Seroprevalensi dan Karakterisasi Genetik Leptospira Anjing serta Respon Antibodi Pascavaksinasi dan Faktor Risiko Penularannya
Date
2022Author
Retnowati, Ambar
Indrawati, Agustin
Kesumawati, Upik
Safika, Safika
Noor, Susan Maphilindawati
Metadata
Show full item recordAbstract
Leptospirosis adalah satu diantara zoonosis yang disebabkan oleh infeksi
bakteri genus Leptospira. Leptospirosis pada manusia di Indonesia merupakan
penyakit menular terabaikan atau neglected infectious diseases walaupun angka
kejadian penyakit cukup tinggi terutama dalam kondisi banjir. Leptospira dapat
menginfeksi berbagai jenis hewan seperti anjing, sapi, babi, tikus dan lainnya.
Pengendalian Leptospirosis baik pada manusia maupun hewan di Indonesia banyak
menghadapi berbagai permasalahan. Hal ini terkait dengan banyaknya serovar
Leptospira, keterbatasan laboratorium yang kompeten dan kemampuan sumber
daya manusia untuk deteksi dini penyakit. Selain itu, kondisi iklim di Indonesia
dengan curah hujan yang tinggi serta sanitasi yang buruk terutama di area perkotaan
menambah permasalahan dalam pengendalian leptospirosis.
Kejadian leptospirosis pada anjing telah banyak dilaporkan di Indonesia
namun belum banyak laporan mengenai karakteristik genetik serovar Leptospira
yang menginfeksi anjing di Indonesia serta masih sedikit studi tentang faktor risiko
epidemiologi penyakit. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka dilakukan
penelitian leptospirosis pada anjing dengan tujuan 1) mengetahui tingkat kejadian
Leptospirosis pada anjing kesayangan (pet dog) dan anjing pekerja (working dog),
2) mengidentifikasi faktor risiko epidemiologi Leptospira pada anjing, tikus dan
lingkungan, 3) mendeteksi Leptospira patogen dari anjing sebagai hospes dan tikus
sebagai reservoir serta hubungan kekerabatan filogenetiknya dan 4) mengukur
respon antibodi anjing pasca vaksinasi di instalasi karantina hewan dan anjing
pekerja (working dog).
Identifikasi Leptospira sp dilakuan pada 40 ekor anjing di fasilitas pelayanan
kesehatan hewan dan klinik mandiri di wilayah Jakarta, Bekasi, Depok, Tangerang
Selatan dan Tangerang kota pada bulan Januari hingga Agustus 2020. Untuk
mengetahui respon antibodi pasca vaksinasi Leptospira pada anjing dilakukan pada
bulan Januari – Desember 2020 menggunakan 29 ekor anjing milik instansi K9 Bea
dan Cukai, Kementerian Keuangan dan Badan Narkotika Nasional di Lido dan 15
ekor anjing impor yang dilalulintaskan di Instalasi Karantina Hewan Bandara
Soekarno Hatta. Sedangkan ditempat yang sama dilakukan trapping hewan
pengerat (rattus norvegicus, rattus tanzumi dan suncus murinus) sebanyak 10 ekor
untuk mengidentifikasi leptospirosis pada reservoir.
Tahapan penelitian meliputi penentuan kriteria inklusi anjing suspek
leptospirosis dengan gejala demam, muntah, diare, anoreksia, mialgia, suffusion
konjungtiva, ada riwayat pajanan atau berada di lingkungan yang terkontaminasi
seperti banjir dan riwayat kontak dengan tikus. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
hematologi dan kimia darah dan uji serologis microscopic aglutination test (MAT)
terhadap sampel dari anjing. Anjing yang menunjukkan gambaran darah
leukositosis dan trombositopenia disertai peningkatan kadar ureum, kreatinin,
alkaline phosphatase (ALP) dan alanine aminotransferase (ALT) dipilih sebagai
suspek leptospirosis. Untuk konfirmasi keberadaan organisme leptospira dilakukanuji secara molekuler, sampel darah atau urin anjing diuji dengan teknik polimerase
chain reaction (PCR) menggunakan primer spesifik lep G1/G2 dan lipL32.
