Studi Logam Berat pada Sarang Burung Walet di Indonesia
Date
2022-07-04Author
Wahyuni, Dede Sri
Latif, Hadri
Sudarwanto, Mirnawati Bachrum
Basri, Chaerul
Metadata
Show full item recordAbstract
Indonesia merupakan produsen utama sarang burung walet (SBW) di dunia. Sarang burung walet dihasilkan dari saliva burung walet dan memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar dunia. Aspek keamanan pangan (food safety) pada SBW termasuk keberadaan logam berat menjadi perhatian khusus. Logam berat merupakan polutan persisten yang terakumulasi dalam tubuh hewan di sepanjang rantai makanan. Logam berat yang terdeteksi pada produk asal hewan diduga memiliki korelasi dengan keberadaan logam berat pada hewan hidup. Hal ini menjadi dasar adanya dugaan keberadaan logam berat pada SBW yang berkorelasi dengan logam berat pada burung walet. Logam berat pada SBW juga dapat berasal dari kontaminasi langsung lingkungan. Informasi mengenai keberadaan logam berat pada SBW asal Indonesia belum tersedia. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai keberadaan logam berat pada SBW dan korelasinya dengan lingkungan serta burung walet. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan karakteristik penyesuaian habitat burung walet, mengidentifikasi keberadaan logam berat pada SBW, serta menganalisis korelasi keberadaan logam berat pada SBW baik dari lingkungan maupun dari burung waletnya.
Penelitian dilakukan melalui survei dan sampel diambil di 44 rumah burung walet (RBW). Jumlah sampel RBW dibagi secara alokasi proporsional ke pulau-pulau utama penghasil SBW di Indonesia sehingga diperoleh 22 sampel RBW dari Kalimantan, 13 sampel RBW dari Sumatera, 7 sampel RBW dari Sulawesi, dan 2 sampel RBW dari Jawa. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahapan pertama menganalisis penyesuaian habitat burung walet di rumah burung walet (RBW) di pulau-pulau utama penghasil SBW di Indonesia, yaitu di Pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Jawa. Data dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Pertanyaan dalam kuesioner terdiri atas karakteristik bangunan, kebersihan, sumber pakan dan air, karakteristik SBW, serta lingkungan RBW. Tahap kedua mendeteksi dan membandingkan konsentrasi logam berat As, Hg, Pb, Cd, dan Sn pada SBW yang berasal dari pulau utama penghasil SBW di Indonesia serta menganalisis pengaruh pencucian terhadap konsentrasi logam berat pada SBW. Pengujian konsentrasi logam berat pada SBW dilakukan terhadap sampel yang diambil langsung dari RBW. Sampel SBW yang tidak dicuci (kotor) dan SBW yang telah dicuci (bersih) diuji menggunakan metode inductively coupled plasma mass spectrometry (ICP-MS). Pencucian dilakukan sesuai prosedur yang biasa dilakukan di pabrik pemrosesan SBW. Tahap ketiga mengidentifikasi keberadaan logam berat As, Hg, Pb, Cd, dan Sn pada bulu burung walet. Keberadaan logam berat pada bulu dapat menjadi indikator keberadaan logam berat dan memperkirakan konsentrasinya pada burung walet; sebagai faktor pengukur tidak langsung keberadaan logam berat di lingkungan; serta untuk melihat potensi keterkaitannya dengan logam berat pada SBW. Seluruh sampel bulu burung walet diuji keberadaan logam berat As, Hg, Pb, Cd, dan Sn dengan metode ICP-MS. Tahap selanjutnya menganalisis korelasi lingkungan di area pemukiman dan area jauh dari pemukiman dengan konsentrasi logam berat pada burung walet dan SBW.
Analisa karakteristik penyesuaian habitat burung walet menunjukkan hasil bahwa pola pemeliharaan burung walet (penyesuaian habitat di RBW) pada pulau-pulau utama penghasil SBW di Indonesia memiliki persamaan dan perbedaan karakteristik. Persamaan terutama dalam tipe bangunan, cara pembersihan bangunan, sumber pakan dan air minum untuk burung walet. Sementara perbedaan karakteristik terutama pada waktu panen SBW, penyediaan kolam air di RBW, area lingkungan sekitar RBW, dan kedekatan lokasi RBW dengan jalan raya. Pembinaan dan pemantauan terhadap penyesuaian habitat burung walet masih perlu terus dilakukan untuk mendapatkan SBW yang berkualitas baik.
