Dinamika Pola Diversifikasi Pangan dan Implikasi terhadap Swasembada Pangan di Pulau Jawa.
Date
2022-04-27Author
Sinaga, Roeskani
Hutagaol, Manuntun Parulian
Hartoyo, Sri
Nuryartono, Nunung
Metadata
Show full item recordAbstract
Topik ketahanan pangan adalah isu yang menarik untuk dibahas, karena
ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan kondisi kestabilan suatu negara.
Pangsa pengeluaran pangan bisa menjadi indikator untuk mengukur kesejahteraan
suatu negara. Dengan demikian permasalahan pangan berkaitan ketersediaan
(penyediaan dan distribusi), keterjangkauan (harga pangan) dan pemenuhan
konsumsis (pola konsumsi) merupakan topik yang menarik untuk dikaji terutama
kaitannya dengan pemenuhan pangan yang cukup, aman bermutu dan bergizi
seimbang melalui ketersediaan dan diversifikasi pangan. Tingkat kuantitas dan
kualitas pangan yang dikonsumsi oleh masayrakat ditentukan oleh tingkat harga
pangan dan pendapatan rumahtangga. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya kemiskinan di
Indonesia adalah gagalnya pemenuhaan konsumsi pangan penduduk secara layak.
Kebijakan yang sudah dilakukan pemerintah tentu mempertimbangkan tingkat
sensivitas konsumen oleh elastisitas pangan. Rumahtangga perdesaan dan
perkotaan masih terkonsentrasi pangan pokoknya dari beras. Inilah salah satu alasan
pemerintah selalu menjaga stabilitas harga beras sebagai pangan pokok.
Berbagai kebijakan sudah dilakukan oleh pemerintah untuk menggeser
pangan pokok beras menjadi non – beras. Sayangnya kebijakan yang diambil oleh
pemerintah masih terfokus ke pada produksi dan distribusi beras, contohnya
bantuan benih unggul padi, subsidi pupuk untuk tanaman padi, perbaikan irigasi
untuk padi dan food estate yang masih untuk padi. Dengan demikian program
diversifikasi pangan akan sulit untuk dicapai karena belum didukung dengan
implimentasi dan kebijakan – kebijakan yang memberdayakan pangan lokal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pangsa pengeluaran
rumahtangga terhadap pangan di Pulau Jawa, menganalisis diversifikasi pangan
rumahtangga di Pulau Jawa, mengkaji perbedaan pengaruh pendapatan dan harga
pangan terhadap diversifikasi pangan di Pulau Jawa, menganalisis fungsi
permintaan pangan rumahtangga di Pulau Jawa, menganalisis respon permintaan
pangan terhadap perubahan harga pangan dan perubahan pendapatan rumahtangga
di Pulau Jawa dan merumuskan alternatif kebijakan pangan yang tepat untuk
meningkatkan ketahanan pangan di Pulau Jawa.
Penelitian ini menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
periode Maret 2015, Maret 2016 dan Maret 2017 yang dikumpulkan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS). Penelitian ini menggunakan metode analisis Berry Indeks
(BI) dan Berry Indeks Modifikasi (MBI) untuk mengukur tingkat diversifikasi
pangan rumah tangga. Rumahtangga akan dikelompokkan kedalam 4 golongan
tingkat pendapatan. Untuk menganalisis model permintaan pangan maka digunakan
metode analisis ekonometrika dengan model Liniear Approximation Almost Ideal
Demand System (LA/AIDS) dengan mengelompokkan pangan ke dalam 12
kelompok pangan.
Hasil analisis menyataKan komoditas beras masih merupakan bahan pangan
penting bagi masyarakat Pulau Jawa, tetapi seiring dengan meningkatnya golongan
pendapatan rumah tangga maka proporsi konsumsi beras juga mengalami
penurunan dan beralih ke konsumsi makanan dan minuman jadi. Konsumsi beras
lebih tinggi di wilayah perdesaan daripada di perkotaan untuk setiap kelompok
golongan pendapatan. Pangsa pengeluaran komoditas padi-padian masih tergolong
tinggi untuk kelompok golongan pendapatan rendah. Artinya rumah tangga miskin
masih menggantungkan konsumsi karbohidratnya di komoditas beras. Ini akan
mempersulit untuk mencapai diversifikasi pangan.
