Pengembangan Indikator dan Strategi Pembangunan Pertanian Padi Berkelanjutan di Indonesia
Abstract
Pertanian adalah salah satu sektor pembangunan yang memiliki peran penting antara lain sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk, bahan baku industri, dan penyangga sumber daya alam dan lingkungan. Penerapan pertanian padi secara konvensional awalnya memang mampu meningkatkan produktivitas dan produksi padi secara nyata, namun kemudian efisiensi produksi semakin menurun karena pengaruh umpan balik berbagai efek samping yang merugikan.
Padi sebagai salah satu tanaman pangan yang paling banyak dikonsumsi di dunia merupakan komoditas yang perlu diperhatikan keberlanjutannya. Beberapa kendala yang mempengaruhi keberlanjutan pertanian padi antara lain adalah: menurunnya kualitas lahan; konversi lahan pertanian; lahan petani semakin menyempit; serangan hama penyakit; dampak perubahan iklim; terjadinya bencana alam seperti kekeringan dan banjir; yang menyebabkannya menurunnya kesejahteraan petani.
Peningkatan produksi padi tanpa merusak lingkungan merupakan sebuah tantangan yang besar. Untuk itu dibutuhkan strategi pembangunan pertanian berkelanjutan guna menjamin sistem produksi pangan yang mampu meningkatkan produksi dengan menjaga ekosistem tetap lestari, memperkuat kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim, cuaca ekstrim, kekeringan, banjir, dan bencana lainnya, serta memperbaiki kualitas tanah dan lahan secara progresif.
Pembangunan pertanian padi berkelanjutan menjadi penting, baik untuk kepentingan saat ini maupun generasi mendatang. Indikator penilaian sistem pertanian padi berkelanjutan diperlukan sebagai acuan evaluasi program pembangunan dan melakukan penilaian keberlanjutan pertanian padi di Indonesia. Indikator tersebut mencakup dimensi lingkungan, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan merumuskan indikator pembangunan pertanian padi berkelanjutan; menganalisis status keberlanjutan pertanian padi pada tingkat provinsi di Indonesia; dan merumuskan kebijakan dan strategi pembangunan pertanian padi berkelanjutan di Indonesia.
Tahap penyusunan indikator terbagi atas dua bagian, yaitu: identifikasi awal indikator berdasarkan masukan dari hasil FGD dan penelitian terdahulu, dan penilaian indikator menggunakan Principal Component Analysis (PCA). Selanjutnya dilakukan analisis status keberlanjutan pertanian padi di Indonesia, dengan menggunakan Metode RAPSUSAGRI/Multi-Dimensional Scalling. Untuk merumuskan strategi kebijakan pertanian padi berkelanjutan digunakan metode MULTIPOL, yang terdiri atas dua tahap, yaitu: (1) penentuan kriteria evaluasi yang digunakan, (2) penetapan pembobotan kriteria, policy dan skenario, dan (3) dampak dari action, policy dan skenario terhadap tujuan yang ingin dicapai.
Dari hasil FGD dan analisis PCA diperoleh 10 indikator pada dimensi ekonomi, 8 indikator pada dimensi lingkungan, 7 indikator pada dimensi sosial, 6 indikator pada dimensi teknologi, dan 8 indikator pada dimensi kelembagaan. Indikator tersebut membentuk komponen utama pada masing-masing dimensi. Pada Dimensi Ekonomi, diperoleh empat komponen utama, yang terdiri atas: Komponen volume produksi padi dan inflasi, Komponen produktivitas padi, Komponen akses fasilitas, dan Komponen kelayakan finansial. Untuk Dimensi Lingkungan diperoleh tiga komponen utama, yaitu: Komponen pupuk dan konversi lahan, Komponen pestisida, dan Komponen pencemaran dan bencana.