Deteksi keberadaan logam berat menunjukkan hasil seluruh SBW kotor dari keempat pulau utama penghasil SBW terdapat arsen, Pb, Cd, dan Sn dengan konsentrasi yang beragam. Hg tidak ditemukan pada SBW kotor asal Sulawesi. Sarang burung walet kotor dari Kalimantan memiliki konsentrasi Pb dan Cd yang lebih rendah dibandingkan dengan pulau lain. Pencucian dengan air bersih mampu mengurangi konsentrasi seluruh jenis logam berat pada SBW secara signifikan. Konsentrasi arsen pada SBW yang dicuci menurun sebanyak 49,83% dari konsentrasi awal. Penurunan konsentrasi tertinggi terdapat pada Pb dan Cd asal Kalimantan sebanyak 100% dari konsentrasi awal. Konsentrasi Pb berkaitan erat dengan konsentrasi Cd baik pada SBW kotor maupun bersih.
Deteksi keberadaan logam berat pada bulu burung walet menunjukkan logam berat terdeteksi pada semua bulu burung walet yang berasal dari Pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Jawa. Konsentrasi logam berat paling tinggi pada bulu burung walet yaitu Pb dan Hg. Bulu burung walet asal Jawa memiliki konsentrasi logam berat paling tinggi dibandingkan dengan pulau lain. Logam berat arsen dengan Hg, As dengan Cd, Cd dengan Sn, Pb dengan Cd, serta Pb dengan Sn saling terkait satu sama lain selama kontaminasi pada burung walet. Hasil studi ini menunjukkan konsentrasi dan interaksi/korelasi antar logam berat pada burung walet.
Konsentrasi seluruh jenis logam berat pada burung walet tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara area pemukiman dan area di luar pemukiman. Sedangkan pada SBW, konsentrasi Hg secara signifikan lebih tinggi di luar area pemukiman dibandingkan dengan area pemukiman. Logam berat dengan konsentrasi paling tinggi pada bulu burung walet dan SBW yaitu Pb. Korelasi positif terjadi pada Hg dan Cd antara bulu burung walet dengan SBW kotor.
Penelitian ini memberikan informasi penting mengenai karakteristik penyesuaian habitat burung walet dan pengaruh pencucian terhadap penurunan konsentrasi logam berat pada SBW. Penelitian ini juga memberikan informasi korelasi antara keberadaan logam berat di lingkungan dengan burung walet, lingkungan dengan SBW, serta burung walet dengan SBW. Keberadaan logam berat pada SBW bersih asal pulau utama penghasil SBW di Indonesia menunjukkan nilai yang sangat rendah bila dibandingkan dengan batas maksimum cemaran (BMC) yang ditetapkan di beberapa negara. Saran yang dapat diberikan yaitu perlu ditetapkan standar maksimum persyaratan logam berat pada SBW bersih di Indonesia sebagai acuan standar keamanan SBW.
Kata kunci: burung walet, logam berat, rumah burung walet, sarang burung walet Indonesia is the primary producer of swiftlet nests (EBN) globally. Swiftlet's nest is produced from swiftlet's saliva and has high economic value in the world market. Food safety aspects in EBN, including heavy metals, are of particular concern. Heavy metals are persistent pollutants that accumulate in the body of animals along the food chain. Heavy metals detected in products of animal origin are thought to reflect their presence in the blood of live animals. The pollutants for the alleged presence of heavy metals in EBN are derived from swiftlets. Heavy metals in EBN can also come from direct environmental contamination. Information regarding heavy metals in EBN from Indonesia is not yet available. Therefore, it is necessary to study the presence of heavy metals in EBN and their correlation with the environment and swiftlets. This study was aimed to compare the characteristics of swiftlet habitat adjustment, identified the presence of heavy metals in SBW, and analyzed the correlation of heavy metals in EBN both from the environment and the swiftlet.
