Respons Imun Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.) yang diberi Vaksin Streptococcus agalactiae Melalui Metode Infiltrasi Hiperosmotik
Date
2020Author
Sari, Diana Purnama
Sukenda
Yuhana, Munti
Nuryati, Sri
Metadata
Show full item recordAbstract
Ikan nila (Oreochromis sp.) merupakan komoditas air tawar yang mudah
dibudidayakan, tetapi dalam intensifikasi produksinya terdapat permasalahan
utama seperti kematian massal yang disebabkan oleh penyakit streptococcosis.
Streptococcosis merupakan salah satu faktor penyebab kematian pada benih ikan
nila
yang berdampak pada kerugian dalam budidaya. Salah satu alternatif
pencegahan untuk pengendalian penyakit streptococcosis yang disebabkan oleh
bakteri Streptococcus agalactiae adalah vaksinasi. Vaksinasi bertujuan untuk
meningkatkan sistem imun, sehingga kelangsungan hidup ikan nila terutama pada
fase
benih meningkat. Vaksin dapat diberikan melalui beberapa metode : metode
injeksi lebih efektif pada ukuran ikan tertentu dan sulit untuk benih; metode oral
melalui pakan memerlukan antigen peroral dalam jumlah banyak, proteksinya
sifatnya lemah, dan waktunya singkat; dan metode perendaman yang dapat
dilakukan pada ikan kecil dan jumlah yang besar. Vaksinasi pada benih ikan paling
tepat melalui perendaman, tetapi terdapat kelemahan dalam penyerapan vaksin
yang kurang maksimal. Dalam hal ini dibutuhkan metode perendaman untuk
memaksimalkan penyerapan vaksin yaitu cara infiltrasi hiperosmotik. Metode
infiltrasi hiperosmotik dilakukan menggunakan media perlakuan hipertonik.
Namun belum didapatkan pengaruh salinitas, sehingga perlu dikaji pengaruh
salinitas melalui metode infiltrasi hiperosmotik. Untuk mendapatkan respons imun
yang terbaik, tingkat proteksi yang optimal dan efek stres yang minimal. Oleh
karena itu, tujuan penelitian ini yaitu mengevaluasi pengaruh salinitas yang berbeda
untuk vaksinasi ikan nila melalui metode infiltrasi hiperosmotik.
Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 4.26±1.37 g.
Preparasi vaksin dilakukan dengan cara menginaktivasi kultur sel S. agalactiae
formalin 3% (v/v). Ikan uji dengan perlakuan sebagai kontrol negatif tanpa
dilakukan perendaman dalam media bersalinitas, tanpa vaksinasi serta uji tantang,
sedangkan kontrol positif dilakukan perendaman salinitas 0, 10, 20, dan 30 g L-1
tanpa vaksinasi tetapi dilakukan uji tantang. Untuk perlakuan selanjutnya
perendaman 0, 10, 20, dan 30 g L-1 selama 5 menit, kemudian dipindahkan pada
wadah yang berisi vaksin dengan konsentrasi sel 109 CFU mL-1 direndam selama
menit. Setelah 30 hari pascavaksinasi, ikan diuji tantang dengan cara
menginjeksikan sel bakteri S. agalactiae 107 CFU ikan-1 dengan volume 0.1 mL.
Parameter yang diamati meliputi gambaran darah, titer antibodi, glukosa darah,
lisozim, tingkat mortalitas dan kelangsungan hidup relatif. Hasil penelitian
menunjukkan total eritrosit semua perlakuan hari ke-15 pascavaksinasi tidak
berbeda nyata (P>0.05). Eritrosit meningkat hari ke-30 perlakuan A (kontrol
negatif), B (perendaman 0 g L-1 tanpa divaksin), F (perendaman 0 g L-1 divaksin)
memiliki nilai tertinggi dan berbeda nyata (P<0.05). Eritrosit menurun 10 hari pasca
tantang, dan perlakuan A, H memiliki nilai eritrosit tertinggi serta tidak berbeda
DIA
dib
Dib
dibu
utam
Stre
pen
bak
men
inje
mel
sifa
dila
tepa
yan
mem
infi
Nam
sali
yan
kare
untu
Pre
form
dila
sed
tanp
pere
wad
30
men
Par
liso
men
berb
neg
mem
uji t
nyata pada perlakuan lainnya. Total leukosit hari ke-15 perlakuan F, G, H, dan I
memiliki nilai tertinggi dan berbeda nyata (P<0.05). Total leukosit meningkat
setelah hari ke-30 pascavaksinasi dengan nilai tertinggi ditemukan perlakuan H dan
berbeda nyata (P<0.05). Terus meningkat hingga 10 hari pasca uji tantang
perlakuan F, G, H, dan I memiliki nilai tertinggi dan berbeda nyata (P<0.05).
