Evaluasi Kelayakan Usaha Ternak Kambing Perah Peranakan Etawa (PE), di Peternakan Unggul, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor
Abstract
Adanya penetapan kebijakan diberlakukannya otonomi daerah, setiap daerah didorong untuk mampu mengembangkan komoditas unggulan sebagai sumber pemasukan bagi pendapatan asli daerah. Salah satu komoditas pada subsektor peternakan yang mulai dikembangkan pemerintah daerah khusunya propinsi Jawa Barat adalah kambing perah. Selain itu pengembangan kambing perah didukung dengan adanya sumber daya ternak kambing lokal yang berkualitas dan adaptif terhadap kondisi lingkungan yang panas dan lembab. Indikator peningkatan pembangunan subsektor peternakan dapat dilihat dengan adanya indikasi bertambahnya populasi ternak pada komoditas yang ada. Penyebaran populasi ternak kambing dari tahun ke tahun umumya terjadi peningkatan. Peningkatan terbesar populasi kambing terjadi di propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu daerah sentra ternak kambing nasional. Hal ini terlihat bahwa Propinsi Jawa Tengah merupakan populasi kambing terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 3.193.842 ekor pada tahun 2007 (data sementara). Sedangkan Jawa Barat berada pada urutan ketiga terbesar, sebanyak 1.393.190 ekor setelah propinsi Jawa Timur. Berdasarkan jumlah populasi terbesar ketiga nasional tersebut dapat dikatakan bahwa ternak kambing merupakan salah satu komoditas unggulan di provinsi Jawa Barat yang masih berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan agribisnis peternakan khususnya kambing perah PE di Kabupaten Bogor dapat dijadikan sebagai pengembangan sentra usaha komoditi unggulan. Angka populasi ternak kambing PE yang berada di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan. Kecamatan Ciampea merupakan salah satu sentra perkembangan populasi ternak kambing perah di Kabupaten Bogor. Data dinas peternakan dan perikanan Kabupaten Bogor pada tahun 2007 menjelaskan bahwa Kecamatan Ciampea, terjadi peningkatan jumlah populasi kambing perah cukup signifikan mencapai 129,26 persen diantara kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Peningkatan jumlah populasi tersebut mengindikasikan bahwa perkembangan usaha ternak kambing keberadaannya dapat diterima oleh masyarakat. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah :1) Menganalisis kelayakan usaha Peternakan Unggul dari aspek kelayakan finansial dan non finansial (aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial). 2) Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan usaha kambing perah PE terhadap perubahan dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya dari usaha tersebut. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang aspek-aspek budidaya kambing perah PE secara umum meliputi analisis aspek pasar, aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, dan aspek sosial Peternakan Unggul. Analisis kuantitatif meliputi analisis kelayakan finansial pengusahaan kambing unggul, analisis kelayakan finansial ini menggunakan perhitungan kriteria-kriteria investasi yaitu, Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP) dan analisis Switching value. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan program komputer Ms. Excel. Analisis yang dilakukan terhadap aspek non finansial penting untuk dilakukan karena dapat memberikan gambaran terhadap usaha yang akan maupun sedang dijalankan. Walaupun aspek non finansial belum ada keseragaman yang pasti tentang aspek apa saja yang menjadi acuan untuk diteliti. Namun pada penelitian ini yang dilakukan terhadap aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial. Hasil analisis kriteria kelayakan finansial, usaha Peternakan Unggul berdasarkan dua skenario menunjukan Skenario I dilihat dari kriteria NPV, IRR, net B/C dan PBP lebih menguntungkan dibandingkan dengan Skenario II: masingmasing nilai yang diperoleh NPV sebesar Rp 359. 966.477, IRR: 127 persen, Net B/C: 5,77 dan PBP: 2,01 tahun atau setara dengan dua tahun, tiga hari. Skenario II hasil yang diperoleh dari pendekatan NPV nilai yang diperoleh adalah Rp 57.872.694 IRR : 44 persen, Net B/C : 1,61 dan PBP : 6,88 tahun, setara dengan enam tahun sepuluh bulan,enam belas hari. Analisis Switching Value pada skenario I diperoleh tingkat penurunan harga susu yang dapat ditolerir sebesar 30,16 persen, dan kenaikan biaya yang dapat ditolerir sebesar 55,43 peersen. Sedangkan skenario II diperoleh tingkat kepekaan terhadap penurunan harga susu kambing sebesar 13,03 persen, sedangkan peningkatan biaya variabel diperoleh sebesar 18,52 persen. Hasil perbandingan tersebut menunjukan skenario II lebih peka atau sensitif terhadap perubahan baik dari penurunan harga susu maupun kenaikan biaya variabel. Semakin sensitif terhadap suatu perubahan dampak usaha yang akan dijalankan semakin berrisiko. Perbandingan Switching Value usaha Peternakan Unggul. Penyebab skenario II lebih peka/sensitif dibandingkan skenario I, dikarenakan pada skenario II kemampuan usaha kambing perah PE dengan kapasitas kandang sebanyak 50 ekor ternak kambing dan kemampuan investasi awal sebnnyak 21 ekor, penerimaan outflow yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan inflow yang dihasilkan sehingga kurang efisien menggunakan biaya investasi yang ditanamkan.
Collections
- UT - Agribusiness [4610]