Demografi Hasil Tangkapan Ikan Madidihang (Thunnus albacares) Untuk Perikanan Berkelanjutan Berbasis Rumpon dan Struktur Genetika.
Date
2023Author
Muqsit, Ali
Baskoro, Mulyono S.
Yusfiandayani, Roza
Abdullah, Asadatun
Metadata
Show full item recordAbstract
Ikan madidihang merupakan salah satu sektor unggulan di bidang perikanan
tangkap Indonesia. Pengelolaan perikanan madidihang di Indonesia diatur dalam
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 121/2021
dimana peraturan yang tercantum di dalam Keputusan Menteri tersebut telah
diratifikasi dari aturan internasional yang dikeluarkan oleh beberapa Regional
Fisheries Management Organization (RFMO) yang mana pengelolaan perikanan
tuna, tongkol cakalang tersebut berbasis data stok.
Permintaan akan ikan madidihang oleh pasar baik lokal maupun skala ekspor
mengakibatkan laju pemanfaatan sumberdaya perikanan madidihang yang tinggi,
kerusakan habitat, dan perubahan iklim cenderung dapat berpengaruh terhadap stok
madidihang dan keragaman genetik spesies ikan termasuk ikan madidihang
(Martinez et al. 2018). Ekplorasi dan eksploitasi sumberdaya ikan sebaiknya
dilakukan dengan pendekatan konservatif yang mana kegiatan tersebut dapat
mencegah terjadinya penurunan populasi ikan. DNA barcoding memiliki
keunggulan dalam identifikasi spesies dengan tingkat akurasi yang tinggi
dibandingkan dengan pengamatan morfologi (Madduppa et al. 2017).
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi demografi hasil tangkapan
madidihang di sekitar rumpon; mengidentifikasi perikanan madidihang
berdasarkan sebaran dan jarak rumpon; dan mengidentifikasi strategi pengelolaan
madidihang di sekitar rumpon berdasarkan demografi dan struktur genetik. Sampel
yang digunakan dalam analisis demografi berupa data hasil tangkapan dan panjang
berat madidihang yang ditangkap menggunakan alat tangkap handline sepanjang
tahun 2021 di tiga lokasi yang mewakili 3 wilayah pengelolaan perikanan, serta
data karakteristik dan sebaran rumpon. Sedangkan data genetik menggunakan
sampel dari sirip dorsal ikan madidihang hasil tangkapan yang kemudian data
tersebut dianalisis di laboratorium. Analisis demografi dianalisis berdasarkan
sebaran frekuensi panjang, hubungan panjang berat, faktor kondisi, pendugaan
parameter pertumbuhan, ukuran pertama kali tertangkap, laju mortalitas dan
eksploitasi. Analisis keragaman genetik dianalisis berdasarkan parameter
keanekaragaman haplotipe (Hd) dan keanekaragaman nukleotida (π), sedangkan
struktur genetik dan konektivitas masing-masing dianalisis dengan AMOVA.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran frekuensi panjang dari ketiga
lokasi bervariasi yaitu 55-189 cm, bobot ikan madidihang berkisar antara 5-98 kg.
hubungan panjang berat madidihang ketiga lokasi tergolong allometric negative
dengan nilai b < 3, dimana pertumbuhan panjang lebih dominan dari pertumbuhan
bobot. Nilai faktor kondisi ketiga lokasi cukup berfluktuasi yang berkisar antara
0,84-1,03. Parameter pertumbuhan dari ketiga lokasi meliputi panjang asimtotik
(L∞) berkisar 168,80-194,25, koefisien pertumbuhan (K) 0,40-0,44 dan umur
teoritis pada saat panjang ikan nol (t0) 0,597-0,690. Ukuran panjang pertama kali
tertangkap berkisar antara 116,05-143,21. Laju mortalitas dan eksploitasi diperoleh
nilai Z 1,43-3,17, M berkisar 0,48-0,53, F berkisar 0,90-2,67, E berkisar 0,63-0,84.
Hasil analisis aspek demografi perikanan madidihang di Indonesia yang diwakili
tiga lokasi penelitian menunjukkan bahwa, laju eksploitasi termasuk tinggi
sehingga diasumsikan tekanan dari sisi penangkapan sangat berdampak besar bagi
populasi madidihang. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di lapangan,
rumpon yang dominan dipakai nelayan adalah jenis rumpon menetap yang
menggunakan attraktor daun kelapa. Rumpon bagi nelayan yang menangkap
madidihang banyak memberikan dampak positif, antara lain berupa kemudahan
dalam mencari fishing ground untuk madidihang, efisiensi bahan bakar,
mempersingkat waktu operasi penangkapan.
Hasil analisis genetik menunjukkan bahwa nilai keanekaragaman haplotipe
(Hd) terendah terdapat di PPS Bungus yang mewakili WPP 572, dan tertinggi di
PPN Palabuhanratu yang mewakili WPP 573. Keragaman haplotipe berkisar antara
0,8828-0,9474, sedangkan keanekaragaman nukleotida berkisar antara 0,0057-
0,0082. Keragaman genetik madidihang cukup rendah dari ketiga lokasi penelitian.
Konsep yang tepat untuk pengelolaan perikanan madidihang di Indonesia lembaga
pengelola adalah pemerintah pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dengan
tetap melibatkan masing-masing Pemerintah Daerah dalam teknis pengelolaan
dengan membentuk sub unit terpadu. Namun tetap diperlukan penerapan peraturan
yang lebih dipertegas dalam mengatur jumlah armada penangkapan dan rumpon
agar dapat menjadikan perikanan madidihang yang berkelanjutan.
Collections
- DT - Fisheries [711]