilayah JAW2 hingga SMB menunjukkan sinyal yang nyata pada periode 25,8 minggu, 51,6 minggu dan 129 minggu, sedangkan wilayah JAW1 menunjukkan sinyal yang nyata pada periode 25,8 minggu, 51,6 minggu, 86 minggu, dan 129 minggu. Sedangkan di perairan barat Sumatera (SMT1-SMT2) sinyal yang nyata terjadi pada periode 25,8 minggu, 43 minggu, 86 minggu, dan 51,6 minggu. Analisis spektrum silang (CSPEC) menunjukkan bahwa hubungan kecepatan angin komponen zonal dengan SPL lebih kuat daripada komponen meridional-nya di perairan selatan Jawa (JAW1-SMB). Sedangkan di wilayah perairan barat Sumatera (SMT1-SMT2) hubungan kecepatan angin komponen meridional dengan SPL lebih kuat daripada komponen meridional-nya. Sinyal kecepatan komponen zonal yang berpengaruh kuat terhadap SPL di JAW1 hingga SMB terjadi pada periode 51,6 minggu dimana koherensinya melebihi 0,93 dengan beda fase yang bernilai positif, yang berarti perubahan kecepatan angin komponen zonal akan diikuti oleh perubahan SPL. Sedangkan di SMT1 sinyal komponen meridional yang berpengaruh kuat terhadap SPL terjadi pada periode 86,0 dan 129,0 minggu dengan niai koherensi di atas 0,93 dan beda fase positif, sedangkan di SMT2 terjadi pada periode 51,6 minggu dengan koherensi 0,86 dan beda fase yang positif. Dari analisis spektrum silang antara angin dengan anomali TPL, dapat diketahui bahwa angin memiliki hubungan yang kuat terhadap anomali TPL, dimana perubahan angin dapat mempengaruhi perubahan anomali TPL. Fluktuasi yang muncul yaitu pada periode 25,8 minggu dan 51,6 minggu, menunjukkan bahwa angin pada pergantian antara Musim Barat dan Musim Timur dengan Musim Peralihannya (musiman) serta pergantian Musim Barat dengan Musim Timur (tahunan) mempengaruhi perubahan anomali TPL. Sedangkan fluktuasi 86,0 minggu dan 129,0 minggu menunjukkan menunjukkan perubahan pola angin yang mempengaruhi anomali TPL akibat perubahan iklim global seperti IODM, El Nino dan La Nina.