Tingkat diversifikasi pangan tergolong sudah tinggi. Dengan peningkatan
pendapatan perkapita maka tingkat diversifikasi pangan juga mengalami
peningkatan. Diversifikasi pangan mengalami pertumbuhan positif dari tahun ke
tahun. Dengan demikian kelompok golongan pendapatan tinggi memiliki pangsa
pengeluaran pangan paling besar di kelompok komoditas makanan dan minuman
jadi.
Secara umum diversifikasi pangan dipengaruhi oleh pengeluaran pangan,
harga komoditas pangan, jumlah anggota keluarga dan wilayah daerah tinggal.
Kenaikan harga beras, ikan, telur, sayur – sayuran, kacang – kacangan dan buah –
buahan menurunkan tingkat diversifikasi. ini disebabkan karena komoditas tersebut
khususnya beras merupakan komoditas pokok yang sulit untuk disubstitusi.
Kenaikan tingkat pendapatan akan meningkatkan diversifikasi pangan.
Penambahan jumlah anggota keluarga menurunkan tingkat diversifikasi. Rumah
tangga wilayah perkotaan lebih tinggi tingkat diversifikasinya dibandingkan
dengan rumah tangga di wilayah perdesaaan.
Komoditas non beras merupakan barang pelengkap bagi beras kecuali ikan.
Dengan demikian komoditas jagung, ketela pohon, umbi-umbian selain ketela
pohon tidak bisa direkomendasikan untuk menjadi komoditas substitusi beras
dalam rangka meningkatkan diversifikasi pangan. Baik dari segi angka kecukupan
kalori komoditas yang disebutkan tadi belum bisa menggantikan asupan kalori yang
dihasilkan oleh beras. Hal tersebut terjadi karena pangsa konsumsi karbohidrat
selain beras adalah kurang 1 persen.
Sejalan dengan perkembangan waktu, parameter (elastisitas) permintaan
beras di Pulau Jawa menjadi semakin tidak elastis. Ini berarti, masyarakat tidak
sensitif lagi terhadap harga dan penghasilannya dalam menentukan konsumsi beras.
Secara umum, perubahan paramater yang terjadi sepanjang periode menuntut
pengambil kebijakan untuk berhati-hati dalam melakukan prediksi dan estimasi
konsumsi. Perubahan parameter tersebut terjadi baik untuk rumah tangga perdesaan
maupun perkotaan. Elastisitas permintaan untuk kelompok golongan pendapatan
Q3 dan Q4 lebih tinggi dibandingkan dengan elastisitas permintaan kelompok
golongan pendapatan Q1 dan Q2. Sesuai dengan jumlah penduduk di Pulau Jawa,
jumlah rumah tangga berpendapatan golongan Q3 dan Q4 jauh lebih besar
dibandingkan dengan rumah tangga golongan Q1 dan Q2. Apabila terjadi
peningkatan pendapatan masyarakat secara keseluruhan, maka permintaan beras
akan lebih banyak berasal dari konsumen Q3 dan Q4. Ini berarti, aliran beras harus
lebih banyak persiapkan dan akan ada perubahan pola konsumsi oleh rumah tangga
golongan Q3 dan Q4 dari konsumsi ketela pohon, sayur – sayuran dan kacang –
kacangan beralih ke komoditas beras.
Untuk meningkatkan ketahanan pangan perlu intervensi pemerintah menjaga
stabilitas harga karena pengaruh elastisitas harga pangan lebih besar dari elastisitas
pengeluaran total terhadap permintaan komoditas. Regionalisasi pangan perlu
diterapkan untuk meningkatkan produksi pangan lokal. Meningkatkan
aksessibilitas masyarakat terhadap pangan lokal. Ini dapat dicapai dengan stabilitas
pasokan dan harga (bantuan alat pasca panen dan pengolahan, fasiltas
penyimpanan, pendampingan UMKM tentang teknologi pasca panen dan
pengolahan) dan memperluas skam usahan serta kemitraan. Perlunya pembinaan
dan pemberdayaan industri pangan olahan, khususnya usaha mikro, kecil dan
menengah untuk memproduksi pangan dengan komposisi kandungan gizi yang
beragam, gizi seimbang, dan aman perlu dilakukan dengan lebih intensif. Ini
berkaitan dengan dukungan pemerintah untuk mendukung produksi pangan pokok
umbi-umbian, jagung dan sumber karbohidrat lainnya selain beras. Kembali
menghidupkan program pemerintah tentang ajakan untuk pemanfaatan pangan
lokal sebagai sumber karbohidrat. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah melalui
edukasi dan promosi. Meninjau kembali kebijakan swasembada pangan yang masih
berfokus kepada komoditas beras.