Selanjutnya dilakukan uji sekuensing deoxyribonucleic acid (DNA) untuk melihat
urutan susunan asam basa dan analisis filogenetik untuk melihat kekerabatan
species Leptospira yang ada di Indonesia menggunakan program MEGA X
berdasarkan perhitungan matriks jarak dengan metode neighbor-joining serta
analisis replikasi bootstrap 1000. Pengujian leptospirosis dilakukan juga terhadap
sampel hewan pengerat baik dengan uji serologis maupun uji molekuler. Respon
antibodi pascavaksinasi dilakukan dengan vaksin Leptospira komersial dilapangan
dengan pengambilan darah pada bulan ke-1, 4 dan 7 pasca vaksinasi dengan uji
serologis MAT dan molekuler PCR.
Hasil uji serologis MAT pada 40 ekor anjing suspek terdeteksi serovar
bataviae (40%), ichterohaemorragie (30%), javanica (12.50%), tarrasovi (10%),
celledoni (2.5%), cynopteri (2.50%), rachmati 2.50%) dan pomona (2.50%).
Berdasarkan hasil ini menunjukkan bahwa seekor anjing dapat terinfeksi lebih dari
satu serovar Leptospira. Konfirmasi Leptospirosis secara PCR pada darah atau urin
40 ekor anjing suspek menunjukkan hasil 16 sampel positif leptospirosis pada
amplikon 285 bp dengan primer LepG1/G2 dan 4 sampel positif pada amplikon 432
bp dengan primer LipL32. Hasil analisis filogenetik menujukkan bahwa semua
sampel sekuen mengelompok ke Leptospira interrogans.
Faktor risiko terkait kejadian leptospirosis pada anjing pada musim banjir di
wilayah perkotaan yaitu jenis anjing sistem pemeliharaan, riwayat kontak dengan
tikus, area yang terdampak banjir, sumber air minum dan status recovery anjing.
Kejadian leptospirosis menurun pada anjing yang tidak terkena dampak banjir.
Faktor risiko potensial leptospirosis pada anjing lainnya adalah jenis kelamin, status
vaksinasi dan riwayat kontak dengan hewan pengerat (tikus) dengan case fatality
rate (CFR) sebesar 46,43%.
Deteksi leptospirosis pada tikus berdasarkan MAT menunjukkan hasil semua
tikus negatif Leptospira, namun dari hasil uji PCR organ ginjal tikus menggunakan
primer spesifik Leptospira menunjukkan empat sampel ginjal positif Leptospira.
Analisis filogenetik Leptospira pada anjing dan tikus menunjukkan semua sampel
mengelompok ke Leptospira interrograns yang merupakan Leptospira patogen
yang dapat menyebar ke manusia dan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan kekerabatan dan keterikatan Leptospira antara hospes dan reservoir.
Respon antibodi terhadap vaksin Leptospira serovar ictherohaemorragie dan
canicola menunjukkan sampel bereaksi positif dengan beberapa serovar non vaksin
namun hasil PCR negatif terhadap Leptospira. Hal ini diduga karena reaksi silang
pada populasi anjing akibat infeksi alami, respon spesifik non serovar dan
kemungkinan kontaminasi antigen MAT.
Kebaharuan (novelty) yang dihasilkan dari penelitian ini adalah: (1) tingkat
kejadian leptospirosis pada anjing di Indonesia berbasis fasilitas pelayanan
kesehatan hewan dengan metode observasional analitik, (2) distribusi kejadian
leptospirosis pada anjing di Jakarta dan beberapa wilayah lainnya dan hubungan
kekerabatan Leptospira patogen serta faktor risiko, (3) Identifikasi Leptospira pada
hewan pengerat dalam hal ini (tikus) sebagai reservoir penyakit, (4) Pemodelan
pengukuran titer antibodi hasil vaksinasi Leptospira terhadap anjing.
Collections
- DT - Veterinary Science [283]