Kajian Penyakit Kuning pada Tanaman Cabai Jawa (Piper retrofractum Vahl.)
Abstract
Cabai jawa atau cabai jamu (Piper retrofractum Vahl.) merupakan salah satu
tanaman fitofarmaka dan penghasil rempah penting di Indonesia. Buah cabai jawa
dimanfaatkan dalam industri obat tradisional. Cabai jawa memiliki berbagai
kandungan metabolit sekunder potensial dalam buahnya, salah satunya piperine
yang tergolong dalam alkaloid.
Tanaman cabai jawa di Kabupaten Sumenep diketahui mengalami kejadian
penyakit kuning pada beberapa tahun terakhir dengan gejala penguningan daun,
pengguguran daun, dan layu. Gejala yang muncul menyerupai gejala penyakit
kuning pada tanaman lada. Hal ini diduga karena tanaman cabai jawa dan lada
berada dalam satu genus. Informasi mengenai penyakit kuning pada tanaman cabai
jawa belum pernah dilaporkan hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui identitas fitonematoda dan cendawan patogen sebagai penyebab
penyakit kuning serta mengkaji faktor-faktor pemicu terjadinya epidemi penyakit
kuning pada tanaman cabai jawa.
Sampel akar dan tanah diambil dari tanaman cabai jawa bergejala penyakit
kuning di Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur. Sampel diambil dari dua blok
dan dua kecamatan, yaitu blok monokultur Kecamatan Bluto (MB), polikultur
Kecamatan Bluto (PB), monokultur Kecamatan Saronggi (MS), dan polikultur
Kecamatan Saronggi (PS). Ekstraksi nematoda dari sampel akar menggunakan
metode pengabutan (mist chamber), dan sampel tanah dengan metode flotasi
sentrifugasi. Peubah analisis komunitas nematoda yang diamati yaitu populasi
absolut, frekuensi absolut, dan nilai prominensi. Pengamatan karakter morfologi
dan morfometri dilakukan pada preparat permanen nematoda. Pengamatan karakter
spesies cendawan patogen dilakukan melalui identifikasi morfologi dan molekuler.
Isolasi cendawan patogen dilakukan pada media PDA. Identifikasi patogen
dilakukan berdasarkan karakter koloni dan morfologi, selanjutnya dikonfirmasi
dengan identifikasi molekuler melalui teknik PCR menggunakan pasangan primer
ITS1/ITS4. Selain itu, dilakukan analisis hara tanah dan data cuaca untuk
mengetahui hubungannya dengan kejadian penyakit kuning di lapangan.
Gejala penyakit kuning pada tanaman cabai jawa timbul pada seluruh bagian
tanaman. Bagian tajuk tanaman menunjukkan gejala layu dan penguningan daun,
dan penguguran daun. Bagian perakaran tanaman menunjukkan akar yang busuk,
puru akar, nekrosis akar, dan akar serabut yang jarang.
Fitonematoda yang ditemukan pada akar cabai jawa yaitu Paratylenchus
nanus, Meloidogyne spp., Rotylenchulus reniformis, dan Coslenchus cancellatus.
Nematoda paling penting pada lahan polikultur yaitu Meloidogyne spp. dengan nilai
prominensi sebesar 81,33 dengan populasi absolut sebesar 105 ekor per 10 g akar.
Fitonematoda paling penting pada tanah perakaran cabai jawa yaitu R. reniformis
dengan frekuensi absolut, populasi absolut, dan nilai prominensi paling tinggi pada
seluruh blok pengamatan. Nilai prominensi R. reniformis pada lahan monokultur
dan polikultur sebesar 1140 dan 1314 dengan nilai absolut sebesar 100%. Selain
vi
R. reniformis, nematoda yang ditemukan pada tanah di sekitar perakaran cabai jawa
yaitu R. parvus, C. cancellatus dan C. paramaritus.
Karakter morfologi dan morfometri nematoda dalam penelitian ini sesuai
dengan laporan beberapa peneliti. Adapun karakter khas Meloidogyne spp. juvenil
2 berupa ujung ekor berbentuk seperti gerigi dan terdapat hyaline yang jelas.
Karakter kunci R. reniformis betina pra dewasa dan jantan yaitu bentuk tubuh spiral,
median bulb oval, kelenjar esofagus overlapping, organ reproduksi didelfik, dan
ujung ekor yang berbentuk kerucut dan membulat.
Berdasarkan identifikasi secara morfologi dan molekuler, cendawan patogen
pada tanaman cabai jawa bergejala penyakit kuning yaitu F. solani. Isolat F. solani
asal tanaman cabe jawa memiliki warna koloni putih dan kekuningan dengan tipe
koloni seperti kapas (cottony) dan tipis (slimmy pionnatal). Salah satu karakteristik
khas F. solani yaitu memiliki hifa bersekat, menghasilkan spora aseksual berupa
makrokonidia dan mikrokonidia, serta klamidospora pada kondisi ekstrim.
Makrokonidia memiliki bentuk menyerupai kano atau bulan sabit dengan tiga sekat
dan hyalin. Makrokonidia memiliki ukuran 7,5–29,5 × 1,3-4,1 µm. Mikrokonidia
berbentuk oval dan seperti ginjal (reniform). Klamidospora berbentuk bulat
(globose) hingga oval, dan terbentuk secara tunggal atau berpasangan.
Klamidospora memiliki ukuran 3,2-8,3 × 4,3-7,5 µm. Berdasarkan hasil perunutan
nukleotida dan pembuatan pohon filogeni dibandingkan dengan sekuen dari NCBI,
F. solani mengelompok dengan spesies yang sama dari NCBI.
Berdasarkan hasil analisis korelasi antara sifat fisik dan kimia tanah, diketahui
bahwa unsur hara tanah memiliki korelasi terhadap kejadian penyakit kuning.
Terdapat korelasi yang sangat kuat antara hara P dan K dengan kejadian penyakit,
korelasi kuat antara hara Mn dengan kejadian penyakit, korelasi sedang antara hara
Ca dan Fe dengan kejadian penyakit, korelasi lemah antara hara Mg, Na, Zn, dan
tekstur pasir, debu, liat dengan kejadian penyakit, dan tidak ada korelasi antara hara
N dan Cu dengan kejadian penyakit.
Analisis cuaca terhadap kejadian penyakit kuning menunjukkan hasil bahwa
faktor cuaca mendukung kejadian penyakit di lapangan. Adapun faktor cuaca yang
memiliki hubungan signifikan yang bersifat positif dengan kejadian penyakit
kuning yaitu faktor kelembapan, curah hujan, dan lama penyinaran matahari. Faktor
suhu udara memiliki pengaruh secara tidak langsung dengan kejadian penyakit
kuning.
Hasil penelitian ini memberikan informasi pertama mengenai spesies
fitonematoda dan cendawan patogen yang berasosiasi dengan penyakit kuning pada
tanaman cabe jawa. Hal tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan
penelitian lanjutan mengenai patogenisitas, karakter bioekologi patogen, dan
pengembangan strategi pengelolaan atau manajemen penyakit.
Collections
- MT - Agriculture [3772]