Aplikasi Etilen Absorber Untuk Menunda Kematangan dan Dampaknya Terhadap Eating Quality Pisang Mas Kirana (Musa Sp.AA Group)
Abstract
Pisang Mas Kirana merupakan salah satu varietas pisang yang populer,
umumnya tumbuh di Indonesia dan merupakan pendukung utama industri dan
perdagangan pisang domestik dan ekspor. Sebagai buah klimakterik, pisang dapat
dipanen dengan umur sesuai waktu yang dibutuhkan dalam proses transportasi dan
distribusi untuk sampai pada konsumen. Pada proses transportasi dan distribusi
yang membutuhkan waktu lama, biasanya petani memanen pisang pada umur petik
kurang dari umur optimumnya sehingga saat pisang matang mempunyai eating
quality yang tidak sesuai dengan preferensi kosumen. Kondisi ini merupakan salah
satu kendala dalam agribisnis pisang khususnya pisang Mas Kirana. Apabila pisang
dipanen pada umur optimum akan menghasilkan eating quality yang baik, namun
umur simpan atau masa jualnya pendek.
Salah satu cara untuk mempertahankan mutu buah pisang selama
transportasi, distribusi dan penyimpanan adalah dengan mempertahankan green life
atau menunda proses kematangan yang disesuaikan dengan distribusi baik pasar
domestik maupun pasar ekspor dengan eating quality yang sesuai dengan preferensi
konsumen. Proses kematangan pisang dapat diperlambat dengan menggunakan
etilen absorber berbahan zeolit-KMnO4, yang berfungsi untuk menyerap etilen
yang di produksi pada buah klimakterik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji
dan menganalisis pengaruh penggunaan EAB (Etilen Absorber Bag) terhadap green
life (lama waktu penundaan) pisang Mas Kirana, dan mengkaji pengaruh lama
waktu penundaan terhadap perubahan mutu dan eating quality pasca EAB dilepas
dari kemasan.
Penelitian dibagi menjadi dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan pengukuran laju respirasi,
laju produksi etilen, uap air hasil respirasi, dan penentuan jumlah Zeolit-KMnO4
dan silica gel untuk EAB. Penelitian utama merupakan aplikasi EAB (Etilen
Absorber Bag) pada pisang Mas Kirana. Pada penelitian ini dibuat dua skenario
penundaan kematangan (masa green life) untuk masing-masing suhu penyimpanan.
Penyimpanan suhu ruang (27°C ± 2°C) ditunda kematangannya sampai hari ke-12
(skenario 1) dan ke-20 penyimpanan (skenario 2), sedang pada suhu dingin (15°C
± 2°C) ditunda kematangannya hari ke-20 (skenario 3) dan hari ke-28 (skenario 4).
Skenario suhu ruang mewakili kondisi distribusi yang dilakukan pada pasar lokal
yang umumnya dilakukan tanpa perlakuan dingin, sementara penundaan pada suhu
dingin mewakili distribusi untuk pasar ekspor yang umumnya menggunakan alat
transport berpendingin. Parameter mutu yang diukur pada proses penundaan
kematangan (selama EAB ada dalam kemasan) adalah warna kulit, kadar air, TPT
dan susut bobot. Pasca EAB dilepas dari kemasan untuk proses pematangan alami,
parameter mutu yang diukur adalah warna kulit, kadar air, TPT, susut bobot dan uji
organoleptik dengan parameter uji kesukaan pada warna, rasa dan tekstur.
Pada penelitian pendahuluan diperoleh data jumlah produksi etilen pisang
Mas Kirana pada suhu ruang adalah 1478,3 ppm/kg, jumlah uap air hasil respirasi
0,179 g H2O/hari/kg pisang. Berdasarkan data dan hasil perhitungan didapat berat
Zeolit+KMnO4 3,994 g untuk skenario 1 dan 2, dan 1,716 g untuk skenario 3 dan
4. Berat silika gel 14,41 g untuk penyimpanan suhu ruang dan 11,12 g untuk
penyimpanan suhu dingin.
