Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Hutan Mangrove Melalui Skema Perhutanan Sosial Di Desa Busung dan Kuala Sempang, Kabupaten Bintan
Date
2022-02-07Author
Haryono, Haryono
Falatehan, A Faroby
Ekayani, Meti
Metadata
Show full item recordAbstract
Kerusakan dan degradasi hutan mangrove yang terus terjadi di Desa Busung dan Kuala Sempang akibat dari tingginya aktivitas manusia yang melakukan pemanfaatan secara destruktif pada ekosistem mangrove menyebabkan kelestarian mangrove di kawasan tersebut menjadi terancam. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan hutan kemasyarakatan yang diharapkan mampu menjaga kelestarian mangrove serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang tinggal di kawasan sekitar hutan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, pengelolaan hutan mangrove melalui skema hutan kemasyarakatan mengalami berbagai permasalahan dan kendala. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi masyarakat, geografis dan kelembaganan Desa Busung dan Kuala Sempang pada tahun 2020, menganalisis status keberlanjutan pelaksanaan pengelolaan hutan mangrove melalui skema hutan kemasyarakatan serta merekomendasikan model pengelolaan sumberdaya hutan mangrove yang berkelanjutan di Desa Busung dan Kuala Sempang. Penelitian ini dilakukan pada Hutan Kemasyarakatan (HKm) Desa Busung dan Kuala Sempang, Kecamatan Seri Kuala Lobam, Kabupaten Bintan dengan jumlah sampel yaitu 58 reponden kelompok tani dan tiga responden key-persons. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif, Multi Dimensional Scaling (MDS),dan deskriptif eksploratif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberlanjutan dari pengelolaan hutan mangrove melalui skema hutan kemasyarakatan di Desa Busung dan Kuala Sempang tergolong dalam status kurang berkelanjutan (44,28). Ini terlihat dari nilai antar dimensi yaitu dimensi ekologi (24,96) dan ekonomi (35,38) dalam kondisi kurang berkelanjutan sedangkan dimensi sosial (59,77) dan dimensi kelembagaan (57,01) berada dalam kondisi cukup berkelanjutan. Sejalan dengan hasil analisis keberlanjutan tersebut, berdasarkan peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.88/Menhut-II/2014 Tentang Hutan Kemasyarakatan pada pasal 33 ayat 1 yang menjelaskan bahwa jika pelaksanaan hutan kemasyarakatan tidak sesuai dengan tujuan pembentukkannya yaitu mewujudkan kelestarian sumberdaya hutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal disekitar hutan, maka perlu dilakukan evaluasi kembali dalam pelaksanaannya atau menggantinya dengan skema atau strategi pengelolaan hutan mangrove yang lebih efektif.
Berdasarkan analisis terhadap alternatif model pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan dengan skema perhutanan sosial di Desa Busung dan Kuala Sempang diketahui bahwa skema HKm merupakan pilihan yang tepat untuk kembali. Pemilihan HKm dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Busung dan Kuala Sempang didasari oleh beberapa faktor diantaranya status kawasan hutan mangrove yang dimana berstatus hutan lindung. Selain itu, faktor lainnya adalah tingkat
ketergantungan mata pencaharian masyarakat terhadap hutan mangrove. Masyarakat di Desa Busung dan Kuala Sempang memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi pada hutan mangrove. Sebagian besar masyarakat memetik buah mangrove untuk dibuat sirup, makanan dan obat-obatan serta menangkap kepiting dan kerang disekitar areal mangrove. Pelaksanaan HKm yang telah diterapkan sebelumnya diketahui belum mampu memberikan kesejahteraan pada kelompok tani. Oleh sebab itu, diperlukan program-program dalam skema HKm yang dapat meningkatkan perekonomiaan kelompok tani seperti diantaranya penerapan pola silvofishery pada budidaya ikan kerapu, udang dan kepiting bakau. Budidaya ikan, udang dan kepiting bakau yang sebelumnya telah dilakukan belum mampu memaksimalkan potensi tersebut dikaernakan terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya pemahaman kelompok tani tentang konsep budidaya yang efektif dan efisien pada hutan mangrove sehingga membuat budidaya tersebut tidak dapat dimaksimalkan dengan baik. Oleh sebab itu, dengan adanya pola silvofishery kelompok tani dapat memanfaatkan kawasan mangrove dengan memelihara ikan dan udang atau jenis komersial lainnya untuk menambah penghasilan, di samping itu ada kewajiban untuk memelihara hutan mangrove. Selain itu, program lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat pada pengelolaan hutan mangrove melalui skema HKm Desa Busung dan Kuala Sempang adalah pengelolaan hasil mangrove.
