Perubahan Garis Pantai dan Strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir di Kabupaten Indramayu
Abstract
Kabupaten Indramayu memiliki garis pantai terpanjang di pantai utara
Provinsi Jawa Barat. Perubahan garis pantai baik abrasi maupun akresi di
Indramayu selalu berubah setiap tahunnya. Abrasi dan akresi mempunyai pengaruh
terhadap kehidupan masyarakat pesisir. Abrasi dapat mengakibatkan kerusakan
tambak, rumah, pertanian, jalan dan lainnya. Sementara akresi dapat menyebabkan
pendangkalan pada muara sungai yang menggangu lalu lintas nelayan. Akresi atau
tanah timbul juga dapat menyebabkan konflik lahan apabila tidak tangani dengan
baik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perubahan garis pantai di
Kabupaten Indramayu, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya dan
membuat strategi pengelolaan wilayah pesisir di Kabupaten Indramayu.
Berdasarkan hasil analis overlay menunjukan terjadi perubahan garis
perubahan garis pantai di Kabupaten Indramayu baik abrasi maupun akresi tahun
1989-2019. Tahun 1989-1999 terjadi abrasi seluas 1.291, akresi 319 ha, tahun 1999-
2009 abrasi seluas 1.125 ha, akresi 349 ha, tahun 2009-2019 abrasi seluas 358 dan
akresi 689 ha. Secara umum tren abrasi pengalami penurunan sedangkan akresi
mengalami peningkatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan garis pantai
di Kabupaten Indramayu dari faktor alam adalah arah dan kecepatan angin,
gelombang, arus laut, pasang surut, kebredaan sungai dan tipologi pantai.
Sementara itu dari faktor manusia yang dominan adalah konversi lahan mangrove
menjadi tambak.
Strategi pengelolaan wilayah pesisir di Kabupaten Indramayu menggunakan
SWOT menghasil beberapa strategi yaitu, Meminimalisir abrasi dengan program
pembuatan pelindung pantai baik pendekatan hard enginer seperti groin, seawall,
jetty dan lainnya pada wilyah yang tingkat abrasinya tinggi dan sedikit terjadi
sedimentasi. Sementara itu pada wilayah yang tingkat abrasi rendah menggunakan
soft enginering seperti (Hybrid Enginering), penanaman vegetasi mangrove dan
vegetasi pantai. Memberikan sosialisasi kepada pelaku budidaya perikanan maupun
pertanian yang ramah lingkungan dengan tidak menebang vegetasi mangrove,
bahkan diharapkan melakukan tambak silvofhisery sehingga dapat meredam abrasi
dan meningkatkan produktifitas tambak, memberikan pelatihan tentang pembuatan
pelindung pantai tepat guna, pelatihan pengelolaan mangrove secara berkelanjutan
sehingga dapat mengurangi abrasi dan diharapkan meningkatkan pendapatan
masyarakat pesisir dengan memanfaatkan produk olahan mangrove. Menegakan
hukum yang tegas kepada yang melanggar seperti penebangan mangrove dan
konversi lahan mangrove sesuai peraturan yang berlaku. Indramayu Regency has the longest coastline on the north coast of West Java Province. The coastline of both abrasion and accretion in Indramayu always changes every year. Abrasion and accretion have an influence on the lives of coastal communities. Abrasion can cause damage to ponds, houses, farms, roads and others. Meanwhile, accretion can cause silting of the river which interferes with fishing traffic. In addition, accretion or land arising can also cause land conflicts if not handled properly. The purpose of this study is to analyze line changes in Indramayu Regency, analyze the factors that influence it and make a strategy for managing coastal areas in Indramayu Regency. Based on the results of the overlay analysis, there was a change in the coastline of Indramayu Regency, both abrasion and accretion in 1989-2019. In 1989-1999 there were 1,291 abrasions, 319 ha of accretion, 1,125 ha of abrasion in 1999-2009, 349 ha of accretion, 358 ha of abrasion in 2009-2019 and 689 ha of accretion. While the trend of abrasion is decreasing, accretion is increasing. Factors that influence changes in coastline in Indramayu Regency from natural factors are wind direction and speed, waves, ocean currents, tides, river differences and coastal typology. Meanwhile, the dominant human factor is the conversion of mangrove land into ponds. The strategy for managing coastal areas in Indramayu Regency using SWOT resulted in several strategies, namely, Minimizing abrasion by making coastal protection programs both with a hard structure approach such as groins, seawalls, jetties and others in areas with high abrasion levels and little sedimentation that occurs. Meanwhile in low-level areas using soft structures such as (Hybrid Engineering), planting mangrove vegetation and coastal vegetation. Provide socialization to environmentally friendly aquaculture and agriculture actors by not cutting down mangrove vegetation, even silfivosery ponds are expected so that they can be considered abrasion and increase pond productivity. Provide information on the manufacture of appropriate coastal protection, training on sustainable mangrove management so that it can reduce abrasion and is expected to increase the income of coastal communities by utilizing processed mangrove products. Enforce laws for those who strictly violate such as logging of mangroves and conversion of mangroves according to applicable regulations.