Kinerja Produksi Ikan Nila Oreochromis niloticus serta Keseimbangan Mineral pada Sistem Budidaya Akuaponik, Bioflok, dan Akuabioponik
Date
2023-02-03Author
Albani, Radi Ihlas
Budiardi, Tatag
Hadiroseyani, Yani
Ekasari, Julie
Metadata
Show full item recordAbstract
Ikan nila Oreochromis niloticus merupakan komoditas unggulan akuakultur di Indonesia, dan untuk menjaga produksi ikan nila diperlukan upaya peningkatan budidaya dengan sistem berbasis daratan “land based aquaculture”. Permasalahan yang dihadapi dalam budidaya ikan secara intensif pada sistem berbasis daratan adalah perlunya pengelolaan kualitas air yang baik, terutama untuk menjaga nilai kandungan limbah nitrogen seminimal mungkin. Akuaponik, dan bioflok merupakan teknologi yang telah diciptakan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Konsep utama dari kedua teknologi ini merupakan upaya untuk dapat mereduksi limbah nitrogen sebanyak-banyaknya namun dengan sesedikit mungkin penggantian air. Akuaponik mereduksi limbah nitrogen berbasis pada sistem fotoautotropik dengan memanfaatkan tumbuhan multiseluler yang biasanya berupa tanaman sayuran, sedangkan bioflok berbasis pada sistem bakterial heterotropik melalui pembentukan “floc”. Dengan demikian, maka target jenis limbah nitrogen yang direduksi pun berbeda, akuaponik terutama mereduksi nitrat (NO3-) sedangkan bioflok mengasimilasi amonia (NH4+). Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat peluang untuk mengkombinasikan kedua teknologi akuaponik dengan bioflok sehingga reduksi limbah nitrogen diharapkan dapat lebih maksimal. Akuabioponik pada penelitian ini terdiri dari tiga komponen ekosistem, yaitu ikan, tanaman, dan mikroba. Akuabioponik ini diharapkan dapat menjadi teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas budidaya ikan nila berbasis daratan secara efektif dan efisien.
Penelitian yang dilakukan adalah mengevaluasi kinerja produksi ikan nila, serta mengamati dinamika mineral P, K, Ca, Mg, Fe, Mn, Zn, dan Cu yang terbentuk pada sistem budidaya secara aquapoinik, bioflok, dan akuabioponik. Ikan nila ukuran panjang 5,56 ± 0,13 cm dan bobot 5,92 ± 0,47 g dipelihara dengan penebaran 4 ekor dalam 10 L air pada bak berisi 500 L air selama 60 hari, lalu dilakukan pengukuran parameter kualitas air, pertumbuhan ikan, pertumbuhan tanaman, retensi mineral, efisiensi sistem (air dan listrik), serta nilai ekonomis usahanya. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan yaitu akuaponik (AP), bioflok (BF), dan akuabioponik (AB) dengan tiga ulangan. Pengujian statistika dilakukan menggunakan metode sidik ragam satu arah dan uji lanjut Duncan.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ikan pada akuaponik dan akuabioponik memiliki nilai produksi yang tidak berbeda signifikan (p>0,05), namun lebih tinggi dan berbeda signifikan (p<0,05) jika dibandingkan bioflok. Nilai laju pertumbuhan panjang harian yang didapat pada AP, BF, dan AB masing-masing ialah 0,90±0,05 % hari -1, 0,72±0,02 % hari -1, dan 0,83±0,03 % hari -1. Laju pertumbuhan bobot harian pada AP, BF, dan AB masing-masing ialah 2,62±0,08 % hari -1, 2,16±0,04 % hari -1, dan 2,58±0,14 % hari-1. Biomassa Panen yang didapat pada AP, BF, dan AB masing-masing ialah 4,28±0,19 kg, 3,34±0,41 kg, dan 3,55±0,53 kg. Meskipun nilai produksi ikan pada akuabioponik tidak berbeda signifikan (p>0,05) dengan akuaponik, namun jumlah konsumsi pakan pada akuabioponik lebih rendah dan berbeda signifikan (p<0,05) dengan akuaponik. Jumlah konsumsi pakan pada AP, BF, dan AB masing-masing ialah 3,69±0,31 kg, 2,59±0,20 kg, dan 2,93±0,19 kg. Berdasarkan jumlah konsumsi pakan yang lebih rendah tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sistem akuabioponik merupakan sistem yang menghasilkan performa produksi ikan nila terbaik.
Pengamatan dinamika mineral dilakukan melalui pengukuran retensi mineral oleh ikan, retensi mineral oleh sayuran, dan retensi mineral oleh air. Dalam retensi tersebut bisa terjadi akumulasi apabila kadar mineral akhir mengalami peningkatan sehingga retensi bernilai positif, dan bisa terjadi reduksi apabila kadar mineral akhir mengalami penurunan sehingga retensi bernilai negatif. Retensi mineral air perlu menjadi perhatian utama, karena jika ditemukan adanya reduksi mineral tertentu pada air maka artinya pada sistem tersebut kemungkinan perlu mendapatkan masukan sumber mineral tambahan selain dari pakan. Berdasarkan data yang diperoleh diduga mineral Ca, Mg, Mn, Zn, dan Cu merupakan mineral yang esensial pada sistem akuaponik maupun akuabioponik, sedangkan pada sistem bioflok mineral yang diduga esensial adalah Mg.
Collections
- MT - Fisheries [2934]