Pendekatan One Health: Kajian Resistansi Antibiotik dari Isolat Staphylococcus aureus pada Peternakan Sapi Perah di Sulawesi Selatan
Date
2022Author
Juwita, Sartika
Indrawati, Agustin
Damayanti, Retno
Safika
Mayasari, Ni Luh Putu Ika
Metadata
Show full item recordAbstract
Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit menular dan mengganggu kesehatan manusia dan hewan. Staphylococcus aureus menghasilkan beragam faktor virulensi yang berkontribusi pada jenis dan tingkat keparahan infeksi. Pengobatan S. aureus dengan antibiotik secara terus menerus dan tidak sesuai aturan penggunaan dapat menyebabkan resistansi antibiotik. Perkembangan resistansi antibiotik dipicu oleh penggunaan terapi antibiotik yang ekstensif atau penggunaannya sebagai pemacu pertumbuhan dalam produksi pakan ternak dan penyalahgunaan antibiotik di sektor manusia, hewan, dan lingkungan. Mengingat pentingnya masalah resistansi antibiotik dan keterkaitan antara manusia, hewan, dan lingkungan, oleh karena itu diperlukan pendekatan one health untuk menangani masalah resistansi antibiotik ini. Tujuan umum penelitian adalah mengidentifikasi, mengkarakterisasi, dan membuat pemodelan data spasial resistansi antibiotik isolat S. aureus dari peternakan sapi perah di Provinsi Sulawesi Selatan. Terdapat empat rangkaian penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Penelitian pertama bertujuan untuk mengidentifikasi S. aureus secara fenotipik dan genotipik serta mengetahui hubungan genetik diantara isolat S. aureus berdasarkan gen nuc. Jumlah sampel sebanyak 142 sampel. Identifikasi S. aureus secara fenotipik meliputi metode kultur, dilanjutkan dengan pewarnaan Gram, uji katalase, dan uji koagulase. Metode genotipik meliputi Polymerase Chain Reaction (PCR) konvensional dan sekuensing. Metode fenotipik menunjukkan bahwa 56/142 (39,4%) sampel yang berasal dari hewan, manusia, dan dangke tumbuh pada media baired-parker agar (BPA). Metode genotipik menunjukkan 32/56 (57,1%) sampel memiliki gen nuc. Analisis filogenetik dari 12 isolat S. aureus menunjukkan hubungan kekerabatan yang dekat dan berada dalam clades yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan besar isolat S. aureus dari hewan (SQ1) merupakan galur yang sama dengan isolat asal manusia (MA1, MH1, MD1, MF1). Penularan S. aureus dari manusia ke hewan diperkirakan akibat oleh proses adaptasi setelah hubungan jangka panjang dengan manusia. Kontak dekat antara manusia dan hewan dapat memfasilitasi terjadinya perpindahan inang. Kemampuan beberapa patogen untuk berpindah dari satu spesies inang ke spesies inang lainnya menimbulkan bahaya yang signifikan bagi kesehatan masyarakat dan keamanan pangan.
Penelitian kedua bertujuan untuk mengetahui profil resistansi antibiotik, gen penyandi resistansi antibiotik, dan integron kelas 1 dari isolat S. aureus. Sebanyak 32 isolat S. aureus diuji sensitivitasnya terhadap 9 jenis antibiotik dengan metode difusi cakram Kirby-Bauer. Deteksi gen penyandi resistansi antibiotik menggunakan metode PCR konvensional, sedangkan deteksi gen integron kelas 1 menggunakan metode multiplex PCR. Hasil penelitian menunjukkan isolat asal manusia menunjukkan resistansi antibiotik penisilin G, ampisilin, oxacillin, cefoxitin, tetrasiklin, dan siprofloksasin. Isolat asal hewan menunjukkan resistansi antibiotik penisilin G, ampisilin, tetrasiklin dan eritromisin, sedangkan isolat asal dangke menunjukkan resistansi antibiotik penisilin G dan ampisilin. Gen penyandi resistansi antibiotik yang terdeteksi dari isolat asal manusia adalah blaTEM, tetA, dan mecA, untuk isolat asal hewan yaitu blaTEM dan tetA, sedangkan untuk isolat asal dangke yaitu blaTEM. Keberadaan gen integron kelas 1 sebesar 30% (3/10) pada isolat asal hewan dan 16,7% (1/6) pada isolat asal manusia. Penggunaan secara tidak tepat dan penyalahgunaan antibiotik, kontaminasi bakteri resistan dari hewan dan lingkungan berkontribusi terhadap kejadian resistansi antibiotik pada manusia, hewan, dan lingkungan.
