Pengembangan Varietas Jagung Semi Bersari Bebas Melalui Selfing dan Sibbing
Date
2022Author
Ufwanjaya, Azis Syomadi
Wahyu, Yudiwanti
Suwarno, Willy Bayuardi
Metadata
Show full item recordAbstract
Jagung merupakan komoditi makanan pokok selain beras dan gandum
sebagai sumber kalori dan dapat dikonsumsi diberbagai tahap perkembangannya
mulai tongkol muda atau jagung semi hingga biji-bijian yang telah matang. Jagung
memiliki tingkat adaptasi yang luas dan perawatan yang tidak terlalu rumit sehingga
potensinya baik untuk dikembangkan.
Jagung semi adalah tongkol muda yang dipanen segera setelah keluarnya
rambut tongkol tepat sebelum penyerbukan dan pembuahan. Jagung semi aman
untuk dikonsumsi secara langsung maupun diolah sebagai sayuran segar. Nilai
nutrisinya bahkan sangat tinggi sebanding dengan sayuran seperti tomat, kubis, dan
mentimun.
Secara umum praktek budidaya jagung semi (baby corn) sama dengan
budidaya jagung pada umumnya kecuali untuk jangka waktu dari penanaman
hingga panen. Di Indonesia biasanya petani menggunakan varietas komersial dari
tipe jagung manis dan tipe jagung pipil yang rata-rata menghasilkan satu sampai
dua tongkol per tanaman. Idealnya jagung menghasilkan minimal tiga tongkol per
tanaman tanpa kehilangan kualitas dan ukuran tongkol. Namun budidaya terkendala
karena sulitnya memperoleh kualitas serta jumlah tongkol yang baik. Salah satu
strategi pemuliaan dalam perbaikan jagung semi yaitu melalui selfing dan sibbing.
Pengembangan varietas jagung semi berdasarkan tujuan penelitian yaitu
menganalisis keragaan agronomi dan kualitas tongkol pada generasi selfing dan
sibbing dari tipe jagung manis dan jagung pipil untuk identifikasi famili yang
superior yang akan dikembangkan menjadi varietas jagung semi bersari bebas,
mengidentifikasi karakter jagung semi yang dapat dijadikan kriteria seleksi dalam
memilih genotipe yang memiliki produksi tinggi dan kualitas baik, dan juga
menganalisis parameter genetik dan pola inbreeding depresion dari karakter
agronomi pada generasi selfing dan sibbing.
Penelitian yang berlangsung dua tahap yakni pembentukan populasi selfing
dan sibbing dilanjutkan dengan pengujian generasi selfing dan sibbing, dengan
bahan tanam 9 genotipe jagung yang berasal dari 5 varietas jagung pipil dan 4
varietas jagung manis. Pada pengujian percobaan disusun menggunakan grup
rancangan kelompok berimbang dengan satu faktor yaitu genotipe dengan tiga
ulangan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa metode pemuliaan menggunakan selfing
untuk pemuliaan tanaman jagung semi dapat meningkatkan rata-rata jumlah
tongkol per tanaman terlihat pada generasi S4 yang memiliki nilai rata rata 2,74
tongkol per tanaman dengan jumlah tongkol maksimum 4,4 tongkol per tanaman
dibandingkan progenitornya yang memiliki rata-rata jumlah tongkol 1,9 per
tanaman. Generasi inbreeding juga mampu meningkatkan jumlah tongkol layak
pasar kelas A sebesar 38,4% pada generasi S4 dan 23,1%, lebih besar dibandingkan
progenitornya yang memiliki jumlah tongkol layak pasar sebesar 3,7%. Melalui
metode inbreeding ini juga diharapkan memperoleh tanaman dengan keragaman
genetik yang tinggi dan juga dapat diwariskan ke keturunannya dalam hal kaitannya
dengan efisiensi seleksi. Terlihat bahwa generasi inbreeding dapat meningkatkan
keragaman genetik dan heritabilitas arti luas dibandingkan generasi tetuanya, yang
artinya kemampuan untuk mewarisi sifat-sifat yang diinginkan akan lebih besar.
Karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi dalam meningkatkan jumlah
tongkol jagung semi yaitu umur anthesis, dan karakter yang dapat dimanfaatkan
sebagai kriteria seleksi untuk meningkatkan kualitas tongkol jagung semi yaitu
umur panen
Collections
- MT - Agriculture [3772]