Konservasi Padi Lokal melalui Video-Sharing Platform: Studi Sosiologi Digital
Date
2022Author
Ranteallo, Ikma Citra
Kolopaking, Lala M.
Lubis, Djuara P.
Zuhud, Ervizal A.M.
Metadata
Show full item recordAbstract
Padi lokal penting sebagai sumber daya genetika dan dasar peradaban manusia. Penelitian-penelitian mengenai padi lokal (Oryza sativa subsp. indica) telah dilakukan oleh disiplin keanekaragaman hayati, etnobotani, dan agroekologi. Konservasi varietas-varietas padi lokal masa kini menghadapi beberapa tantangan sosial budaya, antara lain (1) penurunan jumlah varietas lokal setelah pemerintah kabupaten menyediakan varietas-varietas baru kepada masyarakat, dan (2) ritual dengan persembahan berbahan dasar padi lokal, terancam punah. Peningkatan minat publik di dalam konservasi dilakukan dalam bentuk tayangan video-sharing platform yang menggunakan varietas-varietas padi lokal di dalam ritual padi Toraja. Plaftorm ini berkontribusi terhadap studi konservasi digital, karena para pengguna dapat mengarsipkan keanekaragaman hayati padi lokal dan penggunaannya di di dalam ritual, lalu membagikannya melalui media sosial.
Penelitian sosiologi digital ini dilakukan dengan beberapa metode. Pertama, studi lapangan dilakukan pada bulan Desember 2018 hingga Mei 2019, di empat desa di Tana Toraja dan empat desa di Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Metode penelitian menggunakan metode eksplorasi kualitatif dengan pertanyaan terbuka, pengamatan langsung di lapangan, free listing, wawancara mendalam, Focus Group Discussion, serta 96 responden dan 30 informan dari instansi-instansi terkait, yang ditentukan dengan sampel bertujuan (purposive sampling). Metode kuantitatif menggunakan Index of Cultural Significance (ICS) untuk menghitung dan mengidentifikasi nilai-nilai penting varietas padi lokal, sebagai salah satu dasar mengapa padi lokal masih ditanam. Kedua, metode konservasi digital dan conservation culturomics dilakukan pada 16 Juni 2021 menggunakan software NodeXL dan YouTube Application Programming Interface (API) v3 untuk menghasilkan graph network video YouTube dan menghitung frekuensi penggunaan kata-kata terkait ritual padi Toraja. Ketiga, analisis perubahan tutupan lahan persawahan menggunakan citra satelit Landsat 7 untuk peta tutupan lahan tahun 1990 hingga 2009, dan Landsat 8 untuk peta tutupan lahan tahun 2015 hingga 2018.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan konservasi padi lokal Toraja untuk mempertahankan keberadaan padi tersebut hingga saat ini disebabkan oleh: Pertama, Keberhasilan konservasi padi lokal Toraja yang dipraktikkan hingga saat ini disebarkan melalui media massa dan media sosial, yang memperkuat keberadaan padi lokal Toraja. Pemanfaatan teknologi digital menjadi enabler (pendukung) praktik konservasi padi yang menguat karena tidak terlepas dari penyebaran kegiatan seremonial. Hal tersebut membangkitkan ingatan kolektif dan identitas kolektif terhadap padi lokal Toraja. Kedua, kontribusi video-sharing platform terhadap perlindungan padi lokal Toraja meliputi: (1) mendorong konservasi padi lokal, (2) membangun opini kolektif tentang konservasi, (3) memperkuat perlindungan padi lokal dengan cara penyemaian benih dan penanaman bibit padi lokal, perluasan penanaman padi, serta mengingatkan kembali penyimpanan gabah; (4) membangun minat terhadap padi lokal sebagai untuk konsumsi padi lokal sebagai pangan pokok dan konsumsi padi lokal untuk ritual. Ketiga, konten konservasi padi lokal dapat menjadi materi literasi konservasi untuk pelestarian bahasa daerah dan seni, serta menjadi materi pendidikan konservasi untuk generasi muda. Video ritual padi Toraja di dalam video-sharing platform dapat menjadi media pembelajaran budaya dan pertanian bagi semua orang, termasuk anak-anak. Ekosistem konservasi digital menjadi praktik untuk mempromosikan dan mendukung jejaring baru untuk menyampaikan ilmu pengetahuan di dalam kebijakan inovasi pertanian. Rice landraces (Oryza sativa subsp. indica) are important genetic resources and the foundation of human civilizations. These varieties have been studied in ethnobotany and agroecology. Rice landraces are currently facing a number of socio-cultural issues, including (1) a drop in the number of local varieties after the district administration delivers new kinds to the communities, and (2) some rituals on the edge of extinction as a result of replacement earlier varieties. Increasing public participation in conservation is performed through the use of video-sharing platforms to communicate rice landraces on the Toraja rice ritual known as aluk pare. This tool contributes to digital conservation research by allowing users to archive local rice biodiversity and ritual use, which they may then share on social media.
This digital sociology study was conducted with some methods. Firstly, the field study was conducted from December 2018 to May 2019 in four villages in Tana Toraja and four villages in North Toraja, South Sulawesi. The research method uses a qualitative exploration method with open questions, direct observations in the field, free listings, in-depth interviews, focus group discussions, and 96 respondents at field studies and 30 informants of local authorities, determined by purposive sampling. The quantitative method uses the Index of Cultural Significance (ICS) to calculate and identify the important values of local rice varieties as one of the reasons local rice is still grown. Secondly, digital conservation methods and conservation culturomics were carried out on June 16, 2021, using NodeXL software and YouTube Application Programming Interface (API) v3 to generate a video graph network and calculate the frequency of use of words related to the Toraja rice ritual. Thirdly, analysis of changes in rice field land cover using Landsat 7 satellite imagery for land cover maps from 1990 to 2009, and Landsat 8 for land cover maps from 2015 to 2018.
The results show that, firstly, the performance of Toraja rice lndrace conservation to date has now been disseminated through mass media and the internet, that strengthens the presence of Toraja local rice. Since it can not be detached from the spread of ceremonial performances, digital media is now an enabler for promoting rice conservation practices. This delivers the collective memory and identity of Toraja rice. Secondly, the contributions of video-sharing platform on conserving Toraja rice landrace includes: (1) encouraging local rice conservation, (2) creating a collective opinion on conservation, (3) maintaining local rice protection by sowing seeds and planting local rice seedlings, widening rice cultivation, and reminding people about grain storage; and (4) rising interest in rice landrace as a staple food and consume in rituals. Thirdly, the contents of Toraja rice conservation are shifted as conservation literacy materials for preserving local language and arts, along with conservation updated for next generation. Videos of Toraja rice rituals on video-sharing platforms can be a medium for learning culture and agriculture for everyone, including children. Ecosystems of digital conservation are becoming a practice to promote and support new networks to convey knowledge in agricultural innovation policies.
Collections
- DT - Human Ecology [567]