Keberlanjutan Agribisnis Kakao pada Level Usahatani di Indonesia
Abstract
Komoditas kakao merupakan salah satu komoditas perdagangan yang penting di Indonesia. Sejak tahun 2010 lalu, diberlakukan bea keluar untuk produk biji kakao, hal ini bertujuan untuk mengembangkan industri pengolahan domestik dengan memanfaatkan ketersediaan biji kakao yang ada di dalam negeri. Kebijakan tersebut telah berhasil mengubah struktur ekspor komoditas kakao yang pada awalnya didominasi oleh produk biji kakao, menjadi produk olahan kakao setengah jadi seperti kakao bubuk, mentega, dan lain sebagainya. Namun, selain adanya peningkatan ekspor produk olehan kakao, kebijakan bea keluar juga diikuti dengan peningkatan impor biji kakao, yang menyebabkan nilai perdagangan komoditas kakao justru mengalami penurunan. Disisi lain, dinamika perdagangan kakao tersebut terlanjur menimbulkan dinamika keberlanjutan agribisnis kakao pada level usahatani, yaitu penurunan produksi, produktivitas, dan luas areal kakao. Dengan melihat kebutuhan dari industri pengolahan yang seharusnya tidak bergantung pada impor biji kakao, dinamika keberlanjutan kakao di level usahatani pada gilirannya akan mengganggu keberlanjutan sistem agribisnis kakao di Indonesia.
Tujuan penelitian ini yaitu mengukur tingkat keberlanjutan usahatani kakao di Indonesia dan mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi tingkat keberlanjutan tersebut. Keberlanjutan usahatani dilihat dari tiga aspek keberlanjutan yaitu aspek ekonomi yang dicerminkan dari produksi dan kesejahteraan usahatani kakao, aspek ekologi yang dilihat dari penggunaan input usahatani kakao yang dapat berdampak pada lingkungan, dan aspek sosial yang dicerminkan dari keterlibatan petani dalam lingkungan sosial dan peranan lingkungan sosial pada usahatani kakao. Data yang digunakan adalah data survey NICHE (The Netherlands Initiative for Capacity Development in Higher Education), survey usahatani pada 270 unit usahatani yang tersebar merata di tiga provinsi penghasil kakao yaitu Sumatera Barat, Bali, dan Sulawesi Barat pada tahun 2016. Jumlah unit usahatani yang memenuhi syarat dan digunakan pada penelitian ini sebanyak 212 unit usahatani kakao. Analisis data untuk mengukur tingkat keberlanjutan usahatani kakao menggunakan metode indikator komposit dan metode Partial Least Square Path Modeling (PLS-PM). Metode PLS-PM juga digunakan untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberlanjutan usahatani kakao.
Hasil analisis menunjukkan secara umum usahatani kakao tidak berkelanjutan. Usahatani kakao lebih berkelanjutan pada aspek sosial dibandingkan dengan aspek ekonomi dan ekologi, meskipun demikian sebagian besar usahatani kakao yang diteliti juga tidak berkalanjutan pada aspek sosial. Hal ini menunjukkan produktivitas dan kesejahteraan usahatani kakao rendah, sementara ketergantungan usahatani kakao terhadap input yang dapat berpengaruh negatif terhadap lingkungan tinggi. Disisi lain, peranan dan keterlibatan lingkungan sosial pada usahatani kakao juga rendah meskipun lebih baik jika dibandingkan dengan kedua aspek keberlanjutan yang lain.
Tingkat keberlanjutan usahatani kakao dipengaruhi oleh karakteristik petani dan karakteristik usahatani kakao. Karakteristik petani yang berpengaruh terhadap keberlanjutan usahatani kakao yaitu umur petani. Petani kakao pada penelitian ini berada pada tingkat umur produktif, oleh sebab itu umur petani berpengaruh secara positif terhadap keberlanjutan usahatani kakao pada aspek ekonomi. Sementara dilihat dari karakteristik usahatani kakao, keberlanjutan usahatani kakao dipengaruhi oleh penerapan teknologi budidaya yaitu sambung samping, jumlah keluarga petani yang membantu dalam usahatani kakao, value produk biji kakao yang dihasilkan usahatani, dan adanya dukungan lembaga sosial terhadap aktivitas usahatani kakao.
Umur tanaman kakao yang diduga menjadi penyebab rendahnya produktivitas kakao ternyata tidak mempengaruhi keberlanjutan usahatani kakao dari aspek manapun, termasuk ekonomi. Penerapan sambung samping yang berpengaruh positif terhadap keberlanjutan dari aspek ekonomi kemungkinan menjadi penyebab umur tanaman kakao tidak mempengaruhi keberlanjutan usahatani kakao. Namun petani kakao yang melakukan sambung samping cenderung menggunakan input usahatani yang berpengaruh negatif terhadap lingkungan sehingga penerapan teknologi tersebut berpengaruh negatif terhadap keberlanjutan dari aspek ekologi.
Jumlah keluarga petani yang membantu dalam berusahatani kakao dan nilai produk biji kakao yang dihasilkan usahatani, dilihat dari bentuk, grade dan harga biji kakao, berpengaruh positif terhadap keberlanjutan pada aspek ekonomi dan aspek sosial. Pada aspek ekonomi, kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap kesejahteraan usahatani kakao dengan meningkatkan pendapatan petani. Dukungan dari lembaga sosial yaitu pemerintah, lembaga swadaya masyarakan (LSM) dan lembaga privat berpengaruh secara positif terhadap aspek sosial keberlanjutan usahatani kakao. Namun, dukungan tersebut tidak berpengaruh terhadap aspek ekonomi dan ekologi, kecuali adanya dukungan pemerintah yang berpengaruh terhadap keberlanjutan dari aspek ekologi secara positif.
Upaya mencapai usahatani kakao yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan meningkatkan peran lembaga sosial yang ada disekitar usahatani kakao, sehingga dukungan lembaga sosial tidak hanya meningkatkan keberlanjutan dari aspek sosial, namun juga dari aspek ekonomi dan ekologi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menjadikan lembaga sosial yaitu pemerintah, LSM dan lembaga privat sebagai pengawas yang memastikan usahatani menerapkan faktor-faktor yang meningkatkan keberlanjutan usahatani seperti menerapkan sambung samping dan meningkatkan nilai produk biji kakao yang dihasilkan usahatani. Selain itu minat petani dalam berusahatani kakao perlu dipertahankan dan ditingkatkan sehingga potensi pengembangan usahatani kakao, yang terlihat dari umur petani dan jumlah anggota keluarga yang membantu dalam usahatani yang berpengaruh positif terhadap keberlanjutan, dapat dimanfaatkan.
Collections
- MT - Economic and Management [2972]