Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri mobil di Indonesia
Abstract
Liberalisasi perdagangan telah menghilangkan hampir seluruh batas antar negara. Arus modal yang demikian cepat, serta beroperasinya perusahaanperusahaan Multi National Companies (MNC) dengan produksi serta jaringan distribusi yang menyebar di seluruh dunia menjadi gambaran kondisi sektor industri dunia, tidak terkecuali Indonesia. Diantara sekian banyak industri berskala internasional tersebut, salah satunya adalah industri mobil, yang merupakan sektor yang cukup berkembang di Indonesia. Berkembangnya sektor mobil di Indonesia tidak lepas dari potensi yang dimiliki Indonesia dalam sektor tersebut, baik dari sisi produksi dengan banyaknya sumberdaya yang potensial, maupun dari segi konsumsi, karena memiliki pasar potensial yang senantiasa terus berkembang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri mobil di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis bagaimana elastisitas masing-masing faktor produksi serta nilai skala hasil usaha industri mobil di Indonesia, kemudian melihat nilai tambah serta efisiensi industri mobil untuk mengetahui perkembangan kinerja industri mobil di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa nilai output dan biaya input industri mobil Indonesia beserta tiga faktor produksi yakni bahan baku, modal, serta energi. Data tersebut merupakan data time series dari periode 1985 hingga 2005 yang berasal dari Badan Pusat Statistik. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan fungsi Cobb-Douglas yang diregresikan secara linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini menunjukkan faktor produksi bahan baku memiliki pengaruh positif signifikan, yang berarti bahwa peningkatan input bahan baku akan meningkatkan nilai output, ceteris paribus. Faktor produksi bahan baku merupakan faktor produksi dengan nilai input yang terbesar. Faktor produksi modal memiliki pengaruh positif namun tidak nyata, yang berarti bahwa peningkatan input modal akan meningkatkan nilai output, ceteris paribus. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi perusahaan jika ingin mendapat hasil optimal dari peningkatan nilai input modal. Faktor produksi energi memiliki pengaruh positif signifikan, yang berarti jika nilai input energi ditingkatkan, maka output akan mengalami peningkatan, ceteris paribus. Peran input energi yang besar dikarenakan industri mobil banyak menggunakan mesin dalam proses produksinya. Kondisi ini menuntut pasokan energi dalam jumlah besar agar proses produksi dapat berjalan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa krisis ekonomi tahun 1997 tidak berpengaruh nyata terhadap industri mobil, yang ditandai dengan cepat pulihnya industri ini pasca krisis, sedangkan deregulasi tanggal 24 Juni 1999 bepengaruh nyata terhadap industri mobil, yang dapat dilihat dari meningkatnya efisiensi industri mobil sejak diberlakukannya deregulasi ini. Nilai elastisitas dari ketiga faktor produksi yang dipergunakan memiliki nilai antara 0 sampai 1. Hal ini berarti bahwa penggunaan ketiga faktor produksi telah optimal. Nilai skala hasil usaha yang terlihat dari penjumlahan seluruh koefisien faktor produksi menunjukkan nilai yang lebih besar dari satu, yang berarti bahwa industri mobil memiliki skala hasil usaha yang meningkat (increasing returns to scale). Kondisi ini umum terjadi pada kondisi industri dengan ukuran perusahaan besar dimana spesialisasi dalam proses produksi sangat kompleks seperti pada industri mobil. Selama kurun waktu 1985 hingga 2005, industri mobil Indonesia menunjukkan efisiensi yang cukup baik dengan tren yang konstan. Hal ini menandakan bahwa industri mobil di Indonesia telah menerapkan metode produksi yang tepat. Pada tahun 1998, sempat terjadi penurunan nilai efisiensi sebagai akibat dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun sebelumnya. Pasca krisis, tepatnya mulai tahun 1999, efisiensi industri mobil mengalami peningkatan. Kondisi ini sejalan dengan diberlakukannya deregulasi tanggal 24 Juni 1999 yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi industri mobil. Nilai tambah industri mobil memiliki tren yang cukup stabil pada tahun-tahun sebelum krisis namun mengalami peningkatan yang besar pada tahun-tahun pasca krisis. Hal ini dikarenakan semakin efisiennya proses produksi sehingga mampu menghasilkan output dalam nilai yang lebih besar dibandingkan nilai inputnya. Pada tahun 1997, terjadi penurunan nilai tambah yang disebabkan meningkatnya biaya input akibat kondisi ekonomi yang menurun, sedangkan penurunan tahun 2003 disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan industri komponen kendaraan, sehingga berdampak pada jumlah output yang dihasilkan oleh industri mobil Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa industri mobil Indonesia memiliki pertumbuhan yang positif, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi 1997. Akan tetapi masih terdapat beberapa kendala yang harus diatasi agar industri mobil dapat berproduksi dengan lebih optimal. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat terus mendorong produktivitas industri mobil dengan cara menjamin ketersediaan dan kelancaran distribusi pasokan listrik (energi) kepada pelaku industri serta terus mendorong pertumbuhan industri komponen pendukung (bahan baku) agar proses produksi tidak terhambat.