Penerapan Regresi Binomial Negatif untuk Mengatasi Overdispersi pada Regresi Poisson Kasus Demam Berdarah di Jawa Barat
Abstract
Demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi penyakit endemik berbagai kota besar di Indonesia, termasuk Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah kasus tertinggi. Jumlah kasus DBD merupakan data cacah yang mengikuti sebaran Poisson. Model regresi paling sederhana dalam memodelkan data cacahan adalah regresi Poisson. Namun, pada penerapannya regresi Poisson mengalami masalah overdispersi. Penanganan overdispersi pada regresi Poisson dapat ditangani menggunakan regresi binomial negatif. Pada penelitian ini dilakukan pemodelan regresi binomial negatif dalam menganalisis data jumlah kasus demam berdarah di Jawa Barat yang mengalami overdispersi. Hasil pada penelitian ini adalah regresi binomial negatif merupakan model yang lebih baik dibandingkan regresi Poisson berdasarkan nilai AIC dan BIC yang diperoleh. Peubah-peubah yang terbukti berpengaruh signifikan terhadap jumlah kasus demam berdarah di Jawa Barat diantaranya adalah persentase penduduk miskin, kepadatan penduduk, dan rasio dokter umum terhadap puskesmas. Dengue hemorrhagic fever (DHF) has become an endemic disease in many big cities in Indonesia, including West Java as the province with the highest number of cases. The number of DHF cases is a count data that follows the Poisson distribution. The simplest regression model for count data is Poisson regression. However, in its application, Poisson regression has an overdispersion problem. Overdispersion in Poisson regression can be handled using negative binomial regression. In this study, negative binomial regression will be carried out for modelling the number of dengue fever case in West Java with overdispersion conditions. This study showed that negative binomial regression model perfomed better than Poisson regression based on the obtained AIC and BIC values. The variables that have been shown to have a significant effect on the number of dengue fever cases in West Java included the percentage of poor people, population density, and the ratio of general practitioners to puskesmas.