Pada Dimensi Sosial dihasilkan dua komponen utama, yaitu: Komponen sumber daya manusia dan aksesibilitas desa; dan Komponen masalah sosial. Untuk Dimensi Teknologi diperoleh dua komponen utama, yaitu: Komponen teknologi lingkungan dan Komponen teknologi produksi. Sedangkan untuk Dimensi Kelembagaan dihasilkan dua komponen utama, yaitu: Komponen kapasitas kelembagaan dan Komponen kelembagaan penyuluhan.
Indikator hasil analisis PCA digunakan untuk analisis keberlanjutan dengan metode RAPSUSAGRI/MDS. Hasil analisis RAPSUSAGRI menunjukkan bahwa Provinsi di Pulau Jawa memiliki nilai keberlanjutan yang lebih tinggi dibanding provinsi di luar Jawa untuk semua dimensi, kecuali Dimensi Sosial. Dimensi teknologi memiliki skor keberlanjutan yang paling rendah dibandingkan dimensi lain. Analisis leverage menunjukkan bahwa indikator yang paling sensitif untuk masing-masing dimensi adalah Infrastruktur Perdesaan, Kesesuaian Lahan, Aksesibilitas desa, Budi daya padi ramah lingkungan, Mekanisasi Pertanian, dan Asuransi Usahatani Padi.
Analisis leverage menunjukkan indikator yang paling sensitif untuk setiap dimensi adalah: (1) Dimensi Ekonomi: Infrastruktur perdesaan, PDRB Pertanian Pangan, Lahan sawah yang teririgasi, dan Produksi padi; (2) Dimensi Lingkungan: Kesesuaian lahan, Indeks Kualitas Air, Konversi lahan , dan Penggunaan pupuk kimia; (3) Dimensi Sosial: Aksesibilitas desa, Tingkat kemiskinan, dan Jumlah rumahtangga petani padi; (4) Dimensi Teknologi: Penerapan teknologi budi daya padi ramah lingkungan; Teknologi Mekanisasi Pertanian, dan Mitigasi dampak perubahan iklim; (5) Dimensi Kelembagaan: Asuransi pertanian, Kelembagaan mekanisasi pertanian, Kelembagaan ekonomi petani, dan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Dari hasil analisis MULTIPOL, skenario Voluntary memiliki nilai skor yang lebih tinggi dibandingkan skenario pembangunan Compulsory. Pilihan kebijakan yang mendapat skor tertinggi pada kedua skenario tersebut adalah Pengembangan inovasi dan kebijakan pengembangan budi daya pertanian padi berkelanjutan.
Aksi yang menjadi pilihan dengan nilai tertinggi adalah Aksi Penguatan kapasitas kelembagaan petani; Peningkatan intensitas penyuluhan bagi petani dan pendidikan/pelatihan bagi aparat pertanian; Penguatan kelembagaan pemasaran sarana produksi dan produk pertanian; dan Revitalisasi pendidikan pertanian (pendidikan tinggi dan vokasi) untuk regenerasi dan SDM pertanian yang lebih berkualitas.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam merumuskan strategi dan kebijakan pertanian yang lebih berkelanjutan di masa yang akan datang. Agriculture is one of the development sectors that has an important role, among others, as a provider of food for the population, industrial raw materials, and a buffer for natural resources and the environment. The application of conventional rice farming was initially able to significantly increase rice productivity and production, but then production efficiency decreased due to the feedback effect of various adverse side effects.
Rice as one of the most consumed food crops in the world is a commodity that needs attention for its sustainability. Some of the obstacles that affect the sustainability of rice farming include: declining land quality; the occurrence of conversion of agricultural land; the area of land owned by farmers is getting narrower; presence of pest and disease attacks; the impact of climate change; and occurrence of natural disasters such as droughts and floods.
Increasing rice production and maintaining it without harming the environment is a big challenge. For this reason, a sustainable agricultural development strategy is needed to ensure a food production system that can increase production by maintaining sustainable ecosystems, strengthening adaptive capacity to climate change, extreme weather, drought, flooding, and other disasters, as well as improving soil and land quality progressively.