Penelitian ketiga bertujuan untuk mengetahui faktor virulensi dan mengetahui hubungan antara faktor virulensi dan resistansi antibiotik dari isolat S. aureus. Sebanyak 20 isolat S. aureus termasuk dalam kelompok resistan terhadap antibiotik dideteksi gen faktor virulensinya menggunakan metode PCR konvensional. Faktor virulensi yang dideteksi meliput microbial surface components recognizing adhesive matrix molecules (gen fnbA dan clfA), hemolisin (gen hla), enterotoksin (gen sea), toxic shock syndrome toxin-1 (gen tst). Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat asal hewan dan manusia terdeteksi keberadaan gen fnbA, hla, clfA, dan tst, sedangkan isolat asal dangke terdeteksi keberadaan gen hla dan clfA. Seluruh isolat S. aureus tidak terdeteksi keberadaan gen sea. Penggunaan antibiotik dapat mempengaruhi ekspresi gen virulensi. Keberadaan gen tst di sampel susu segar merupakan masalah yang penting untuk dipertimbangkan dalam upaya melindungi konsumen dari resiko keracunan makanan.
Penelitian keempat bertujuan menganalisis distribusi spasial kejadian resistansi antibiotik dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG). Pengambilan titik lokasi sampel penelitian dengan menggunakan alat global positioning system (GPS). Isolat S. aureus yang berasal dari peternak dan ternak sapi yang telah dilakukan uji kepekaan antibiotik selanjutnya dipetakan berdasarkan lokasi pengambilan sampel menggunakan perangkat lunak ArcGIS. Data spasial menunjukkan pola sebaran kejadian resistansi antibiotik untuk isolat asal peternak sapi memiliki pola tersebar, sedangkan tiga isolat asal ternak sapi perah ditemukan berkelompok atau membentuk cluster dan isolat lainnya tersebar. Ditemukannya isolat S. aureus asal peternak dan sapi di satu lokasi peternakan yang sama yang resistan terhadap antibiotik golongan ß-laktam dan memiliki gen resistan blaTEM dan integron kelas 1 menunjukkan bahwa adanya potensi transfer bakteri resistan yang dapat terjadi antara manusia dan hewan. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menjadi sumber kejadian resistansi. Lingkungan perairan merupakan jalur transmisi potensial yang penting dari resistansi antibiotik ke manusia dan hewan. Staphylococcus aureus (S. aureus) is a bacterium that can cause infectious diseases and interfere with human and animal health. Staphylococcus aureus produces a variety of virulence factors that contribute to the type and severity of infection. Treatment of S. aureus with antibiotics continuously and not according to the rules of use can lead to antibiotic resistance. The development of antibiotic resistance is driver by the extensive use of antibiotic therapy or by its use as a growth promoter in animal feed production and the misuse of antibiotics in the human, animal, and environmental sectors. Due to the importance of antibiotic resistance and the interrelationships between humans, animals, and the environment, a one health approach is needed to deal with the problem of antibiotic resistance. The study's general objective was to identify, characterize, and model spatial data on antibiotic resistance of S. aureus isolated from dairy farms in South Sulawesi Province. There are four series of studies conducted to achieve this goal.
