Tingkat Kekeringan Meteorologi dan Kerentanan Kekeringan Pertanian Di Provinsi Jawa Timur
Abstract
Kekeringan merupakan kondisi kurangnya ketersediaan air pada suatu wilayah dalam jangka waktu yang panjang dan berpengaruh terhadap intensitas kebutuhan manusia. Kajian kekeringan ini digunakan untuk memantau tingkat kekeringan yang terjadi khususnya di Jawa Timur yang merupakan sentra pertanian serta membandingkan tingkat kekeringan pada fenomena tahun El Nino kuat, tahun El Nino lemah, dan tahun normal. Penelitian ini menggunakan indeks SPI untuk menghitung kekeringan meteorologi, VHI untuk kekeringan pertanian serta NDVI untuk kerentanan kekeringan menggunakan 3 tahun yang berbeda yaitu tahun 2015 sebagai tahun El Nino kuat, tahun 2017 sebagai tahun El Nino lemah, dan tahun 2017 sebagai tahun normal untuk pembanding. Kejadian El Nino menyebabkan
kekeringan yang tinggi dan waktu lebih panjang dibandingkan pada tahun normal. Terdapat perbedaan waktu terjadi kekeringan meteorologi dengan kekeringan pertanian, hal ini disebabkan oleh adanya time lag (penundaan) antara curah hujan dengan munculnya gejala kekeringan pertanian. Time lag antara kekeringan pertanian dengan kekeringan meteorologi terjadi selama tiga bulan. Kerentanan
kekeringan pada tahun El Nino memiliki kerentanan yang lebih tinggi dan stabil dibanding pada tahun normal, dimana kerentanan yang terlalu tinggi kurang cocok sebagai tempat budidaya tanaman yang rentan terhadap kekeringan, seperti padi. Produktivitas padi pada tahun 2019 merupakan produktivitas terendah dibandingkan pada tahun lainnya yang mencapai 5,72 ton/ha. Penurunan ini disebabkan oleh adanya pengaruh El Nino yang terjadi pada tahun 2019 lebih kuat dibandingkan pada tahun 2015, sedangkan produktivitas padi tertinggi terjadi pada tahun 2015 mencapai rata-rata 6,11 ton/ha. Drought is a condition of lack of water availability in an area over a long period and affects the intensity of human needs. This drought study is used to monitor the level of drought that occurs, especially in East Java as an agricultural center, and compare the level of drought in the phenomenon of strong El Nino years, weak El Nino years, and normal years. This study uses the SPI index to calculate
meteorological drought, VHI for agricultural drought and NDVI for drought vulnerability using 3 different years, namely 2015 as a strong El Nino year, 2017 as a weak El Nino year, and 2017 as a normal year for comparison. El Nino events cause high drought and more extended time than normal years. There is a difference in timing between meteorological drought and agricultural drought, and this is due
to the time lag between rainfall and the appearance of symptoms of agricultural drought. The time lag between agricultural drought and meteorological drought is three months. Drought vulnerability in El Nino years has a higher and more stable vulnerability than in normal years, where too high vulnerability is less suitable as a place for cultivating drought-prone crops, such as rice. Rice productivity in 2019
was the lowest productivity compared to other years, reaching 5.72 tons/ha. This decrease was due to the influence of El Nino occurred in 2019, which was stronger than in 2015, while the highest rice productivity occurred in 2015, reaching an average of 6.11 tons/ha.