Bekatul Beras Hitam Terfermentasi Memperbaiki Profil Kesehatan Kolon Mencit yang Diinduksi Senyawa Karsinogen Azoxymethane
Date
2022-08-12Author
Putri, Nouverra Nadya
Prangdimurti, Endang
Budijanto, Slamet
Pontjo, Bambang
Metadata
Show full item recordAbstract
Kanker adalah penyakit saat sel tubuh membelah secara abnormal dan menginvasi jaringan terdekat. Kanker dapat menyebar ke organ dan bagian tubuh lainnya melalui pembuluh darah dan sistem limfa. Indonesia mengalami peningkatan prevalensi kanker dari 1.4% menjadi 1.8% pada tahun 2018. Upaya pencegahan dinilai menjadi cara yang efektif dalam mengendalikan dan menurunkan jumlah penderita kanker di Indonesia. Bekatul adalah produk samping dari produksi beras yang berasal dari lapisan aleurone gabah, sehingga memiliki komponen endosperma dan tunas. Endosperma dan tunas pada gabah memiliki kandungan antioksidan lipofilik dan fenolik yang dapat membantu dalam mencegah kanker. Bekatul beras hitam memiliki komponen bioaktif dan serat yang paling tinggi dibandingkan dengan beras merah dan putih. Bekatul terfermentasi diperkirakan memiliki kemampuan lebih baik dalam mengatasai radikal bebas dibandingkan dengan bekatul non fermentasi yang disebabkan adanya peningkatkan komponen antioksidan, sehingga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menangkal radikal bebas.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi bekatul beras hitam yang telah difermentasi dengan Rhizopus olygosporus dalam memperbaiki kesehatan kolon mencit Balb/c jantan yang diinduksi karsinogen azoxymethane (AOM), yang diindikasikan melalui pengukuran jumlah total bakteri asam laktat (BAL) pada feses dan isi sekum, konsentrasi asam lemak rantai pendek (ALRP) pada feses dan isi sekum, dan kadar malondialdehida (MDA) pada jaringan kolon.
Gabah yang digunakan adalah varietas Cempo Ireng yang didapat dari petani Cigudeg, Bogor Bekatul beras hitam diperoleh dengan cara menggiling gabah kemudian menyosoh beras hitam, sehingga dihasilkan bekatul. Bekatul beras hitam selanjutnya dipanaskan dengan autoklaf dan dibagi menjadi dua perlakuan, 36666yaitu fermentasi dan nonfermentasi. Bekatul beras hitam fermentasi diinokulasikan dengan kapang Rhizopus olygosporus, selanjutnya bekatul beras hitam fermentasi dan nonfermentasi dipanaskan kembali dan dibekukan selama 24 jam. Bekatul beras hitam beku dikeringkan dengan menggunakan freeze drier selama 24 jam. Konsentrasi asam lemak rantai pendek diuji menggunakan gas chromotagraphy dengan kolom DB-23 dan detektor flame ionization detector dan fase gerak nitrogen. Kadar malondialdehida pada mukosa kolon diuji dengan menggunakan thiobarbituric acid dan diukur perubahan warnanya menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Mencit BALB-c jantan usia 6 minggu dikelompokkan menjadi 4, yaitu kontrol negatif (KN), kontrol positif (KP), bekatul beras hitam fermentasi (BBHF), dan bekatul beras hitam nonfermentasi (BBHNF). KP dan KN diberi ransum standar AIN 93M modifikasi, sedangkan ransum untuk BBHF dan BBHNF diberikan ransum yang diganti sumber seratnya menjadi bekatul beras hitam sesuai dengan acuan kandungan gizi AIN 93M. Mencit diintervensi selama
24 minggu. Kelompok KP, BBHF dan BBHNF diinjeksikan AOM dengan
konsentrasi 10 mg/kg BB pada minggu ke-9, diikuti dengan pemberian DSS satu minggu pasca injeksi AOM selama empat hari dengan konsentrasi 1%.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kandungan serat pangan larut air pada BBHF lebih tinggi dibandingkan dengan BBHNF. Hasil serat larut air akan memengaruhi bakteri asam laktat dan produksi asam lemak rantai pendeknya. Jumlah koloni BAL pada feses kelompok BBH pada akhir intervensi menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok KP. Jumlah koloni bakteri asam laktat BBHF memiliki hasil yang paling tinggi (9.22±0.02 log CFU/g). Penurunan bakteri asam laktat diduga disebabkan oleh adanya disbiosis akibat inflamasi dari paparan karsinogen dan agen inflamasi. Disbiosis menyebabkan kolon tidak memiliki lingkungan dan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Kadar MDA pada kelompok BBH menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan KP (2.03±0.09 µmol). Kadar MDA BBHF (1.4142±0.025 µmol) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok BBHNF (1.8835±0.0496 µmol) dan menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
Konsentrasi ALRP pada feses akhir intervensi menunjukkan kelompok BBHNF cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan BBHF. Konsentrasi yang lebih tinggi pada kelompok BBHNF ditunjukkan pada asam butirat (0.99±0.49 mM) dan asam propionat (1.47±0.5 mM), sedangkan asam asetat menunjukkan hasil kelompok BBHF (6.15±0.75 mM) lebih tinggi. Konsentrasi asam lemak rantai pendek pada isi sekum menunjukkan kelompok non fermentasi menghasilkan asam lemak rantai pendek yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok fermentasi dan kontrol positif, yaitu konsentrasi asam asetat (11.92±0.01 mM), asam butirat (3.41±0.01 mM), dan asam propionat (2.31±0.01 mM). Penurunan jumlah ALRP pada feses dibandingkan isi sekum diperkirakan karena penyerapan di kolon. Jenis serat juga akan memengaruhi asam lemak rantai pendek yang dihasilkan.
Berdasarkan jumlah koloni BAL dan kadar MDA yang terbentuk, bekatul beras hitam fermentasi memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan yang bekatul beras hitam nonfermentasi, sedangkan bekatul beras hitam nonfermentasi menunjukkan konsentrasi asam lemak rantai pendek yang lebih tinggi terutama pada isi sekum. Oleh karena itu, bekatul beras hitam fermentasi dan bekatul beras hitam nonfermentasi memiliki kemampuan dalam memperbaiki profil kesehatan kolon.
Collections
- MT - Agriculture Technology [2271]