Peningkatan resistensi larva ikan patin (Pangasius hypophthalmus) melalui Artemia yang diperkaya dengan ekstrak paci-paci (Leucas lavandulaefolia) terhadap infeksi Aeromonas hydrophila
Abstract
Kelangsungan hidup yang rendah pada stadia larva merupakan masalah yang telah lama dialami usaha budidaya perikanan di Indonesia. Selain faktor nutrisi dan kualitas telur, rendahnya kelangsungan hidup larva diduga disebabkan oleh keberadaan patogen opportunistik dalam media budidaya baik yang berasal dari air, pakan alami, maupun saluran pencernaan larva itu sendiri. Oleh karena itu, perlu dikembangkan metode untuk mengatasi permasalahan patogen dalam pemeliharaan larva. Selain melalui perbaikan lingkungan, strategi kontrol patogen dalam pemeliharaan larva yang mungkin dilakukan adalah melalui perbaikan resistensi larva terhadap infeksi patogen. Suatu alternatif yang menjanjikan untuk perbaikan resistensi larva adalah melalui pemberian fitofarmaka. Paci-paci (Leucas lavandulaefolia) merupakan tanaman obat yang sudah sejak lama digunakan untuk pengobatan manusia maupun hewan ternak. Sebagai obat herbal, tanaman ini juga dapat digunakan sebagai imunostimulan karena mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan fitofarmaka ektrak paci-paci melalui pengkayaan Artemia terhadap ketahanan tubuh dan kelangsungan hidup larva ikan patin (Pangasius hypophthalmus). Penelitian dilaksanakan Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Maret sampai November 2010.
Penelitian diawali dengan pengujian kandungan bahan aktif pada tanaman paci-paci. Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu disiapkan sediaan serbuk paci-paci. Sediaan dibuat menggunakan bagian daun tanaman paci-paci. Daun ini dicuci dengan air bersih kemudian dikeringkan. Proses pengeringan dilakukan pada udara terbuka (kering udara) di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Selanjutnya daun dikeringkan menggunakan oven suhu 45 oC selama 15 menit. Daun yang telah kering dihaluskan dengan blender, kemudian diayak dengan saringan sampai didapatkan bubuk yang halus. Selanjutnya dilakukan uji fitokimia pada bubuk daun paci-paci ini untuk mengetahui kandungan bahan aktif yang terkandung di dalamnya. Uji fitokimia dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor.
Pada tahap berikutnya dilakukan pengkayaan Artemia dengan ekstrak paci-paci pada beberapa waktu pengkayaan yaitu 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 jam untuk mengetahui waktu pengkayaan yang menghasilkan serapan fitofarmaka terbaik. Hasil pengukuran serapan ekstrak paci-paci dalam tubuh Artemia menggunakan alat spektrofotometer diketahui bahwa waktu pengkayaan selama 3 jam memberikan hasil terbaik. Besarnya serapan ekstrak paci-paci dalam tubuh Artemia didasarkan pada kandungan bahan aktifnya yaitu kadar flavanoid sebagai quersetin. Selanjutnya larva ikan patin umur 2 hari dipelihara dalam akuarium
berukuran 60x30x35 cm dan Artemia yang telah diperkaya ekstrak paci-paci dengan konsentrasi 2 g/L selama 3 jam. Pemberian Artemia dilakukan sampai larva berumur 7 hari. Pada hari ke 7 pemeliharaan dilakukan uji tantang dengan patogen, selanjutnya seluruh larva dipelihara secara normal. Pada hari ke 8 pemeliharaan, pakan digantikan dengan cacing tubifex yang dicincang. Pemeliharaan dilakukan selama 14 hari. Larva yang mati dicatat setiap hari untuk menghitung tingkat kelangsungan hidup. Panjang larva diukur pada awal dan akhir pemeliharaan untuk menentukan laju pertumbuhan. Selain itu, pada akhir penelitian juga dilakukan penghitungan total leukosit, differensial leukosit, serta aktivitas fagositik.
Hasil pengamatan yang dilakukan selama 7 hari pasca uji tantang dengan bakteri Aeromonas hydrophila menunjukkan bahwa kelangsungan hidup larva ikan patin tertinggi dicapai pada perlakuan kontrol fitofarmaka (KF) yaitu sebesar 93.75%. Sedangkan kelangsungan hidup terendah dicapai pada perlakuan kontrol positif (K(+)) yaitu sebesar 58.33%. Kelangsungan hidup pada perlakuan fitofarmaka (F) dan kontrol negatif (K(-)) adalah 73.75% dan 80.42%. Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan larva ikan patin menunjukkan rata-rata panjang individu terus mengalami peningkatan mulai dari awal sampai akhir pemeliharaan. Rata-rata panjang individu tertinggi dihasilkan oleh perlakuan KF, sedangkan rata-rata panjang individu terendah dihasilkan perlakuan K(+). Berdasarkan hasil perhitungan laju pertumbuhan mutlak diketahui bahwa laju pertumbuhan panjang tertinggi dihasilkan oleh perlakuan KF yaitu sebesar 1.29 cm, diikuti perlakuan F (1.23 cm) dan K(-) (1.08 cm). Sedangkan perlakuan K(+) menghasilkan laju pertumbuhan terendah yaitu sebesar 0.97 cm. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian ekstrak paci-paci tidak hanya mampu meningkatkan resistensi tetapi juga meningkatkan pertumbuhan larva ikan patin.
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada akhir penelitian diketahui bahwa perlakuan F menghasilkan nilai total leukosit tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Nilai total leukosit pada perlakuan F mencapai 2.18x103 sel/mm3. Perlakuan K(+) dan KF berturut-turut menghasilkan nilai total leukosit sebesar 1.98x103 dan 1.80x103 sel/mm3, sedangkan total leukosit terendah dihasilkan oleh perlakuan K(-) yaitu 1.62x103 sel/mm3. Pengamatan diferensial leukosit yang dilakukan pada akhir penelitian menunjukkan bahwa limfosit merupakan jenis leukosit yang jumlahnya paling melimpah dibandingkan dengan monosit, trombosit dan neutrofil untuk semua perlakuan. Hasil pengamatan aktifitas fagositik pada akhir penelitian menunjukkan bahwa perlakuan F memiliki nilai indeks fagositik yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Collections
- MT - Fisheries [2934]