Klasifikasi Kadar Glukosa Darah Keluaran Alat Non-Invasif Menggunakan Regresi Logistik Ordinal dengan Peringkasan Luas
Abstract
Diabetes Melitus (DM) dikenal sebagai silent killer karena gejalanya
cenderung tidak disadari. Pemeriksaan kadar glukosa darah penting dilakukan
berkala untuk mengontrol kadar glukosa darah bagi penderita maupun non-penderita DM. Tim Non-Invasif Biomarking IPB mengembangkan alat pengukur
kadar glukosa darah non-invasif untuk memudahkan proses pemantauan tersebut.
Alat tersebut menggunakan prinsip spektroskopi dan menghasilkan keluaran berupa
nilai residu intensitas cahaya. Suatu metode diperlukan untuk memprediksi kategori
kadar glukosa darah berdasarkan hasil pengukuran alat non-invasif. Pemodelan
klasifikasi merupakan salah satu metode untuk menganalisis hubungan antara kelas
kadar glukosa darah hasil pengukuran invasif dengan nilai residu intensitas hasil
pengukuran non-invasif. Salah satu metode klasifikasi yang umum digunakan
adalah regresi logistik. Regresi logistik adalah salah satu regresi dengan peubah
respon berupa kategorik. Jika skala pengukuran dari peubah respon adalah ordinal,
analisis yang digunakan adalah regresi logistik ordinal. Metode ini menghasilkan
model akhir berupa fungsi logit peluang kumulatif. Data berbasis spektrum cahaya
yang digunakan sebagai peubah prediktor X seringkali memberikan peubah yang
saling berkorelasi antara satu dengan lainnya. Principal component analysis akan
digunakan untuk mereduksi dimensinya sehingga menjadi sekumpulan peubah baru
yang tidak berkolerasi. Pendekatan peringkasan data yang baik pada tahap
prapemrosesan juga diperlukan untuk memberikan pemodelan yang baik. Beberapa
metode peringkasan telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Peringkasan luas
pada periode merupakan metode peringkasan terbaik karena dapat memanfaatkan
keseluruhan informasi data. Penelitian ini menggunakan metode regresi logistik
ordinal sebagai metode pemodelan dengan menerapkan principal component
analysis dan peringkasan luas yang diterapkan pada data 2017 dan data 2019.
Pemodelan klasifikasi pada data 2017 menghasilkan nilai balanced accuracy
sebesar 64,64%. Pemodelan klasifikasi pada data 2019 menghasilkan nilai balanced
accuracy sebesar 57,57%. Desain yang digunakan pada alat 2017 dan alat 2019
berbeda. Hal tersebut menyebabkan grafik residu intensitas hasil pengukuran non-invasif yang terbaca juga berbeda. Model pada data 2017 lebih baik diterapkan pada
data yang homogen dan model pada data 2019 lebih baik diterapkan pada data yang
heterogen.