Hemoglobin hari ke-15 perlakuan G, H, dan I memiliki nilai tertinggi dan
berbeda nyata dibandingkan lainnya (P<0.05). Hari ke-30 meningkat perlakuan G
dan H memiliki nilai tertinggi dan berbeda nyata (P<0.05). Jika dibandingkan
perlakuan A, B, D, dan E, nilai ini berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan C, F,
dan I. Nilai tertinggi 10 hari pasca uji tantang pada perlakuan A meningkat dan
berbeda nyata dibandingkan lainnya (P<0.05). Hematokrit hari ke-15 perlakuan F,
G, dan H memiliki nilai tertinggi dan berbeda nyata (P<0.05). Jika dibandingkan
perlakuan A dan B tidak berbeda nyata (P>0.05) dibandingkan perlakuan C, D, E,
dan I. Hari ke-30 meningkat dan perlakuan G, H memiliki nilai tertinggi dan tidak
berbeda nyata (P>0.05). Pada 10 hari pasca uji tantang perlakuan A dan H memiliki
nilai tertinggi dan berbeda nyata (P<0.05). Perlakuan A terjadi peningkatan dan
perlakuan lainnya menurun. Aktivitas fagositik hari ke-15 perlakuan H memiliki
nilai tertinggi dan berbeda dibandingkan lainnya (P<0.05). Hari ke-30 meningkat
dan perlakuan G, H memiliki nilai tertinggi serta berbeda nyata (P<0.05). Pada 10
hari pasca uji tantang semua meningkat dan perlakuan H memiliki nilai tertinggi
yang berbeda nyata (P<0.05). Nilai titer antibodi ikan uji hari ke-0 menunjukkan
kondisi awal sebelum divaksin S. agalactiae. Lalu meningkat hari ke-15 dan
perlakuan H memiliki nilai tertinggi serta berbeda nyata (P<0.05). Hari ke-30
meningkat dan perlakuan H memiliki nilai tertinggi dan berbeda dibandingkan
lainnya (P<0.05). Pada 10 hari pasca uji tantang terus meningkat dan perlakuan H
memiliki nilai tertinggi serta berbeda nyata (P<0.05).
Nilai aktivitas lisozim hari ke-0 menunjukkan kadar lisozim dalam darah ikan
uji sebelum divaksin. Hari ke-15 menurun pada perlakuan A, B, C, D, E, dan
meningkat perlakuan F, G, H, I. Untuk perlakuan H memiliki nilai tertinggi serta
berbeda dibandingkan lainnya (P<0.05). Lisozim semua perlakuan meningkat hari
ke-30 dan perlakuan H memiliki nilai tertinggi dan berbeda dibandingkan lainnya
(P<0.05). Nilai tertinggi 10 hari pasca uji tantang adalah perlakuan F, semua
meningkat dan berbeda nyata (P<0.05). Nilai glukosa darah ikan hari ke-0
pascaperendaman perlakuan E dan I, memiliki nilai tertinggi dan berbeda
dibandingkan lainnya (P<0.05). Pada hari ke-15 dan 30 semua menurun serta tidak
berbeda nyata (P>0.05). Tingkat mortalitas perlakuan B, C, D, dan E memiliki nilai
tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan perlakuan A, B, C, D, dan E.
Kelangsungan hidup relatif perlakuan H memiliki nilai tertinggi (P<0.05).
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ikan nila yang diberi vaksin S. agalactiae
melalui metode infiltrasi hiperosmotik pada salinitas 20 g L-1 menghasilkan tingkat
kelangsungan hidup tertinggi yaitu 88.24% dibandingkan perlakuan lain. Vaksinasi
ikan dengan metode infiltrasi hiperosmotik dapat meningkatkan sistem pertahanan
tubuh spesifik dan non spesifik serta perlindungan ikan terhadap S. agalactiae.
Collections
- MT - Fisheries [2934]