Model Pengembangan Kawasan Hortikultura Berkelanjutan Berbasis Brain Gain Di Dataran Tinggi Jawa Tengah
Date
2022Author
Yuniarti, Wiwik
Sumardjo
Widiatmaka
Wibawa, Winny Dian
Metadata
Show full item recordAbstract
Lambatnya regenerasi petani yang ditunjukkan dengan dominasi usia petani tua disebabkan rendahnya minat masyarakat bekerja di sektor pertanian. Permasalahan tersebut menjadi tantangan pencapaian pembangunan pertanian dan berpotensi mengancam kedaulatan pangan. Di satu sisi, minat generasi muda menempuh pendidikan formal berbasis pertanian meningkat tetapi tidak diimbangi dengan penambahan nyata jumlah petani muda. Pendekatan regenerasi yang menunjukkan tingkat kesuksesan di berbagai negara adalah melalui pendekatan brain gain. Brain gain di sektor pertanian dimaknai sebagai proses berbaliknya tenaga terdidik, berpengalaman, dan berkeahlian dari wilayah perkotaan ke perdesaan, dari wilayah dengan aksesibilitas tinggi ke wilayah dengan aksesibilitas terbatas (brain gain internal) untuk melakukan kegiatan usaha tani. Peluang regenerasi pada subsektor hortikultura memiliki kecenderungan lebih tinggi dibandingkan subsektor pertanian lainnya karena pola budidaya komoditas tertentu yang relatif cepat panen dan menguntungkan.
Secara umum, tujuan dari penelitian adalah menyusun model pengembangan kawasan hortikultura berbasis brain gain di Dataran Tinggi Jawa Tengah dalam memantapkan sistem pertanian berkelanjutan sebagai dasar penyusunan strategi. Tujuan khususnya adalah: (1) menganalisis komoditas unggulan hortikultura yang sesuai untuk dikembangkan di Dataran Tinggi Jawa Tengah; (2) menganalisis potensi pelaku brain gain, faktor serta aktor yang memengaruhi keberlanjutan; (3) menganalisis kinerja pelaku brain gain; dan (4) merancang model pengembangan kawasan hortikultura berkelanjutan berbasis pelaku brain gain di Dataran Tinggi Jawa Tengah. Penelitian dilakukan di dua sentra hortikultura Provinsi Jawa Tengah yaitu Dataran Tinggi Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo dengan ketinggian di atas 700 mdpl.
Metode yang digunakan adalah perpaduan kuantitatif-kualitatif dengan dominan kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Responden dalam penelitian terdiri dari dua unsur, yaitu pakar dan petani pelaku brain gain. Pakar dalam penelitian ini berasal dari Dinas Pertanian Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo, Bappeda Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo, praktisi, petani milenial, penyuluh pertanian, akademisi, Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Pusat Pendidikan Pertanian, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP), Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Jawa Tengah. Responden merupakan pelaku brain gain yang berjumlah 212 responden dengan kriteria utama pendidikan minimal Sekolah Menengah Atas/Kejuruan dengan teknik pengambilan sampel cluster random sampling.
Tujuan pertama dari penelitian ini dicapai melalui tiga analisis, yaitu: (1) analisis komoditas hortikultura unggulan; (2) analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk pengembangan komoditas hortikutura; dan (3) analisis finansial usaha tani. Tujuan kedua berupa analisis potensi pelaku brain gain menggunakan analisis deskriptif, faktor dan aktor yang memengaruhi keberlanjutan dianalisis menggunakan Matrix of cross impact multiplications applied to a classification (MICMAC) dan Matrix of Alliance, Conflicts, Tactics Objective and Recommendations (MACTOR). Tujuan ketiga terkait faktor-faktor yang memengaruhi kinerja brain gain dianalisis menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Model yang dihasilkan dalam penelitian ini berasal dari model struktural (SEM) dan model dinamik (sistem dinamik).
Hasil analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan menunjukkan terdapat 10,5 persen dari total wilayah dataran tinggi berpotensi untuk kawasan pengembangan hortikultura dengan proporsi kelas kesesuaian terbesar adalah cukup sesuai (S2). Hasil analisis komoditas unggulan menggunakan Static Location Quotient (SLQ) dan Dynamic Location Quotient (DLQ) menunjukkan komoditas unggulan adalah buncis, kacang panjang, dan durian. Hasil Analisis R/C rasio pada komoditas unggulan dan prospektif menunjukkan bahwa budi daya komoditas hortikultura cenderung menguntungkan dengan nilai lebih besar dari satu.
Hasil analisis potensi pelaku brain gain menunjukkan karakteristik tingkat pendidikan pelaku brain gain cenderung tinggi, berusia muda, telah memiliki pengalaman pekerjaan, aktif dalam kelompok tani, serta memiliki akses teknologi informasi tinggi. Analisis aktor menghasilkan pengelompokkan empat aktor besar yang mendukung terjadinya brain gain yaitu pemerintah (government); komunitas (community); akademisi (akademics) dan pengusaha (businessment) dengan nilai konvergensi terbesar berada pada peran pemerintah dan akademisi. Kesiapan pelaku brain gain beragribisnis hortikultura termasuk dalam kategori cukup siap, yang diindikasikan dari kesiapan personal, sosial, manajerial dan teknis. Kesiapan pelaku brain gain dipengaruhi secara langsung dan positif oleh sumber daya alam dan lingkungan, sumber daya manusia, dukungan kelembagaan dan teknologi informasi. Semakin tinggi peranan sumber daya alam, dukungan sumber daya manusia, kelembagaan dan teknologi informasi, maka semakin tinggi pula kesiapan yang dimiliki pelaku brain gain. Secara umum kinerja pelaku brain gain tergolong rendah ke sedang. Kinerja yang dominan ditunjukkan oleh perannya sebagai motivator. Upaya land reform, mekanisasi pertanian, pemberian insentif, perlindungan dan fasilitasi merupakan alternatif yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja pelaku brain gain.