The development of sustainable rice farming is important, not only for the present but also for future generations. Therefore, it is deemed necessary to develop an assessment indicator for a sustainable rice farming system as a reference for evaluating development programs and conducting an assessment of the sustainability of rice farming in Indonesia. The indicators for sustainable agriculture include environmental, economic, social, technological and institutional dimensions.
This research aims to identify and formulate indicators of sustainable rice farming development, analyze the sustainability status of rice farming at the provincial level in Indonesia, and formulate policies and strategies for sustainable rice farming development in Indonesia.
The indicator preparation stage is divided into two parts: initial identification of indicators based on input from FGD results and previous research, and indicator assessment using Principal Component Analysis (PCA). Furthermore, an analysis of the sustainability status of rice farming in Indonesia was carried out, using the RAPSUSAGRI/Multi-Dimensional Scaling Method. The MULTIPOL method is used to formulate a policy strategy for sustainable rice farming, which consists of two stages, namely: (1) determining the evaluation criteria used, (2) determining the weighting of criteria, policies and scenarios, and (3) the impact of actions, policies and scenarios on the objectives to be achieved.
From the results of the FGD and PCA analysis, there were 10 indicators on the economic dimension, 8 indicators on the environmental dimension, 7 indicators on the social dimension, 6 indicators on the technological dimension, and 8 indicators on the institutional dimension. These indicators form the principal components of each dimension. In the Economic Dimension, there are four principal components, which consist of: Components of rice production volume and inflation; Components of rice productivity; Facility access component, and Financial feasibility component. For the Environmental Dimension, three principal components were obtained, namely: Component of fertilizer and land conversion, Component of pesticide; and Components of pollution and disaster.
In the Social Dimension, two principal components are produced, namely: Components of human resources and village accessibility; and Components of social problems. For the Technology Dimension, there are two principal components, namely: The environmental technology component and the production technology component. As for the Institutional Dimension, two principal components are produced, namely: Components of institutional capacity and Components of extension institutions.
This set of indicators is used for sustainability analysis using the RAPSUSAGRI/MDS method. The results of the RAPSUSAGRI analysis show that Provinces in Java Island have a higher sustainability value than provinces outside Java for all dimensions, except the Social Dimension. The technology dimension has the lowest sustainability score compared to other dimensions. Leverage analysis shows that the most sensitive indicators for each dimension are Rural Infrastructure, Land Suitability, Village Accessibility, Environmentally Friendly Rice Cultivation, Agricultural Mechanization, and Rice Farming Insurance.
Leverage analysis shows that the most sensitive indicator for each dimension is: (1) Economic Dimensions: Rural Infrastructure, GRDP of Food Agriculture, Irrigated Rice Fields, and Rice Production; (2) Environmental Dimensions: Land suitability, Water Quality Index, Land conversion, and use of chemical fertilizers; (3) Social Dimensions: Village accessibility, poverty level, and the number of rice farming households; (4) Technology Dimension: Application of environmentally-friendly rice cultivation technology; Agricultural Mechanization Technology, and Mitigation of the impact of climate change; (5) Institutional Dimensions: Agricultural insurance, agricultural mechanization institutions, farmer economic institutions, and Sustainable Food Agricultural Land Protection (LP2B).
From the results of the MULTIPOL analysis, the Voluntary scenario has a higher score than the Compulsory development scenario. The policy options that get the highest score in both scenarios are Innovation development and sustainable rice cultivation development policies.
Action that become the options with the highest scores are the Action for Strengthening the institutional capacity of farmers; Increasing the intensity of extension for farmers and education/training for agricultural officials; Strengthening of marketing institutions for agricultural production facilities and products; and Revitalization of agricultural education (higher and vocational education) for regeneration and higher quality agricultural human resources.
The results of this study are expected to be an evaluation material for the Central Government and Regional Governments in formulating more sustainable agricultural strategies and policies in the future.