The research was conducted through surveys and sampling at 44 swiftlet farmhouses (SFH). The number of SFH samples was divided proportionally to the main EBN-producing islands in Indonesia so that 22 samples of SFH were obtained from Kalimantan, 13 samples of SFH from Sumatera, and seven samples of SFH from Sulawesi, and two samples of SFH from Java. The research was conducted in several stages. The first stage was analyzed the pattern of maintaining swiftlets in SFH on the main EBN-producing islands in Indonesia, namely Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, and Java. Data were collected through direct interviews using a questionnaire. The questions in the questionnaire were consisted of building characteristics, cleanliness, sources of food and water, characteristics of EBN harvest, and the SFH environment.
The second stage was detected and compared the concentrations of heavy metals As, Hg, Pb, Cd, and Sn in EBN originating from the main island producing EBN in Indonesia and analyzed the effect of leaching on the concentration of heavy metals in EBN. Heavy metal concentration testing in EBN was carried out on samples taken directly from SFH. Unwashed (raw-unclean) and washed (raw-clean) EBN samples were tested using the inductively coupled plasma mass spectrometry (ICP-MS) method. Washing was carried out according to the procedures commonly performed in EBN processing plants. The third stage identified the presence of heavy metals As, Hg, Pb, Cd, and Sn in swiftlet feathers. It was used as an indirect measuring factor for heavy metals in the environment and the potential association with heavy metals in EBN. All samples of swiftlet feathers were tested for heavy metals As, Hg, Pb, Cd, and Sn by the ICP-MS method. The following stage analyzed environmental correlation in residential areas and areas far from settlements on the concentration of heavy metals in swiftlet and EBN.
The analysis of the pattern of swiftlet maintenance showed that the pattern of swiftlet rearing (habitat adjustment in SFH) on the main islands of EBN production in Indonesia had similarities and differences in characteristics. The similarities were mainly in the type of building, cleaning of the building, the source of food, and drinking water for the swiftlets. Meanwhile, the differences in characteristics, especially at the time of harvesting EBN, provided water pools in the SFH, the environmental area around the SFH, and the proximity of the SFH location to the road. Guidance and monitoring of swiftlet maintenance patterns still need to be carried out to obtain good quality EBN.
Detection of heavy metals showed that all raw-unclean EBN from the four main islands that produce EBN contained As, Pb, Cd, and Sn with varying concentrations. Hg was not found in raw-unclean EBN from Sulawesi. Raw-unclean swiftlet nests from Kalimantan had lower Pb and Cd concentrations than other islands. EBN washed with clean water can significantly reduce the concentration of all heavy metal elements in EBN. The concentration of As in the washed EBN decreased by 49,83% from the initial concentration. The highest concentration decrease was found in Pb and Cd from Kalimantan, as much as 100% from the initial concentration. The Pb concentration was closely related to the Cd concentration in raw-unclean and raw-clean EBN.
Detection of heavy metals in swiftlet feathers showed that heavy metals were detected in all swiftlet feathers originating from the islands of Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, and Java. The highest concentrations of heavy metals in Swiftlet feathers were Pb and Hg. Swiftlet feathers from Java had the highest concentration of heavy metals compared to other islands. The heavy metals As with Hg, As with Cd, Cd with Pb, Pb with Cd, and Pb with Pb were linked to each other during the contamination of swiftlets. The results of this study indicated the concentration and interaction/correlation between heavy metals in swiftlets.
The concentration of all heavy metal elements in the swiftlet did not significantly differ between the residential area and the area outside the settlement. Meanwhile, in EBN, Hg concentrations were significantly higher in areas outside of residential areas than in residential areas. Pb was the heavy metal with the highest concentration in swiftlet feathers and raw-unclean EBN. There was a positive correlation between Hg and Cd between swiftlet feathers and raw-unclean EBN.
This study provided important information regarding the characteristics of swiftlet habitat adjustment and the effect of washing on reducing heavy metal concentrations in EBN. In addition, this study provided information on the correlation between the presence of heavy metals in the environment with swiftlets, the environment with EBN, and swiftlets with EBN. The presence of heavy metals in clean EBN from the main island producing EBN in Indonesia showed a meager value compared to the maximum contamination limit set in several countries. It is necessary to set the maximum standard for heavy metal requirements in clean EBN in Indonesia to reference EBN safety standards.
Keywords: edible bird nests, heavy metal, swiftlets, swiftlets farmhouse.
Collections
- DT - Veterinary Science [286]