Hasil penelitian utama menunjukkan aplikasi etilen absorber mampu
mempertahankan green life pisang sesuai dengan skenario pada masing-masing
suhu penyimpanan. EAB yang diaplikasikan pada pisang Mas Kirana dapat
memperlambat perubahan warna kulit pisang, TPT dan kadar air. Pada saat EAB
dilepas sesuai dengan skenario perlakuan, nilai kadar air pisang Mas kirana terukur
sebesar 70% - 76% untuk suhu ruang dan 71% - 72% untuk suhu dingin; nilai TPT
terukur 15,5 obrix – 23,3 obrix pada suhu ruang dan 18,9 obrix – 25,1 obrix pada
suhu dingin, dan warna kulit buah terukur 110,57 oH – 106,60 oH pada suhu ruang
dan 110,82 oH – 105,47 oH pada suhu dingin. Pasca EAB dilepas, pisang dibiarkan
di suhu ruang tanpa kemasan. Pada saat EAB dilepas warna kulit pisang masih
bewarna hijau kemudian pisang berubah warna menjadi kuning yang menandakan
pisang sudah matang. Waktu yang dibutuhkan untuk pisang Mas Kirana menjadi
matang adalah 2 hari pasca EAB dilepas untuk semua skenario.
Pasca EAB dilepas, semua sampel pisang dapat matang secara alami yang
ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan nilai TPT kemudian menurun saat
pisang membusuk. Puncak TPT pada sampel pisang Mas Kirana yang ditunda
kematangannya dan disimpan pada suhu dingin adalah 28,2
obrix – 28,8
obrix,
sedang pada kontrol sebesar 27,1 obrix. Pada penyimpanan suhu ruang, nilai puncak
TPT untuk sampel perlakuan adalah 29,6 obrix – 31,0 obrix, sedang pada kontrol
tertinggi sebesar 28,1 obrix. Secara umum dari hasil pengukuran, nilai TPT tertinggi
dihasilkan oleh sampel pisang yang ditunda kematangannya menggunakan
penyimpanan suhu ruang. Penundaan kematangan buah pisang menggunakan EAB
tidak menyebabkan gagal matang bahkan menghasilkan nilai TPT yang lebih tinggi
di banding dari kontrol baik yang dihambat menggunakan suhu ruang maupun suhu
dingin.
Sampel kontrol (tanpa EAB) yang disimpan pada suhu ruang mulai matang
penuh pada hari ke- 8 dan membusuk pada hari ke- 12, sedangkan yang disimpan
pada suhu dingin mulai matang penuh pada hari ke 16 dan kondisinya busuk pada
hari ke 20. Sementara pisang yang diberi perlakuan EAB dapat bertahan tetap hijau
sesuai skenario baik disuhu ruang maupun suhu dingin. Pisang yang ditunda
kematangan hingga hari ke12 (skenario 1) dan hari ke 20 (skenario 2), matang 2
hari setelah EAB di lepas dan masih diterima panelis baik warna kulit, tekstur dan
rasa sampai hari ke 3-4 setelah matang penuh, dengan demikian umur simpan
pisang sampai tidak disukai adalah 25 hari. Perlakuan suhu dingin saat
penghambatan (fase green life) menghasilkan masa simpan pisang hingga tidak
diterima panelis mencapai 34 hari. Rasa manis merupakan salah satu parameter
eating quality dari pisang Mas Kirana. Perlakuan EAB selain dapat menunda
kematangan dapat meningkatkan tingkat kemanisan saat buah matang. Nilai TPT
puncak untuk pisang yang diberi perlakuan EAB lebih tinggi dari pisang kontrol
(tanpa EAB) baik yang disimpan di suhu ruang maupun suhu dingin. Mas Kirana banana is one of the famous banana varieties, generally grown in
Indonesia and has become a significant supporter of the domestic and export banana
industry and trade. As a climacteric fruit, bananas can be harvested according to the
age required for transportation and distribution to consumers. In the transportation
and distribution process that takes a long time, farmers usually harvest bananas at
a picking date that is less than the optimum age so that when ripe bananas have
eating quality that is not following consumer preferences. This condition is one of
the obstacles in banana agribusiness, especially Mas Kirana bananas. If bananas are
harvested at the optimum age, they will produce good eating quality, but the shelf
life or selling period is short.