Pada pelaksanaan HKm yang sebelumnya telah diterapkan di Desa Busung dan Kuala Sempang, kelompok tani telah mengelola hasil hutan mangrove menjadi bahan makanan dan minuman. Akan tetapi, berdasarkan hasil identifikasi terhadap hambatan-hambatan yang dihadapi oleh HKm dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Busung dan Kuala Sempang diketahui bahwa pada pelaksanaan program- program HKm terutama pada pengolahan hasil mangrove terdapat beberapa permasalahan salah satunya seperti produksi olahan mangrove yang masih sangat terbatas serta kurangnya promosi dan penyebaran informasi ke masyarakat tentang produk hasil olahan mangrove, sehingga produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan dengan maksimal. Hal ini membuat pengelolaan hasil mangrove belum mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian kelompok tani HKm. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan pada produktivitas olahan mangrove serta promosi produk olahan mangrove tersebut sehingga diharapkan nantinya akan meningkatkan pendapatan kelompok tani. Damage and degradation of mangrove forests that continue to occur in Busung and Kuala Sempang villages due to destructive use by humans has made the preservation of mangroves in these areas threatened. One way to overcome these problems is to implement community forestry which is expected to be able to preserve mangroves and provide welfare for people living in the area around the forest. However, the management of mangrove forests through the community forest scheme has encountered various problems and obstacles in practice. This study aims to identify the community, geograpichal and institutional conditions of Busung and Kuala Sempang villages, to analyze the sustainability status of the implementation of mangrove forest management through the community forest scheme and to recommend forms of sustainable management of mangrove forest resources in Busung and Kuala Sempang villages. This research was conducted in the community forest of Busung and Kuala Sempang villages, Seri Kuala Lobam District, Bintan Regency, with a total sample of 58 respondents from farmer groups and three key-person respondents. The analytical methods used are descriptive qualitative analysis, Multi dimensional Scaling (MDS), and exploratory descriptive.
The results showed that the sustainability of mangrove forest management through community forest schemes in Busung and Kuala Sempang villages was classified as less sustainable (44,28). This can be seen from the values between dimensions, namely the ecological (24.96) and economic (35.38) dimensions in a less sustainable condition, while the social (59.77) and institutional dimensions (57.01) are in a fairly sustainable condition. In line with the results of the sustainability analysis, based on the regulation of the Minister of Forestry of the Republic of Indonesia Number: P.88/Menhut-II/2014 concerning Community Forests in article 33 paragraph 1 which explains that if the implementation of community forestry is not in accordance with the purpose of its establishment, namely realizing the sustainability of forest resources and To improve the welfare of the people living around the forest, it is necessary to re-evaluate its implementation or replace it with a more effective mangrove forest management scheme or strategy.
Based on the analysis of alternative models of sustainable mangrove forest management with social forestry schemes in Busung and Kuala Sempang villages, it is known that the community forest scheme is the right choice to return. The selection of community forest in mangrove forest management in Busung and Kuala Sempang villages is based on several factors, including the status of the mangrove forest area which is a protected forest. In addition, another factor is the level of dependence of community livelihoods on mangrove forests. Communities in Busung and Kuala Sempang villages have a high level of dependence on mangrove forests. Most people pick mangrove fruit to make syrup, food and medicine and catch crabs and shellfish around the mangrove area. The previous implementation of community forest is known to have not been able to provide welfare to farmer groups. Therefore, programs in the HKm scheme are needed that can improve the economy of farmer groups, such as the application of the silvofishery pattern in the cultivation of grouper, shrimp and mud crab. The cultivation of fish, shrimp and mangrove crabs that have previously been carried out has not been able to maximize this potential because there are several
problems faced, namely the lack of understanding of farmer groups about the concept of effective and efficient cultivation in mangrove forests so that the cultivation cannot be maximized properly. Therefore, with the silvofishery pattern, farmer groups can take advantage of the mangrove area by raising fish and shrimp or other commercial species to increase income, in addition there is an obligation to maintain mangrove forests. In addition, another program that can be carried out to improve the community's economy in mangrove forest management through the HKm scheme in Busung and Kuala Sempang is the management of mangrove products.
In the implementation of HKm which had previously been implemented in Busung and Kuala Sempang villages, farmer groups had managed mangrove forest products into food and drink ingredients. However, based on the results of the identification of the obstacles faced by HKm in the management of mangrove forests in Busung and Kuala Sempang villages, it is known that in the implementation of HKm programs, especially in the processing of mangrove products, there are several problems, one of which is the production of processed mangroves which is still very limited. and the lack of promotion and dissemination of information to the public about processed mangrove products, so that the resulting product cannot be marketed optimally. This makes the management of mangrove products unable to have a significant impact on the economy of HKm farmer groups. Therefore, it is necessary to increase the productivity of processed mangroves and promote the processed mangrove products so that it is hoped that later it will increase the income of farmer groups
Collections
- MT - Economic and Management [2878]