Strategi pengembangan kawasan hortikultura berbasis brain gain dilakukan melalui alur sistem input, process, output, outcome dan impact. Strategi penguatan input dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian lahan dan komoditas unggulan yang memengaruhi daya dukung dan daya tampung lahan, penguatan dukungan kelembagaan serta optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi. Dari sisi process perlu dilakukan upaya peningkatan kemampuan personal dalam agribisnis hortikultura, peningkatan peran sosial dan kelembagaan, peningkatan peran manajerial dan teknis. Output yang diharapkan dengan meningkatnya kesiapan pelaku brain gain adalah meningkatnya kemampuannya dalam daya saing, daya saring dan daya sanding sehingga mendukung kinerjanya sebagai akselerator regenerasi pertanian. The stagnation of farmers regeneration, as indicated by the dominance of elderly farmers, is due to the low interest of the youth working in the agricultural sector. These problems become challenges for achieving agricultural development and have the potential issues to threaten food sovereignty. On the other hand, the interest of the younger generation in pursuing formal education based on agriculture has increased. Still, it is not matched by a significant increase in the number of young farmers. The regeneration approach that shows success in various countries is through a brain gain approach. Brain gain in the agriculture sector is interpreted as the return of educated and skilled workers from urban areas or advanced cities to carry out farming activities. The opportunity for regeneration in the horticulture sub-sector has a higher tendency than in other agricultural sub-sectors due to the relatively fast and profitable cultivation pattern.
This study examined the potential of brain gain actors for developing horticultural areas in the Central Java Highlands. The specific objectives aimed to: (1) analyze the leading horticultural commodities that are suitable for development in the Central Java Highlands; (2) analyze the potency of brain gain actors, factors and actors that affect sustainability; (3) analyze the performance of brain gain actors and (4) develop a model for developing sustainable horticultural areas based on brain gain actors in the Central Java Highlands. The research was conducted in two horticultural centres of Central Java Province, namely the Highlands of Banjarnegara and Wonosobo Regencies, with the altitude of more than 700 m asl.
The methodology used is a mixed method of quantitative and qualitative. Data used in this study consisted of primary and secondary data. The primary data were derivered from experts and brain gain actors. The experts in this study came from the Agriculture Office of Banjarnegara and Wonosobo Regencies, Bappeda, the Directorate General of Horticulture, Center for Research and Development of Agricultural Land Resources (BBSDLP), Center for Agricultural Technology Studies (BPTP), Center for Research and Development of Agricultural Land Resources (BBSDLP), Balitjestro, farmer associations, agricultural extension workers, farmer groups, and also academics. Respondents are brain gain actors, totalling 212 respondents with the main criteria of education being at least high school with cluster random sampling technique. The data were collected using open and closed ended questions.
The first objective of this research was achieved through three analyzes, namely: (1) analysis of superior horticultural commodities ; (2) analysis of suitability and availability of land for the development of horticultural commodities; (3) financial analysis of farming. The second objective was used a descriptive analysis, MICMAC and MACTOR analysis. The third objective was analyzed using the Structural Equation Modeling (SEM). The models produced in this study were derived from SEM and system dynamics.
The suitability and land availability analysis showed that there was 10,5% of the total highland area potential for horticultural development areas, with the largest proportion of suitability classes being quite suitable (S2). The results of the analysis of superior commodities using Static Location Quotient (SLQ) and Dynamic Location Quotient (DLQ) showed that the main commodities in the two districts are beans and durian. The results of the R/C ratio analysis on superior and prospective commodities show that horticultural commodity cultivation tends to be profitable with a value greater than one.
The characteristics of the education level of brain gain actors tend to be high, young, have work experience, active in farmer groups, and have high access to information technology. The actor analysis resulted in the grouping of four major actors that support the occurrence of brain gain, namely the government; community; academics and businessment with the greatest convergence value are in the role of government and academics. The readiness of brain gain actors is indicated by personal, social, managerial and technical readiness. The readiness of brain gain actors is directly and positively influenced by natural resources and the environment, human resources, institutional support and information technology. The higher the role of natural resources, human resources, institutions support and information technology, the higher the readiness of brain gain actors. In general, the performance of brain gain actors is low to moderate. The dominant performance is indicated by its role as a motivator. Land reform efforts, agricultural mechanization, providing incentives, protection and facilitation are alternatives that are needed to improve the performance of brain gain actors.
Brain gain based horticultural area development strategy is carried out through input, process, output, outcome and impact systems. The input strengthening strategy is carried out by considering the suitability of land and superior commodities that affect the carrying capacity and capacity of the land, strengthening institutional support and optimizing the use of information technology. This results could be used for improving personal, social, managerial and technical roles. The expected output with the improved readiness of brain gain actors is the increase in their ability to support their performance as an accelerator of agricultural regeneration.