Dinamika Harga Pangan Dunia dan Dampaknya terhadap Perekonomian Nasional.
Date
2023Author
Sari, Linda Karlina
Achsani, Noer Azam
Sartono, Bagus
Anggraeni, Lukytawati
Metadata
Show full item recordAbstract
Harga komoditas pertanian dicirikan dengan fluktuasi harga yang cukup besar
dan sulit diprediksi. Hal ini terlihat pada pergerakan harga komoditas pangan secara
global yang semakin fluktuatif, terutama selama satu dekade terakhir. FAO (2010)
menyatakan bahwa volatilitas harga pangan semakin intens terjadi selama 30 tahun
terakhir. Keberadaan volatilitas harga komoditas pertanian meningkatkan
ketidakpastian dan risiko yang dihadapi oleh konsumen dan produsen. Namun,
volatilitas dapat diukur dan diprediksi keberadaannya, akan tetapi pada
kenyataannya masih sering terjadi perdebatan mengenai pemilihan pengukuran
yang tepat dalam menggambarkan volatilitas. Pengukuran volatilitas yang tepat
diharapkan dapat memberikan analisis yang tepat terkait karakteristik perubahan
harga komoditas tertentu. Dengan demikian, pelaku pasar dapat mengambil
keputusan yang tepat, sehingga pasar menjadi lebih efisien.
Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk menjaga stabilitas harga pangan
utama – yakni beras, jagung, dan kedelai – di Indonesia yaitu dengan melakukan
perdaganan bebas. Ketiga komoditas pangan tersebut berada dalam kondisi defisit
neraca perdagangan. Namun, adanya perdagangan bebas menyebabkan pasar
Indonesia langsung terkoneksi dengan pasar-pasar lainnya, sehingga harga ketiga
komoditas pangan domestik akan sangan rentan oleh pergerakan harga komoditas
pangan global. Dengan demikian, dampak dari harga pangan global dan minyak
dunia terhadap harga pangan domestik perlu dipahami seiring meningkatnya
integrasi pasar komoditas.
Gangguan eksternal dalam perekononomian, seperti perubahan harga
komoditas global menyebabkan ekonomi domestik sangat rentan akan perubahan
global. Salah satu indikator ekonomi yang dapat diamati yakni perubahan Indeks
Harga Komoditas (IHK). Fenomena perubahan harga komoditas global terhadap
perubahan IHK menjadi hal menarik untuk diteliti. Dalam penelitian ini, akan
dilihat dampak perubahan harga beras, jagung, dan kedelai dunia terhadap tiga
kelompok IHK, yaitu: IHK umum, IHK bahan makanan, dan IHK makanan jadi,
minuman, rokok, dan tembakau. Selanjutnya, dampak perubahan harga pangan
Indonesia yang pada gilirannya memengaruhi IHK, akan diukur pengaruhnya
terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis karakteristik
volatilitas harga pangan utama (beras, jagung, dan kedelai) Indonesia dan dunia, (2)
menganalisis transmisi harga minyak dan pangan utama dunia terhadap volatilitas
harga pangan utama di Indonesia, (3) menganalisis dampak perubahan harga
pangan dunia terhadap indeks harga konsumen (IHK) di Indonesia, dan (4)
menganalisis dampak kenaikan harga pangan utama Indonesia terhadap kemiskinan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan data bulanan
deret waktu. Data yang digunakan adalah data harga komoditas dunia dan Indonesia,
serta beberapa indikator makroekonomi pada periode Januari 2009-September 2019.
Sementara itu, untuk menjawab tujuan 4 digunakan data Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) periode Maret 2019. Analisis data mencakup model simetris
Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH), model
asimetris GARCH – seperti EGARCH, GJR-GARCH, TGARCH, IGARCH,
APARCH, dan CGARCH, model Non-Linier Autoregressive Distributed Lag
(NARDL), model Structural Vector Autoregressive (SVAR), dan analisis
microsimulation.
Hasil yang dicapai untuk tujuan pertama menunjukkan bahwa model
asimetris GARCH merupakan model terbaik dalam menggambarkan volatilitas
harga komoditas. Masing-masing komoditas direpresentasikan dengan model yang
berbeda-beda. Hasil tersebut menunjukkan bahwa setiap volatilitas harga
komoditas memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Selain itu, terdapat bukti efek
leverage yang signifikan secara statistik, baik positif maupun negatif. Perbedaan
efek leverage mengklasifikasikan komoditas menjadi dua jenis, yaitu komoditas
konsumsi dan komoditas investasi. Adanya efek asimetris yang signifikan terhadap
volatilitas harga berdampak pada volatilitas harga yang lebih tinggi. Hasil tujuan
kedua menunjukkan bahwa harga minyak dunia dan harga pangan dunia terkait
memiliki dampak asimetris jangka panjang yang signifikan terhadap perubahan
harga pangan domestik terkait. Sementara itu, pada jangka pendek tidak ditemukan
adanya pengaruh asimetris pada perubahan harga pangan domestik terkait.
Selanjutnya, hasil tujuan ketiga menunjukkan bahwa guncangan harga beras
dunia, harga jagung dunia, dan harga kedelai dunia memberikan pengaruh paling
besar terhadap IHK bahan makanan. Sumber penting dari fluktuasi ketiga IHK yang
diamati dalam penelitian ini adalah IHK itu sendiri. Variabel makroekonomi yang
paling berpengaruh terhadap fluktuasi IHK di Indonesia adalah variabel jumlah
uang beredar. Guncangan harga kedelai dunia memberikan dampak lebih besar
terhadap fluktuasi ketiga kelompok IHK di Indonesia.
Hasil tujuan keempat menunjukkan bahwa pada seluruh skenario kenaikan
harga, beras memiliki dampak paling besar terhadap jumlah dan persentase
penduduk miskin dibandingkan komoditas lainnya. Hal ini disebabkan oleh tingkat
pengeluaran konsumsi pada komoditas beras lebih tinggi dibandingkan komoditas
lainnya, sehingga kenaikan harga beras memberikan tekanan yang lebih besar
terhadap tingkat kemiskinan. Hasil simulasi berdasarkan daerah menunjukkan
bahwa kemiskinan di pedesaaan jauh lebih responsif terhadap perubahan harga
pangan dibandingkan di perkotaan. Hal ini disebabkan oleh pengeluaran rumah
tangga pedesaan dihabiskan untuk produk makanan.
Berdasarkan hasil temuan dari penelitian ini, pembuat kebijakan dapat
mengambil beberapa tindakan. Pertama, dalam menghadapi ketidakpastian dalam
pasar komoditas maka adanya sistem informasi harga yang tepat, akurat, dan real
time bagi petani, pedagang, dan pemerintah seyogyanya dapat segera direalisasikan.
Kedua, pemerintah dapat meningkatkan produksi pangan dengan memberikan
dukungan kepada petani pengelolaan efisiensi pasokan dan memperbaiki
infrastruktur pertanian. Ketiga, pemerintah dapat memperkuat jaringan distribusi
dan logistik pangan untuk memastikan pasokan pangan stabil. Terakhir, pemerintah
dapat memberikan bantuan sosial baik secara langsung maupun tidak langsung
sebagai upaya untuk memastikan akses pangan yang cukup bagi penduduk miskin.