The first study aimed to identify S. aureus phenotypically and genotypically and to determine the genetic relationship between S. aureus isolated based on the nuc gene. The number of samples is 142 samples. Phenotypic identification of S. aureus includes culture method, followed by Gram staining, catalase test, and coagulase test. Genotypic methods include conventional polymerase chain reaction (PCR) and sequencing. The phenotypic method showed that 56/142 (39,4%) samples from animals, humans, and dangke grew on Baired-Parker Agar (BPA) media. The genotypic method showed that 32/56 (57,1%) samples had the nuc gene. Phylogenetic analysis of 12 isolates of S. aureus showed a close relationship and was in the same clades. This indicates that the animal isolate S. aureus (SQ1) is most likely the same strain as the human isolate (MA1, MH1, MD1, MF1). The transmission of S. aureus from humans to animals is thought to result from the adaptation process after long-term contact with humans. Close contact between humans and animals can facilitate host transfer. The ability of some pathogens to pass from one host species to another poses a significant hazard to public health and food safety.
The second study aimed to determine antibiotic resistance profile, genes encoding antibiotic resistance, and class 1 integrons of S. aureus isolates. A total of 32 isolates of S. aureus were tested for sensitivity to 9 types of antibiotics by the Kirby-Bauer disc diffusion method. Detection of genes encoding antibiotic resistance using the conventional PCR method, while the detection of class 1 integrons using the multiplex PCR method. The results showed that isolates of human origin showed antibiotic resistance to penicillin G, ampicillin, oxacillin, cefoxitin, tetracycline, and ciprofloxacin. Isolates from animals showed antibiotic resistance to penicillin G, ampicillin, tetracycline and erythromycin, while isolates from dangke showed antibiotic resistance to penicillin G and ampicillin. The genes encoding antibiotic resistance detected from human isolates were blaTEM, tetA, and mecA. For animal isolates, blaTEM and tetA, while for dangke isolates, blaTEM. The presence of class 1 integron genes was 30% (3/10) in animal isolates and 16,7% (1/6) in human isolates. Inappropriate use and misuse of antibiotics and contamination of resistant bacteria from animals and the environment contribute to the incidence of antibiotic resistance in humans, animals, and the environment.
The third study aimed to determine the virulence factors and the relationship between virulence factors and antibiotic resistance of S. aureus isolated. A total of 20 S. aureus isolated and included in the antibiotic-resistant group were detected using conventional PCR methods for their virulence factor genes. The virulence factors seen included microbial surface components recognizing adhesive matrix molecules (fnbA and clfA genes), hemolysin (hla gene), enterotoxin (sea gene), and toxic shock syndrome toxin-1 (tst gene). The results showed that animal and human isolated detected the presence of fnbA, hla, clfA, and tst genes, while dangke isolates detected the presence of hla and clfA genes. All S. aureus isolated were not seen for the presence of the sea gene. The use of antibiotic drugs can affect the expression of virulence genes. The presence of the tst gene in fresh milk samples is an important issue to consider in an effort to protect consumers from the risk of food poisoning.
The fourth study aims to analyze the spatial distribution of the incidence of antibiotic resistance using a geographic information system (GIS), taking the research sample location points using a global positioning system (GPS) tool. Staphylococcus aureus isolated from farmers and dairy tested for antibiotic sensitivity were then mapped based on the sampling location using ArcGIS software. Spatial data showed the distribution pattern of antibiotic resistance for isolates from farmers had scattered ways. In contrast, three isolates from dairy were found in groups or formed clusters and the other isolates were scattered. The discovery of S. aureus isolates from farmers and dairy in the exact farm location that is resistant to ß-lactam antibiotics, blaTEM genes, and class 1 integrons indicate a potential for transfer of resistant bacteria that can occur between humans and animals. Inappropriate use of antibiotics can be a source of resistance. The aquatic environment is an essential potential transmission route of antibiotic resistance to humans and animals.
Collections
- DT - Veterinary Science [286]