Penentuan Asuransi Indeks Iklim Tanaman Jagung dengan Pemodelan Simulasi Tanaman (DSSAT)
Date
2022-08-22Author
Muawanah, Khusnun Nada
Boer, Rizaldi
Hidayati, Rini
Metadata
Show full item recordAbstract
Perubahan iklim salah satunya disebabkan oleh aktivitas manusia yang
melepaskan gas rumah kaca ke atmosfer.Jika dibiarkan, fenomena perubahan iklim
lebih jauh dapat menciptakan situasi berbahaya yang mengancam stabilitas
pertanian dan kehutanan. Tanpa ada upaya adaptasi, dampak perubahan iklim pada
sektor pertanian akan semakin meningkat. Salah satu strategi pengelolaan risiko
iklim yang telah banyak dikembangkan adalah asuransi pertanian berbasis indeks
iklim. Asuransi pertanian berbasis indek iklim diharapkan dapat mendorong petani
untuk adopsi teknologi adaptif iklim karena adanya perlindungan melalui asuransi
iklim. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menentukan indeks iklim untuk
asuransi tanaman jagung di Kabupaten Tulungagung. Indek iklim disusun dengan
menggunakan pemodelan simulasi tanaman DSSAT (Decision Support System for
Agrotechnology Transfer). Wilayah target untuk pengembangan indek iklim
ditentukan dengan menggunakan analisis kluster berdasarkan pola hujan dengan
metode K-Mean dan FCM. Wilayah pertanaman jagung dapat dikelompokkan
menjadi tiga berdasarkan pola hujannya, yaitu wilayah curah hujan tinggi, sedang
dan rendah. Hasil analisis menunjukkan bahwa metode K-means lebih baik
dibandingkan FCM. Kemudian, hasil simulasi DSSAT menunjukkan bahwa
keragaman hasil tanaman jagung yang paling dipengaruhi oleh keragaman hujan
ialah pada pada wilayah curah hujan sedang. Curah hujan selama musim tanam
sebesar 810 mm digunakan sebagai nilai indek. Nilai ini didefinisikan sebagai nilai
dimana rasio antara penerimaan dan biaya (R/C) sama dengan 1. Periode ulang
kejadian tinggi hujan <= 810 mm selama periode perlindungan asuransi yaitu pada
Julian Day 41-55 adalah 15 tahun. Berdasarkan analisis Monte Carlo, besar
pembayaran premi asuransi iklim untuk Jagung di wilayah hujan sedang ialah
antara Rp268.000 sampai Rp382.000 dengan perkiraaan peserta polis antara 6.818
hingga 28.407. Climate change mainly occur due to human activities, which release
greenhouse gases into the atmosphere. Further, this condition can create a
dangerous situation that threatens the stability of agriculture and forestry. Without
any adaptation efforts, the impact of climate change on the agricultural sector will
increase. Agricultural insurance based on climate index has been widely developed
as a strategy to manage climate risk due to this phenomenon. Agricultural climate index based insurance is expected to encourage farmers to adopt climate-adaptive
technology and provide protection through climate insurance. This study aims to
determine the climate index crop insurance for maize in Tulungagung Regency.
The climate index was calculated using DSSAT (Decision Support System for
Agrotechnology Transfer) as a crop simulation modelling. The target area for the
development of the climate index was determined using cluster analysis based on
rainfall patterns using the K-Mean and FCM methods. The area of maize
cultivation according to the rainfall pattern can be categorized into three groups,
namely high, medium, and low rainfall areas. Results of the analysis show that the
K-means method is better than FCM. Afterwards, the results of the DSSAT
simulation showed that the rainfall fluctuation affected maize yields the most in the
area of moderate rainfall. Rainfall during the growing season used as the climate
index is 810 mm. This value indicated thatthe ratio of revenues to costs (R/C) is
equal to 1. The return period for high rainfall events ≤ 810 mm during the insurance
protection period is on Julian Day 41-55 is 15 years. Based on the Monte Carlo
analysis, the amount of climate insurance premium payments for corn in moderate
rain areas is between Rp268.000 to Rp382.000 with an estimate of policy
participants between 6.818 to 28.407.