One way to maintain the quality of bananas during transportation, distribution
and storage is to maintain green life or delay the ripening process adapted to the
distribution of both the domestic and export markets with eating quality according
to consumer preferences. The banana ripening process can be slowed down
(maintaining green life) by using an ethylene absorber made from zeolite-KMnO4,
which functions to absorb ethylene produced in climacteric fruit. This study aimed
to examine the effect of using EAB (Ethylene Absorber Bag) on Mas Kirana
bananas' green life (delay time) and the effect of long delays on changes in quality
and eating quality after EAB is released from the packaging.
This research was divided into two stages, which were preliminary research
and main research. The preliminary research measured respiration rate, ethylene
production rate, and respiration water vapor and determined the amount of Zeolite KMnO4 and silica gel for EAB. The main research was the application of EAB
(Ethylene Absorber Bag) on Mas Kirana bananas and changes in quality during the
delay process until display. While adjourning the quality change, measuring and
observing water content, weight loss, and changes in fruit skin color were carried
out. After the shelf life was reached (according to the scenario), the EAB was
removed from the packaging. The bananas were left at room temperature for natural
ripening and continued until conditions were unacceptable to consumers.
In the preliminary study, data on the ethylene production of Mas Kirana
bananas at room temperature was 1478.3 ppm/kg, and the amount of water vapor
produced by respiration was 0.179 g H2O/day/kg bananas. Based on the data and
calculation results, the weight of Zeolite+KMnO4 is 3.994 g for scenarios 1 and 2
and 1.716 g for scenarios 3 and 4. Silica gel weighs 14.41 g for room temperature
storage and 11.12 g for cold storage.
The main research results showed that applying an ethylene absorber could
maintain the green life of bananas according to the scenario at each storage
temperature. EAB applied to Mas Kirana bananas could slow down changes in
banana skin color, TPT and water content. When EAB was released according to
the treatment scenario, the water content of Mas Kirana bananas was measured at
70% - 76% for room temperature and 71% - 72% for cold temperatures. The
measured TPT values were 15.5 obrix – 23.3 obrix at room temperature and 18.9
obrix – 25.1 obrix at cold temperatures, and fruit skin color measured 110.57 oH –
106.60 oH at room temperature and 110.82 oH – 105.47 oH at cold temperatures.
After removing the EAB, the bananas were left at room temperature without
packaging. When the EAB was released, the color of the banana peel was still green,
then the banana turned yellow, indicating that the banana was ripe. The time needed
for Mas Kirana bananas to ripen was two days after EAB was released for all
scenarios.
After EAB was released, all banana samples could ripen naturally as indicated
by the increase in TPT value and decreased when the bananas rotted. The peak TPT
in the sample of Mas Kirana bananas which were adjourned in ripening and stored
at cold temperatures, was 28.2 obrix – 28.8 obrix, while in control, it was 27.1 obrix.
At room temperature storage, the peak TPT value for the treatment sample was 29.6
obrix – 31.0 obrix, while in the highest control, it was 28.1 obrix. From the
measurement results, banana samples produced the highest TPT value, whose
ripeness was adjourned using room-temperature storage. Adjourning the maturity
of bananas using EAB did not cause them to fail to ripen and even resulted in higher
TPT values compared to controls which were either inhibited using room
temperature or cold temperatures.
Control samples (without EAB) stored at room temperature began to ripen
fully on the 8th day and decomposed on the 12th day, while those stored at cold
temperatures began to ripen on the 16th and decomposed on the 20th day fully. In
comparison, bananas treated with EAB could remain green according to the
scenario at room and cold temperatures. Bananas that were adjourned until the 12th
day (scenario 1) and 20th day (scenario 2) ripened two days after the EAB was
released and were still received by the panelists both in skin color, texture and taste
until day 3-4 after full maturity. This the shelf life of bananas until they were not
liked was 25 days. Cold temperature treatment during inhibition (green life phase)
resulted in the shelf life of bananas until they were not accepted by the panelists,
reaching 34 days. The sweet taste was one of the eating quality parameters of Mas
Kirana bananas. Besides delaying ripeness, EAB treatment can increase the level
of sweetness when the fruit is ripe. The peak TPT value for bananas treated with
EAB was higher than control bananas (without EAB), both stored at room and cold
temperatures.
Collections
- MT - Agriculture Technology [2209]